Tentunya, terobosan demikian adalah hal yang paling ditunggu-tunggu publik.
Menurut hemat saya, Pilkada bukan sekadar urusan administratif yang digelar lima tahun sekali, namun Pilkada merupakan instrument penting lahirnya seorang pemimpin yang dipilih langsung berdasarkan selera rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.Â
Hal itu yang mampu membentuk kedewasaan, dan kematangan politik rakyat untuk memilih pemimpin.
Oleh karena itu, pada konteks politik, Presiden Joko Widodo punya keyakinan besar tentang spirit keamanan menjelang Pilkada 2020.Â
Ia secara lugas mengatakan, bahwa penyelenggara Pilkada harus tetap dilakukan, tidak bisa menunggu sampai Pandemi berakhir. Karena tidak tahu, dan negara mana pun tidak tahu kapan Pandemi ini berakhir.
Statement politik tersebut menunjukkan karakter kepemimpinan Joko Widodo adalah pemimpin yang betul-betul demokratis, dan optimis.Â
Presiden ketujuh di Republik ini yang juga lahir dari rahim sebuah sistem Pemilu bernama Pilkada tersebut mencoba melempar sinyal politik yang membuat logika publik bertumbuh kesadaran yang utuh bahwa Pilkada haruslah tetap terlaksana tertib, meskipun kita menghadapi bencana non alam seperti pandemi sekalipun.
Dalam pidato politik Abraham Linncoln di Gettysburg dalam buku Valina Singka Subekti (Dinamika Konsolidasi Demokrasi: 2015), demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.Â
Demikian pula pendiri bangsa Indonesia yang meyakini demokrasi sebagai pilihan terbaik sebagaimana pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil perubahan ketiga, bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat.
Artinya, Pilkada sebagai implementasi roda sistem demokrasi menghasilkan pemimpin rakyat, sehingga putusannya yang didasarkan kepada kaidah demokrasi sebagai manifestasi aktualisasi dari seluruh kebijakan yang ada terkait penuntasan virus corona.Â
Untuk itu, anjuran pemerintah kali ini haruslah mendorong pikiran rakyat (nalar) berpikir optimis.