Mohon tunggu...
Katateje
Katateje Mohon Tunggu... Pramusaji - Buruh Harian

Kerja, Nulis, Motret

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Once Upon A Cup of Coffee with Love

31 Juli 2023   03:36 Diperbarui: 31 Juli 2023   06:15 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Mas ganteng kutu buku kutu kupret ayo pulang!" teriaknya.
            "Hei, tikus kecil bicara seenak nenekmu!' gerutuku sambil berdiri menuju mobil yang aku parkir.

            Aku lajukan mobilku meninggalkan kafe dengan menyusuri jalan kota yang masih basah di dera hujan seharian. Bayanganku tidak karuan, karena ulah Mariska ini. Tujuanku dekat dengan dia sebenarnya untuk adikku, tetapi malahan aku yang di buat permainannya. Apa yang salah dengan diriku ini, usiaku tak lagi muda. Padahal Mariska itu pantasnya jadi adikku paling kecil, yang masih kuliah. Tetapi perjalanan hidup terkadang memang tidak ada yang tahu. Jadi, apa yang di kasih Tuhan nikmati saja dan di syukuri. Karena di sisi lain karirku dalam bekerja pantas untuk di andalkan. Kalaupun hanya menghidupi keluarga nanti aku mampu. Tapi tidak boleh sombong jadi manusia, tetap harus ingat tentang jerih payah dan usaha yang melingkarinya.

            "Kau geli mendengar kata "tikus" tadi, kesal, marah!"
            "Aku akan ralat ucapan itu."
            "Tenang saja Mas Eko, Mariska tidak marah."
            "Nah, gitu dong ternyata kamu juga bisa berkata pelan dan lembut." Kataku sambil tertawa kecil sambil sedikit melirik.
           "Eeee...mulai nakal ya melirikku dengan rok yang aku pakai." Katanya sambil bergegas merapikan roknya.

            Sebenarnya aku gugup jalan sama Mariska, karena aku menyadari bahwa dia tidak seusiaku. Menjaga dirinya biar tidak dipandang sebelah mata sama orang lain. Karena sangat jarang seorang perempuan bekerja sebagai barista  di kota ini. Dalam perjalanan kita bercerita apa saja. Tentang pekerjaan masing-masing, hingga cita-citanya nanti.

            "Mas, kita berhenti di taman kota ya."
            "Habis hujan seperti ini romantis deh, kita duduk-duduk disana sambil ngobrol."
            "Mariska ini sudah malam, waktunya kamu harus istirahat besok waktunya kerja lagi," kataku.
            "Mas Eko kalau kembali kerumah apa yang dikerjakan, istri saja juga belum punya kok pulang cepet." Gerutunya.
            "Eeee...barbie centil ini di kasih tahu malah ngelunjak kemana-mana."
            "Kamu besok kan masih kerja lagi?" kataku lagi.
            "Mariska ambil cuti, pingin healing, seperti orang-orang."

            Karena menuruti gadis kecil itu, akhirnya aku menuju taman kota. Memang disana nampak ramai, muda-mudi duduk sambil menikmati suasana kota. Juga tidak sedikit keluarga-keluarga muda berjalan memutari taman. Tempat ini juga di penuhi dengan penjual berbagai macam dagangan. Aku parkirkan mobilku di ujung patung Srikandi, yang jadi ikon kota ini. Padahal Kudus tidak ada hubungannya dengan Srikandi. Seorang pemanah perempuan dalam dunia wayang yang bisa mengalahkan Arjuna.

            Aku dan Mariska duduk di meja milik penjual siomay. Daripada bengong aku beli siomay untuk mengganjal perut biar tidak kembung. Sesekali tertawa karena obrolan kami berdua. Seperti pasangan muda-mudi yang lagi di mabuk cinta. Sebenarnya secara tersirat aku takluk dengan barbie centil yang seorang barista. 

Padahal kalau aku dengar, banyak orang yang kan mendekati dirinya. Mariska sendiri sebenarnya bukan seorang yang sembarangan. Dia seorang sarjana lulusan universitas terkenal. Orang tuanya juga termasuk yang berada. Hanya saja dia ingin menikmati jerih payahnya sendiri dengan kemampuan yang dimilikinya, hingga jauh meninggalkan kota kelahirannya di Malang.

            Selain seorang barista dia juga mengajar les balet di Kudus. Cita-citanya dia ingin punya sanggar balet sendiri. Menjadi barista karena kegemarannya dan kesukaan dia terhadap aroma kopi dan seduhannya.

            "Mas Eko, apa pandangan mas tentang cinta."
            "Kenapa kamu bertanya tentang itu?"
            "Lha iya aku tanya, karena Mas Eko sampai sekarang belum punya istri, apa tidak punya cinta!" kata-katanya begitu keras dan menohok.

Aku terdiam sejenak, karena aku di buat bingung dengan urusan cinta-cintaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun