Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pekerti

25 Agustus 2014   18:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:36 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang dapat memungkiri bahwa pada kehidupan zaman modern saat ini ketika orang - orang mempunyai pendidikan semakin tinggi urusan etika dan moralitas justru semakin rendah?

Kita belajar etika dan budi pekerti hanya untuk digunakan untuk menunjang profesi dan dipraktikkan pada tempat tertentu bukan menjadi watak kita dalam kehidupan sehari - hari. Itu sebabnya etika dan moralitas sekadar menjadi lipstik saja ibarat pakaian yang hanya berguna untuk memperindah bagian luar dari diri kita.

Tak heran ketika kita sudah berada dalam masyarakat atau keseharian kita bisa lepas kontrol bertindak semaunya tanpa peduli lagi dengan etika dan budi pekerti. Tetapi itulah diri kita yang asli sesungguhnya.

Ajaran agama yang menjadi landasan untuk membentuk budi pekerti kita hanya menjadi identitas diri, sehingga kebaikannya sekadar tahu di kepala dan hafal di bibir bukan di hati.

Sudah begitu urusan budi pekerti dalam kehidupan kekinian boleh dikatakan sudah tidak menjadi prioritas lagi. Sebab kepintaran lebih utama. Orang - orang yang masih mempertahankan budi pekerti dalam hidupnya malah dianggap ketinggalan zaman. Mau berlaku jujur justru dianggap bodoh. Lucu, kan?

Sebagai manusia pada dasarnya memiliki 8 budi pekerti yang mencakup : Bakti, Rendah Hati, Kesetiaan, Dapat Dipercaya, Susila, Satria, Bersih Hati, dan Tahu Malu. Ini menurut pemahaman yang diajarkan Konfusius yang pada masa kini mulai banyak insan menggali kembali untuk mempelajarinya sebagai landasan kehidupan.

Apakah kita masih memilikinya? Atau kita sudah lupa menggunakannya lagi? Di mana kita menyimpannya mungkin kita sudah tak tahu? Terus terang saya sendiri gugup menjawabnya. Entah apa sebabnya.

Bakti

Berapa dari kita yang masih tahu akan bakti? Dalam hal ini terutama bakti kepada orangtu yang mengandung dan membesarkan kita. Begitu juga bakti kepada guru yang telah mengajar dan negara tempat dimana kita hidup.

Siapa yang masih punya budi pekerti tentang bakti ini? Saya tak sanggup menjawabnya sebab memang belum mampu melakukannya, padahal ini merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan manusia.

Alih - alih berbakti malah tak tahu budi dan melukai perasaan orangtua dengan tingkah laku yang ada. Begitu juga pada guru dan negara seakan sudah tak peduli lagi. Karena lebih sibuk berbakti pada urusan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun