Benarkah masuk ke dalam dunia politik bisa membuat orang yang tadinya baik-baik bisa berubah jadi licik dan picik untuk menggapai tujuannya? Apakah ada survei yang sudah membuktikan? Apakah sama juga menulis politik bisa menjadikan seorang penulis yang baik terjebak dalam kelicikan dan kepicikan dalam beropini?
Sebenarnya dalam kehidupan di bidang apa pun memertahankan idealisme dan integritas itu adalah hal yang sulit. Sebab tekanan, keperluan dan kepentingan harus membuat kita mengesampingkan kebaikan dan kejujuran. Ketika sudah terbiasa melakukan lama-lama menjadi kebiasaan, sehingga begitu sadar dan ada keinginan untuk berhenti akan menjadi susah sekali.
Bukan sebagai politisi yang bergelut dalam dunia politik, sebagai orang biasa pun bisa terjun ke dunia politik. Dengan menulis soal politik misalnya. Apalagi pada zaman media sosial sekarang ini, begitu mudahnya memublikasikan tulisan-tulisan. Dimana berita-berita yang berbau politik sangat menggelitik orang-orang untuk meng-klik.
Tulisan mengenai politik yang aktual pasti akan mengundang hiruk-pikuk. Terjadi perang opini. Dukung-mendukung. Pro dan kontra. Sampai debat kusir yang tiada ujungnya. Yang ada adu urat leher. Jari-jari keriting. Emosi.
Tentu saya pernah merasakan 'nikmatnya' menulis hal-hal yang berbau politik. Bagaimana tidak? Tulisan begitu mengundang banyak pengunjung. Komentar bersahutan. Diskusi panas membakar. Nama jadi terkenal karena tulisan bisa menjadi pilihan di halaman muka. Begitu menggoda dan melahirkan rasa bangga.
Mengapa pada akhirnya harus melepaskan menulis soal politik dan menulis dalam kesunyian?
Kehidupan tidak lepas daripada harus memilih apa yang harus dijalani. Terlepas baik atau tidak pilihan tersebut. Tetapi sebagai makhluk yang memiliki akal sehat tentu apa yang dipilih adalah yang terbaik. Masalah terbaik tentu akan subjektif. Sebab tergantung dari sudut mana memandangnya.
Tetap menulis soal politik atau tidak sekadar pilihan bukan hanya soal baik atau tidak baik. Yang tidak menulis soal politik belum tentu lebih baik dari yang menulis tentang politik. Semua adalah pilihan.
Beberapa pertimbangan adalah karena : memang bukan bidangnya; menjadi ajang saling menjelekkan, arena debat kusir; menimbulkan aroma permusuhan. Yang semua berujung pada ketidaknyaman. Walau semua yang ada merupakan hal yang biasa dalam kehidupan ini yang semestinya dapat diterima apa adanya.
# Bukan Bidangnya
Pada akhirnya kita harus jujur untuk berani mengakui bila sesuatu yang dipilih tidak sesuai dengan suara hati, maka akan menimbulkan rasa ketidnyamanan. Apa yang dilakukan hanya akan mendatangkan kegelisahan di atas kebanggaan yang ada.
Memaksakan diri menulis soal politik demi tujuan mengundang banyak pembaca dan komentar hanyalah akan mendatangkan kebanggaan sesaat dan kekecewaan pada akhirnya. Bila apa yang kita harapkan tak terwujud.
Dahulu sebenarnya pernah menulis di blog khusus tentang politik. Menarik dan ramai. Ada debat yang sangat menguras energi. Awalnya sangat menggoda untuk terus menulis. Tetapi lama-lama merasa sendiri bahwa memang bukan tidak begitu paham soal politik. Sebab memang bukan bidangnya.
# Melahirkan Saling Menjelekkan
Tak dipungkiri dunia politik saat ini melahirkan dukung-dukungan antar kubu. Sikap netral memang sulit diterapkan. Apalagi pada masa pemilihan presiden dan sampai saat ini pun berlanjut. Memuji dan menjelekkan tak pernah berhenti.
Acapkali menulis pasti tentang dukungan ke satu kubu, sehingga di kolom komentar akan ada komentar-komentar tak terkendali yang saling menjelekkan. Bahkan fitnah dan caci-maki tak terhindari.
Aroma permusuhan dipertunjukkan begitu kentara, tak heran ada istilah 'lovers' dan 'haters' yang tak asing lagi bagi tokoh tertentu.
Begitulah pemandangan yang sudah umum dalam setiap tulisan politik saling menjelekkan bukan hal yang aneh lagi. Kata-kata kasar yang tertulis seperti demikian mudah diketik. Sama mudahnya membuat ludah ke dalam selokan. Apakah ini tak membuat hati gelisah?
# Debat Kusir Tiada Habis dan Menjadi Arena Permusuhan
Walau tidak semuanya, tapi dalam tulisan politik cenderung akan terjadi debat kusir. Dukung-mendukung yang akan menguras energi. Hasilnya? Kesal dan marah. Penyebabnya adalah belum dewasanya dalam berdebat.
Ujung-ujungnya yang didebatkan bukan semata opininya saja. Sebab kebanyakan berujung pada saling menyerang secara pribadi. Bukan pada pemikiran tapi kepada orangnya.
Tidak heran memang dalam setiap tulisan politik lebih sering yang terjadi adalah hadirnya dua kubu yang saling berseberangan atau bermusuhan.
Entah lucu atau tidak, perbedaan pendebat bisa menyebabkan permusuhan dan pemutusan hubungan pertemanan. Entah ini hanya terjadi di media sosial atau berimbas juga pada dunia nyata.
Sejatinya perbedaan pendapat membuat hidup ini lebih berwarna dan saling menghargai. Karena adanya perbedaan sudut pandang terhadap satu masalah _khususnya masalah politik_ akan memerkaya sudut pandang kita. Kapankah kita akan sampai tahap ini?
katedrarajawen@pembelajarandarisebuahperistiwa
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI