Mohon tunggu...
Katateje
Katateje Mohon Tunggu... Pramusaji - Buruh Harian

Kerja, Nulis, Motret

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Once Upon A Cup of Coffee with Love

31 Juli 2023   03:36 Diperbarui: 31 Juli 2023   06:15 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Hai, mas ganteng kenapa sendirian terus."kata Mariska nampak bergairah.

            Sambil aku menata tempat dudukku di meja bar. Aku memang terbiasa duduk dimeja bar kalau Mariska bekerja. Sebenarnya aku mau menjodohkan Mariska dengan ponakanku Nino. Namun tampaknya Mariska tidak tertarik dengan Nino, katanya kalau ngobrol terlalu garing.

            "Bagaimana, Nino sudah kirim kabar sama kamu?" tanyaku.

            "Mariska tidak ingin kabarnya Kinoi, Mariska ingin kabar mas ganteng depanku ini aja?" sambil terus menarikan porta mesin kopi karena ada pelanggan yang pesan. Kinoi adalah sebutan nama yang di dematkan Mariska terhadap Nino.

Modyar aku dalam bathinku. Anak ini 21 tahun tapi kalau godain aku buat aku blingsatan. Padahal aku sendiri sudah nyaris kepala empat, tapi masih sendiri saja. Aku belum tahu kapan bisa ketemu jodohnya.

            "Mariska, kamu jangan seperti itu, Nino menunggu jawabanmu."
            "Mas ganteng, kalau ngomongin Kinoi disini tak cium lho?"
            "Heh...cium itu mesin espressomu," kataku.
            "Gak ah, mesinnya panas. Mariska ingin yang hangat-hangat dan lembut aja." Katanya sambil bibirnya menari seksi.

Aku jadi kebingungan sendiri menghadapi bocah satu ini. Di luar di balik pintu kafe hujan sudah berganti gerimis. Suasana kafe cukup ramai, karena hari Sabtu pekan terakhir di bulan ini. Banyak sekali anak-anak muda menghabiskan malam ini, seolah hidup hanya milik mereka berdua. Bergandengan tangan saat masuk di kafe.

            Dalam hatiku, hai bocah hidup itu rumit. Jangan ketawa sekarang, nanti kalau sudah banyak kebutuhan baru ngehek. Tetapi tidak bisa di pungkiri, saat ini banyak yang berpikir senangnya dulu, Urusan nikah nanti aja mungkin dalam pikirannya seperti itu. Begitu juga dengan diriku, masih sibuk dengan kerja dan kesendirian belum nikah juga.

            "Mas ganteng, pulangnya nanti aja ya nunggu kafe tutup." Katanya.
            "Hai, barbie centil, ngapain aku pulang nunggu kafe tutup.
            "Mariska pulangnya mau diantar mas ganteng."
            "Gila kamu ya, pulang nebeng aku?"
            "Nanti di kira kamu jadi simpananku."
            "Ha...ha....ha...tidak usah repot jadi simpanan, biar mas ganteng aja yang aku simpan nanti."
            "Sudah, mas ganteng duduk di meja payung luar dulu, aku mau membersihkan ruangan bar, karena dua puluh menit lagi sudah mau closing, jadi ruangan harus clear and clean."katanya.

Aku seperti kerbau dicocok hidungnya, yang akhirnya menuruti saja apa kata barbie centil itu. Aku sebenarnya sedikit protes, kenapa datang ke kafe hampir jam delapan malam. Bukankah satu jam lagi sudah tutup. Seolah aku terjebak dalam permainannya dan tak kuasa menolaknya.

            Sebenarnya aku amat senang jika mengunjungi kafe ini. Selain suasananya cukup nyaman, pengunjungnya juga beragam. Lagi pula karyawan di kafe ini  familier dan hampir semua enak di ajak ngobrol. Sambil menunggu Mariska selesai dengan keriuhan cangkir dan alat-alat kopi, aku bermain dengan gadgetku. Tanpa terasa didepanku sudah berdiri perempuan kecil tinggi, rambut terurai yang di balut dengan blazer dan rok hitam sebatas pangkal pahanya. Dia memang beda jika tidak memakai appron kerjanya. Bisa di adu juga ini dengan sekretaris kantor, dalam bathinku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun