Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Fenomena Paslon Tunggal yang Meningkat

1 November 2020   08:39 Diperbarui: 1 November 2020   08:45 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, hilangkan aturan mengenai ambang batas parlemen minimal 20% dari anggota DPRD dan 25% dari akumulasi suara sah saat pileg didaerah bersangkutan. 

Ketiga, mengaktifkan (kembali) fungsi kaderisasi yang ada didalam parpol dan mengutamakan kader sendiri untuk maju saat pilkada. Keempat, hilangkan mahar politik. 

Mahar politik yang begitu besar jumlahnya akan mengakibatkan seseorang yang terpilih menjadi pemimpin daerah akan "terpaksa" melakukan tindak pidana korupsi untuk menutupi hutangnya. 

Kelima, revisi UU No.10 tahun 2016. UU tersebut digunakan paslon tunggal sebagai payung hukum. Paslon harus lebih dari satu paslon yakni minimal dua paslon.

Yang jelas, dalam Pilkada di tengah pandemi yang terjadi saat ini selain tetap disiplin menjalani protokol juga harus tetap sesuai dengan kaidah demokrasi. Agar tagline Pilkada Sehat dan demokratis bukan hanya sekadar jargon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun