Oleh: Katarina Alviani Mbaki
Eksistensi perempuan di masa saat ini bukanlah hal yang dilirik sebelah mata saja oleh masyarakat secara domestik maupun global. Kedudukan kaum Hawa saat ini tak lagi termarginalisasi oleh pemikiran bahwa kaum Adam memiliki previllage lebih dalam tatanan sosial dan budaya.Â
Pemahaman gender bukan lagi hanya sekedar perbedaan seksualitas sekeder "perempuan atau laki-laki" melainkan lebih dari itu. Di abad ke 21 ini, mari kita lihat lebih jauh bagaimana kedudukan perempuan di era budaya populer.
Keberadaan Perempuan dalam  Konsep Gender
Konsep gender dikonstruksi berdasarkan peran laki-laki dan perempuan dalamnya kehidupan sosial. Konstruksi peran ini dibangun oleh masyarakat dengan menciptakan pandangan bagaimana laki laki  dan perempuan seharusnya.Â
Contohnya adalah pemahaman bahwa perempuan adalah  mereka yang melakukan kegiatan domestik (pekerjaan dalam rumah tangga) sedangkan yang laki laki adalah mereka yang melakukan pekerjaan publik (berperan dalam bidang politik). Â
Jadi peran ini dikategorikan sebagai peran hierarkis  atau peran yang memiliki kedudukan lebih tinggi dan lebih rendah. Peran Publik dikatakan sebagai peran full powerful dan peran domestik dikenal sebagai peran  yang less powerfull. Eksistensi konsep dan norma gender dibentuk melalui 3 pola pikir masyarakat.Â
Pertama adalah adanya normalisasi terhadap maskulinitas dan feminitas hegemonik di mana masyarakat mulai menentukan standarisasi perempuan dan laki laki ideal baik dalam berbagai aspek lalu kemudian di normalisasikan dalam kehidupan sosial. Kedua adalah proses biologisme, di mana  masyarakat memahami tentang peran yang dimiliki oleh perempuan dan laki laki itu sudah sudah melekat dalam diri. Â
Ketiga adalah naturalisasi di mana peran yang dibangun tersebut seolah olah bersifat alamiah. Contoh perempuan mengurus anak dan rumah, sedangkan laki-laki mencari nafkah.
Sehingga kemudian muncul ideologi patriarki yang menganggap bahwa  laki laki adalah orang yang seharusnya memiliki kontrol atau kuasa atas proses sosial dan politik. Laki laki memiliki hak wewenang untuk mengambil keputusan atas kebijakan maupun aturan tertentu.Â
Bahkan ini pun berlaku dari generasi ke generasi. Sedangkan perempuan tidak punya hak untuk melakukan peran tersebut. Selain ideologi patriarki, muncul juga istilah heteronormativitas. Istilah ini mendeskripsikan kondisi sosial yang pada umumnya hanya bisa menerima hubungan antar lawan jenis "laki-laki dan perempuan" sedangkan kasus penyimpangan seksual (LGBT) merupakan hal yang tabu di terima oleh masyarakat.
Namun,  pemahaman sosial terkait  peran perempuan dan laki laki dapat berubah yang dipengaruhi oleh konteks tempat, waktu dan sosial---budaya. Saat ini banyak perempuan juga yang berperan dalam urusan publik tidak hanya domestik. Contohnya adalah menjadi akademis, politisi, artis dan berbagai profesi publik lainnya.Â
Selain itu , masyarakat juga sudah mulai menyadari bahwa peran domestik yang dilakukan oleh perempuan tidak kalah penting dengan peran publik. Tanpa adanya  peran domestik maka proses kehidupan sosial juga tidak seimbang.Â
Dalam budaya popular saat ini, perempuan juga banyak memproduksi pengetahuan yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat.  Keberadaan peran perempuan juga dipertimbangkan dari rejim gender atau aturan dalam gender yang tidak bisa ditolak.  Contoh rejim gender adalah aturan  terkait bagaimana perempuan seharusnya dari aspek agama, media, dan politik.
Perempuan dan Media
Konseptualisasi dan kontekstualisasi keberadaan media merupakan  sebuah institusi yang memproduksikan dan mendistribusi pengetahuan dan informasi secara cepat, berkala, sederhana dan instan. Â
Media yang digunakan juga ada yang bersifat meanstream artinya bahwa media akan menyediakan informasi sesuai dengan trend (pro current trends) dan media tradisional yang juga mengangkat berita yang dimarginalkan oleh masyarakat.Â
Kekuatan media dapat dilihat bagaimana  media tersebut mempengaruhi konsumen. Contoh media dalam bentuk iklan. Media dalam budaya  populer, jika dikaitkan dengan keberadaan perempuan dalam sosial dideskripsikan  melalui iklan. Contoh: Iklan " Stop kekerasan kekerasan seksual pada perempuan",  iklan memberi pemahaman bahwa perempuan  adalah korban kekerasan seksual.Â
Atau contoh lainnya adalah trend kompetisi kecantikan  atau acara "beauty pageant" yang disediakan oleh media TV, menampilkan bagaimana perempuan juga punya power dalam tatanan sosial secara domestik maupun global.  Selain itu, sering  kita jumpai trend iklan 'skin care', 'cosmetic', dan jenis produk lainnya  lebih menampilkan wanita sebagai model/bintang iklan dari pada laki-laki. Hal ini menggambarkan bahwa target atau sasaran  pasar yang paling dominan adalah perempuan.
Di era saat ini, struktur dan manajemen produksi dan informasi  atau yang sering dikenal dengan politik informasi yang tidak berpaku pada  patriarki. Artinya saat ini, banyak penyedia berita adalah perempuan bukan hanya laki-laki, bahkan sudah menyediakan ruang agar suara perempuan juga di dengarkan.Â
Sekarang berita tentang perempuan, kehebatan perempuan dan prestasi akademis dan non akademis sudah meraja lela di dunia pertelevisian, dan media berita lainnya.Â
Contohnya saja, berita tentang kejuaraan  tim badminton ganda Putri yaitu  Greysia Polli dan Aprilia Rahayu di olimpiade Tokyo 2020, di mana mereka meraih Emas dalam olimpiade tersebut sehingga berita ini pun membanjiri di tanah air.Â
Selain itu, media saat ini secara terang-terangan mengangkat berita tentang kesetaraan gender untuk dikonsumsi oleh banyak orang. Artinya bahwa media di sini menjadi alat dan ruang bagaimana kehadiran perempuan direpresentasikan.
Perempuan dan Ketimpangan Akses Terhadap Informasi
Di poin ini, mari melihat bagaimana perempuan diwakili dalam budaya popular dari aspek literasi. Hal yang dipertimbangkan dari beberapa  hal  seperti seberapa besar tingkat baca perempuan jika dibandingkan dengan laki laki? Apa yang biasa di baca atau di tonton oleh perempuan? Bagaimana perempuan pada umumnya menggunakan internet?  Berdasarkan data BPS, kemampuan literasi perempuan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki.Â
Selain itu, data di BPS juga menunjukkan bahwa kemampuan literasi perempuan pada kawasan kota lebih tinggi dibandingkan di pedesaan. Hal ini juga disebabkan karena adanya akses terbatas di kawasan pedesaan untuk mengakses produk literasi," kata Ifa Puspasari PhD, Dosen Teknik Kimia FTI UII, dalam webinar dengan topik Promoting Women in Science, Selasa (15/9/2020).
Selain itu, yang biasa di baca oleh perempuan juga tentunya berbeda dengan apa yang biasa di baca oleh laki-laki. Perempuan cenderung membaca novel, majalah tentang fashion, kecantikan dan topik topik feminisme lainnya. Mereka juga sering membaca buku resep memasak atau buku tutorial make-up. Â
Selain itu yang biasa ditonton oleh perempuan juga berbeda dari apa yang biasa ditonton oleh laki-laki. Perempuan cenderung menonton acara masak-masak. Acara fashion. K- Drama, tutorial memasak, sinetron. Sedangkan laki-laki biasanya menonton acara berita, pertandingan berbau sport seperti sepak bola, balapan dll.
Perempuan dalam Narasi Seksis dan Bias Gender
 Isu perempuan dalam kehidupan sosial bisa dikatakan sebagai isu yang bukan "marketable" atau di golongkan sebagai isu marjinal dalam masyarakat. Berita KDRT dan kekerasan seksual juga masih menjadi berita ringan di tengah masyarakat. Bahkan saat in, masih ada pandangan untuk menyalahkan perempuan ketika terjadi pelecehan seksual dengan mengonsumsi banyak opini yang menyudutkan perempuan itu sendiri. Contohnya adalah " mungkin bajumu terlalu seksi", "makanya jangan jalan malam-malam", "makanya jangan berteman dengan teman cowok".Â
Komentar-komentar seperti ini menunjukkan seolah-olah  perempuan yang adalah korban merupakan yang bersalah. Negara dan Lembaga kemasyarakatan sering kali mengedukasi perempuan untuk menjaga diri, namun jarang memberikan edukasi mental kepada orang-orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual. Masalah- masalah yang dihadapi perempuan dalam kehidupan sosial masih menjadi nomor dua.Â
Sejarah atau pencapaian perempuan akan dipublikasikan apabila melakukan hal yang seharusnya dilakukan perempuan, atau dianggap bernilai ketika melakukan peran "maskulin". Contohnya adalah presiden perempuan pertama di Indonesia, Ibu Megawati  Soekarnoputri, atau tokoh tokoh perempuan  yang berperan sebagai menteri di Indonesia dan tokoh perempuan lainnya yang mempunya ruang di sektor politik.
Selain itu, ada juga politik Bahasa yang mempengaruhi cara pandang kita terhadap gender khususnya perempuan. Contohnya adalah adanya diksi yang bias gender seperti perempuan genit, seksi dan menolak patuh. Kasus gender tradisionalisme masih marak terjadi di mana masih banyak pandangan bahwa perempuan sebagai pelayan seks. Yang di soroti adalah perempuan sebagai pelayan seks bukan laki-laki yang mendatangi pelayan tersebut. Â Politik Bahasa inilah yang membentuk stereotip masyarakat akan perempuan.Â
Dari beberapa aspek tersebut bagaimana perempuan di wakilkan di budaya popular, kita dapat semakin memahami bahwa isu gender atau isu feminisme bukanlah isu biasa melainkan isu yang sangat penting. Keberadaan perempuan bukan lagi hal yang hanya dilirik sebelah mata namun kita perlu membuka mata dan peka terhadap masalah-masalah yang di hadapi perempuan. Oleh karena itu, peran media di sini sangat dibutuhkan untuk mewakili keberadaan perempuan  yang seharusnya, keberadaan perempuan yang sama dengan laki laki (kesetaraan gender). (24 Mei 2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H