Kedua, tindakan hukum. Selama ini tindakan hukum yang tegas hanya mengarah kepada para penyebar hoaks tetapi tidak kepada pemesan (para elit) yang memesan isu hoaks dan buzzer, sebagaimana sudah saya bahas di atas.
Ketiga, cermat, teliti dan hati-hati. Cermati situs atau website, teliti kebenaran fakta dan foto/gambar pada sumber yang asli, berhati-hatilah membaca berita yang berjudul bombastis apalagi bermuatan provokatif serta jangan asal share informasi atau berita yang didapatkan.
Keempat, nalar kritis. Nalar kritis harus tetap menyala dalam membaca informasi atau berita dari berbagai media. Artinya, rasio kita jangan sampai terbawa arus informasi atau berita hingga yang tersisa hanya emosi.
Selama manusia berpikiran waras, tentu ada metode kampanye digital yang baik dan benar untuk mempengaruhi pemilih saat kampanye.Â
Artinya, jalan tersebut bukan jalan pintas dengan cara menebar hoaks yang bermuatan kebohongan, kebencian dan fitnah terhadap lawan politiknya.Â
Misalnya, dengan sentuhan kreatifitas, membuat konten video atau musik yang mengajak masyarakat memilih pasangan calon tertentu dengan menunjukkan prestasi, reputasi, pengalaman, visi, misi, menghindari SARA dan alasan rasional lainnya agar masyarakat terlatih nalarnya dalam berdemokrasi serta mengajak masyarakat agar jangan golput.Â
Kampanye digital seperti itulah juga menjadi solusi kampanye di masa adaptasi kebiasaan baru untuk menghindari kerumunan massa.
Terakhir, Penulis ingin mengajak kita semua untuk berkontribusi kepada bangsa dan negara dengan mensukseskan Pilkada Serentak 2020.
Mengingat Pilkada adalah momentum kita sebagai sebuah bangsa untuk bangkit, gotong royong dengan solidaritas persaudaraan yang tinggi untuk melawan Covid-19 dan dampak sosial ekonominya.
Jika Pilkada sukses, sehat, demokratis dan aman Covid-19, tentu saja bangsa kita akan rebound menekan angka penyebaran Covid-19 dan ekonomi segerah pulih.
Mengingat Pilkada diikuti 270 daerah yang mencakup partisipasi sekitar 105 juta pemilih atau hampir setengah penduduk Indonesia.