Faktanya meski dalam suasana pandemi, masifitas kerumunan massa tak dapat dihindari. Misalnya saat ini marak terjadi aksi demonstrasi yang melibatkan ribuan orang yang sebenarnya amat potensial menambah klaster penyebaran dan peningkatan Covid-19.Â
Di pelbagai daerah tak dapat dibendung ribuan massa bergumul melakukan aksi demontrasi menolak Omnibus Ciptaker yang menimbulkan resistensi dan api perlawanan dari rakyat.Â
Tentu kerumunan massa aksi demonstrasi tersebut bisa dipastikan tidak mengikuti prosedur protokol kesehatan.Â
Bisa dibayangkan jika itu terus berlanjut sudah pasti jauh lebih berbahaya dibanding perhelatan pilkada yang menjunjung tinggi disiplin dan taat aturan protokol kesehatan, apalagi selama proses pesta rakyat tersebut berlangsung diharuskan mengikuti aturan main yang tertuang dalam PKPU, seperti mekanisme kampanye terbuka telah diganti dengan model daring.Â
Artinya, bila muncul desakan penundaan pilkada yang digaungkan sejumlah pihak termasuk dua ormas Islam, yaitu NU dan Muhammadiyah tak dapat diterima menurut akal sehat.
Akal sehat mengatakan bahwa argumen dan alasan menunda pilkada tidak rasional bahkan tidak berbanding lurus dengan realitas di lapangan.Â
Dengan demikian, tidak tepat bila dikatakan bahwa menggelar pilkada di tengah suasana pandemi corona potensial menambah klaster penyebaran virus corona karena melibatkan banyak orang, padahal kerumunan massa justru tak dapat dihindari sekalipun tidak dalam kondisi menggelar pilkada, bahkan kerumunan massa dalam aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja jauh lebih massif dan tak bisa dikontrol pergerakannya.Â
Demikian juga kerumunan massa yang terjadi di Pasar. Pada titik inilah, sejatinya desakan penundaan pilkada sebaiknya disertai tawaran solusi atau jalan tengah, tidak cukup berteriak mendesak pemerintah menunda pesta rakyat itu.
Momentum Adu Gagasan
Sebagai ritus politik, pilkada adalah sarana trasformasi nilai-nilai demokrasi sekaligus wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat.Â
Karena itu, partisipasi rakyat dalam pilkada adalah keniscayaan. Itu sekaligus jadi paramiter keberhasilan sebuah kompetisi politik. Keberhasilan pilkada di tengah pandemi setidaknya ditentukan oleh dua hal, pertama meningkatnya partisipasi pemilih, kedua tidak diwarnai narasi hoaxs dan SARA, ketiga berhasil mencegah claster penyebaran pandemi virus corona.Â