Memaksakan diri menulis soal politik demi tujuan mengundang banyak pembaca dan komentar hanyalah akan mendatangkan kebanggaan sesaat dan kekecewaan pada akhirnya. Bila apa yang kita harapkan tak terwujud.
Dahulu sebenarnya pernah menulis di blog khusus tentang politik. Menarik dan ramai. Ada debat yang sangat menguras energi. Awalnya sangat menggoda untuk terus menulis. Tetapi lama-lama merasa sendiri bahwa memang bukan tidak begitu paham soal politik. Sebab memang bukan bidangnya.
# Melahirkan Saling Menjelekkan
Tak dipungkiri dunia politik saat ini melahirkan dukung-dukungan antar kubu. Sikap netral memang sulit diterapkan. Apalagi pada masa pemilihan presiden dan sampai saat ini pun berlanjut. Memuji dan menjelekkan tak pernah berhenti.
Acapkali menulis pasti tentang dukungan ke satu kubu, sehingga di kolom komentar akan ada komentar-komentar tak terkendali yang saling menjelekkan. Bahkan fitnah dan caci-maki tak terhindari.
Aroma permusuhan dipertunjukkan begitu kentara, tak heran ada istilah 'lovers' dan 'haters' yang tak asing lagi bagi tokoh tertentu.
Begitulah pemandangan yang sudah umum dalam setiap tulisan politik saling menjelekkan bukan hal yang aneh lagi. Kata-kata kasar yang tertulis seperti demikian mudah diketik. Sama mudahnya membuat ludah ke dalam selokan. Apakah ini tak membuat hati gelisah?
# Debat Kusir Tiada Habis dan Menjadi Arena Permusuhan
Walau tidak semuanya, tapi dalam tulisan politik cenderung akan terjadi debat kusir. Dukung-mendukung yang akan menguras energi. Hasilnya? Kesal dan marah. Penyebabnya adalah belum dewasanya dalam berdebat.
Ujung-ujungnya yang didebatkan bukan semata opininya saja. Sebab kebanyakan berujung pada saling menyerang secara pribadi. Bukan pada pemikiran tapi kepada orangnya.
Tidak heran memang dalam setiap tulisan politik lebih sering yang terjadi adalah hadirnya dua kubu yang saling berseberangan atau bermusuhan.