Setiap angka itu pasti istimewa dan bermakna. Apalagi bagi orang yang suka bermain-main dengan angka. Ahli fengsui dan numerologi atau para penggemar judi lotere pasti suka mengecak angka-angka itu. Untung judul tulisan ini cuma satu angka. Kalau dua bisa saja dijadikan nomor pasangan hari ini.
Sebelum sampai kepada maksud dari angka lima yang sebenarnya, saya ingin bermain-main dulu dengan angka lima. Bikin sedikit penasaran sepertinya ada keasyikan tersendiri.
Di Indonesia, pasti kita sudah akrab dengan hal yang berhubungan dengan angka lima. Sebab penduduk mayoritas di sini adalah muslim yang wajib menunaikan salat lima waktu yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Namanya wajib tentu harus dilaksanakan. Tetapi herannya masih ada pula yang tidak mewajibkan dirinya untuk melakukannya. Masih bisa santai minum kopi atau malah rumpi sampai berhahahihi...Namanya juga manusia bukan malaikat pasti banyak salahnya.
Keakraban kita dengan angka lima adalah karena dasar negara kita adalah Pancasila atau lima sila. Pasti sudah hafal, bukan? Jadi tidak usah dituliskan lagi.
Pastinya lima sila yang ada sangat indah dan mulia sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab sudah mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
Sayangnya, lima sila yang menjadi dasar negara kita masih jauh dari kenyataan. Masih sebatas teori dan hafalan. Padahal cuma lima sila. Susahnya diwujudkan dalam diri kita. Bahkan untuk hafalannya saya masih suka lupa-lupa ingat.
Dalam ajaran Konfusius ada yang namanya lima sifat mulia. Setiap manusia mempunyai limat sifat mulia. Yakni, belas kasih, kesetiaan, susila, kebijaksanaan, dan dapat dipercaya.
Punya, kan? Masalahnya sedikit atau banyak. Lebih sering digunakan atau cuma diparkir di dasar hati. Entah apa namanya bisa kelima sifat mulia itu sudah digadaikan dan lupa ditebus.
Tahun 2014 ini masyarakat kita kembali demam dengan kisah 'Mahabharata'. Kisah yang sudah sangat lama tapi kini kembali bikin demam.
Dalam kisah 'Mahabharata' yang terkenal dengan Perang Bharatayuda di Kurukshetra yang berlangsung selama 18 hari itu kita mengenal Pandawa atau lima bersaudara yang mewakili kebaikan untuk berperang dengan saudaranya sendiri, Kurawa yang mewakili keserakahan kekuasaan.
Pandawa terdiri dari Yudistira yang sangat jujur, bijaksana, welas asih, sabar taat, dan suka memaafkan. Bima di balik sifat emosionalnya memiliki karakter yang teguh, komitmen dengan perkataan, dan setia. Arjuna yang tampan adalah sosok yang menjaga sopan-santun, melindungi yang lemah, berbudi, teliti, dan berani. Sementara si kembar Nakula dan Sadewa merupakan sosok yang jujur, dapat menjaga rahasia dan taat pada orangtua serta tahu membalas budi. [referensi]
Sekarang coba periksa karakter baik yang ada pada diri kita. Apa ya? Bingung menulisnya!
Akhirnya saya cuma mau mengabarkan tentang perjalanan menulis di Kompasiana, blog keroyokan nomor satu di Indonesia yang sudah memasuki tahun ke-5. Tidak terasa masih bisa menulis sampai lima tahun. Satu hal yang tak pernah saya bayangkan dapat melakoninya.
Perjalanan sejak dari 22 Oktober 2009 yang pernah membuat saya bangga dan merasa hebat. Bisa menepuk dada. Memamerkan sedikit kepintaran dan bisa sok bijaksana dalam kata-kata. Ribuan tulisan dengan semangat dihadirkan. Seringkali harus lupa waktu dan lupa makan.
Perjalanan menulis di Kompasiana ibarat sedang mengarungi universitas kehidupan. Dimana dalam proses menulis sedang memadukan pikiran dan hati. Nurani dan keegoan. Untuk menulis satu tulisan yang beberapa menit atau jam adakalanya perlu waktu berhari-hari memikirkan dan merenungkan. Tentu dengan perasaan sudah melakukan yang terbaik.
Namun perasaan tidak selalu sama dengan realita. Pada akhirnya saya sadar diri bahwa saya bukanlah siapa-siapa. Apa yang saya tulis, siapapun bisa menuliskannya. Kepintaran, kebijaksaan dan kemampuan menulis yang saya kira telah saya miliki bukanlah apa-apa.
Bahkan selama lima tahun menulis saya tidak mampu membuktikan bahwa tulisan saya memiliki nilai baik dan pantas mendapat centang biru dari Admin yang terhormat di Kompasiana. Tetapi sebuah centang biru sungguh menyadarkan bahwa tulisan saya tidak sebaik yang saya kira.
Sebuah penghargaan dari pihak lain memang memiliki arti. Penghargaan dapat menaikkan harga diri. Tak heran bila orang-orang begitu bangga dengan penghargaan yang mereka miliki. Bisa dipajang dan menjadi cerita tersendiri.
Sebab tiada penghargaan bisa membuat kehilangan muka. Tidak sedikit pula membunuh rasa yang ada. Tak heran ada yang berani membelinya.
Tetapi berani menghargai kemampuan diri sendiri bagaimana pun adanya memerlukan keberanian dan itu akan menjadi lebih berharga. Melakukan apa yang mestinya kita lakukan tanpa mengharap penghargaan dari luar, pasti itu lebih dari sebuah penghargaan.
Satu hal yang lebih penting selama perjalanan lima tahun di Kompasiana sudah cukup membuat diri ini berharga. Minimal berharga bagi diri sendiri yang selalu setia menjadi pembaca pertama tulisan sendiri. Melalui tulisan adalah sebagai salah satu cara mencerahkan diri.
Lima tahun akan segera berlalu dan yang diperlukan adalah semangat dan keinginan untuk terus mengalir bersama waktu merangkai kata yang bermakna bagi kehidupan.
Bagaimanapun perjalanan lima tahun di Kompasiana yang telah berlalu sungguh bermakna dan berharga. Menjelajahi dunia dengan kata dan mengenal sedemikian banyak sahabat yang hebat dari berbagai wilayah. Menjadi sahabat berbagi dan berdiskusi tentang berbagai hal. Dari maya menjadi nyata. Melahirkan tegur sapa dan canda tawa. Indah dan penuh senyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H