Dapat dilihat dari kedua tokoh dalam film “The Perks of Being a Wallflower” dan film “27 Steps of May” yang membatasi diri mereka dengan kegiatan di luar atau melibatkan banyak orang. Ini dapat dikatakan sebagai bagian dari “Ego” mereka.
Charlie yang menghabiskan waktunya di rumah rehabilitasi gangguan kejiwaan menganggap bahwa ia tidak layak untuk berteman dengan siapapun. Ia hanya berbicara dengan keluarga intinya selama musim panas dan juga menulis buku harian.
Kambuhnya Gangguan PTSD
Selama berjalannya waktu, kedua tokoh dalam film diceritakan mengalami rangsangan yang membuat gangguan PTSD mereka kambuh. Ini dapat masuk dalam kategori “Id”, di mana jiwa mereka mencari cara dalam bertahan hidup.
Charlie yang masih terbayang akan masa lalunya, ia akan merasa gugup dan gemetar seluruh tubuh. Selain itu, ia juga mulai berpikiran ke arah suicidal karena terbayang akan kejadian di masa lalu.
Bebas dari PTSD
Bagian terakhir berbicara mengenai “Superego” atau bagaimana menentukan hal yang baik dan buruk. Hal ini bisa dilihat dari akhir film yang bahagia untuk masing-masing tokoh.
Tokoh Charlie yang sempat masuk ke rumah sakit jiwa lagi namun sudah dinilai sembuh oleh Dokter yang selama ini menanganinya. Juga Charlie yang sudah bisa membuka dirinya kepada orang lain selain keluarga, yaitu teman-teman geng “Wallflower”.
Akhir bahagia juga ada di pihak May, ia pelan-pelan mulai merasakan perubahan yang lebih baik. Dibantu oleh pesulap yang ada di ruangan lain dan hanya bisa dilihat dari lubang di tembok kamar May. Setelah 8 tahun, May akhirnya bisa keluar dan berjalan-jalan keluar rumah dengan senyum tinggal di wajahnya.