Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Belajar dari Jiran, Pilkada Aman Covid-19

22 September 2020   20:37 Diperbarui: 22 September 2020   21:21 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Adam/katapublik

Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tetap akan digelar pada 9 Desember 2020, meski awan pandemi Covid-19 diprediksi masih pekat. Pelaksanaan pilkada merupakan keniscayaan, di antaranya, karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus melaksanakan peraturan yang berlaku. Memang banyak pendapat yang meminta agar pelaksanaan pesta demokrasi bagi 270 wilayah itu ditunda. Pasalnya ada kekhawatiran bakal menimbulkan klaster Covid-19 baru yaitu klaster pilkada.

Namun hingga kini, tidak ada satupun pihak, termasuk ahli pandemi atau negara yang punya fasilitas dan teknologi kesehatan yang sangat baik seperti Belanda, Inggris, Swiss, Jerman, Jepang, maupun Singapura, yang mampu memberikan jaminan kapan pandemi akan berakhir.  Kondisi serupa juga dilontarkan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Thedros Adhanom pada Juni lalu.

"Kita semua ingin ini berakhir. Kita semua ingin melanjutkan hidup kita. Tapi kenyataan pahitnya adalah situasi buruk ini belum akan berakhir," tandasnya, terkait pandemi Covid-19 pada briefing virtual, pengujung Juni lalu.

Akibat pandemi, perhelatan seperti Olimpiade Musim Panas XXXII yang sedianya dilaksanakan di Tokyo pada 24 Juli--9 Agustus 2020 juga harus diundur menjadi 23 Juli--8 Agustus 2021 atau mundur setahun dari jadwal semula. 

Penundaan acara penting olahraga dunia ini juga tak lepas dari ketidakpastian kapan pandemi akan mereda. Sebanyak 140 negara yang akan berpartisipasi menerima penundaan tersebut dan Jepang sebagai tuan rumah tetap melakukan berbagai persiapan Olimpiade tahun depan.    

Situasi global itu setali tiga uang dengan situasi di negara kita, yakni terkait pilkada. Kita menggeser jadwal pilkada, dari semula dijadwalkan pada September menjadi Desember, dengan tetap melaksanakan dengan protokol kesehatan secara ketat. Bahkan KPU Pusat selalu menekankan pada KPU daerah untuk memperhatikan protokol kesehatan dalam mempersiapkan perhelatan itu.    

"Penyelenggaraan pilkada harus tetap dilaksanakan dan tidak bisa menunggu sampai pandemi berakhir, karena kita memang tidak tahu dan negara manapun tidak ada yang tahu kapan pandemi ini berakhir," kata Presiden Joko Widodo, Selasa (8/9/2020). Lebih lanjut Presiden menegaskan bahwa penyelenggaraan pilkada harus dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menerapkan jarak sosial.

Itulah sebabnya, baik KPU dan beberapa pemangku kepentingan, seperti Polri, kini bekerja keras untuk senantiasa mengingatkan masyarakat agar melaksanakan 3 M. Hal itu demi bisa melaksanakan pilkada tampa menimbulkan klaster baru.

Potret Negeri Jiran

Jika Indonesia akhirnya memutuskan untuk menggeser jadwal pelaksanaan pilkada serentak 2020 ke 9 Desember, bagaimana dengan agenda penyelenggaraan pemilu di negara lain?

Indonesia memang bukan satu-satunya negara yang terpaksa mengagendakan ulang pelaksanaan hajatan politik akbar akibat pandemi. Institute for Democracy ad Electoral Assistance  (IDEA) per 23 April 2020 mencatat, sebanyak 51 negara bahkan menunda pemilunya. Dan dari jumlah itu, 17 di antaranya merupakan pemilu tingkat nasional.

Walau begitu, ada delapan negara yang tetap menyelenggarakan pemilu di tengah dampak pandemi, di antaranya di Asia adalah Myanmar, Singapura, dan Korea Selatan. Myanmar akan melakukan pemilu pada 8 November 2020 dan minggu-minggu ini tengah dilakukan tahapan kampanye. Pemilu kali ini penting bagi Myanmar karena menjadi pemilu pertama yang diselenggarakan oleh pemerintahan sipil setelah selama lebih dari enam dekade dikuasai oleh junta militer.  

Negara lain adalah Singapura yang baru usai melaksanakan pemilu di tengah pandemi, pada 10 Juli 2020, dan berlangsung sukses. Pemilu yang memilih kursi di parlemen Singapura itu dimenangkan oleh Partai Aksi Rakyat (PAP) di mana PM Lee Hsien Loong, bergabung.  

Saat pemilu di Singapura berlangsung, pandemi mulai meluas di negara-negara Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Warga Singapura pun mengikuti tahapan pemilu dengan tertib dan mengacu pada protokol kesehatan, antara lain, dengan memakai masker dan menjaga jarak selama mengantri.

Korea Selatan juga menyelenggarakan pemilu pada 15 April lalu. Pemilu di negeri Ginseng itu berlangsung aman dan sukses. Dengan 10 ribu lebih orang positif Covid-19, otoritas Korsel mengaku, mencapai partisipasi pemilu terbaik sejak 1992. 

Kesuksesan Korsel melakukan pemilu di tengah pandemi, antara lain, karena sistem pemilu yang baik, penanganan Covid-19 yang sigap, dan kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara. Kepatuhan masyarakat  pada protokol kesehatan adalah kunci sukses pemilu Korea selatan.

Bertolak dari itu semua, kita berharap, pengalaman negara-negara tetangga itu bisa menjadi referensi kita menuju Pilkada 2020 pada Desember depan. Bagaimanapun pilkada tetap dilaksanakan dan akan sukses serta aman jika kita mengindahkan protokol kesehatan.

Saat ini sebagai warga negara yang baik, tugas kita mendukung Pemerintah menunaikan kewajibannya untuk memenuhi hak asasi warganya yang diatur dalam Konstitusi: merayakan demokrasi.

Pilkada sebagai pesta demokrasi lokal merupakan hajat politik yang strategis dalam menentukan arah pembangunan dan kesejahteraan masyarakat ke depan. Dalam kondisi pandemi seperti ini, warga berhak memilih pemimpinnya yang bisa menangani Covid-19 dan dampak sosial ekonominya.

Karena itu, jangan lewatkan momentum Pilkada dengan memilih untuk golput. Jika angka golput tinggi, sama saja dengan membiarkan pemerintah yang terbentuk tidak memiliki legitimasi yang kuat. Sehingga demikian program pro rakyat tidak bisa terdistribusi dengan baik karena akan mengalami kendala di legislatif, mengingat keterpilihan yang rendah bagi Kepala Daerah akan mengurangi marwah, legitimasi dan bargaoning baik di Parlemen maupun di mata rakyat.

Namun sebaliknya, jika partisipasi Pilkada tinggi dan kepala daerah terpilih memiliki legitimasi yang kuat, pemerintahan daerah yang terbentuk juga kuat dan memiliki kedaulatan sebagai pemimpin atau pemegang mandat rakyat mayoritas.

Korea Selatan salah satu negara yang berhasil menggelar Pemilu di saat puncak pandemi Covid-19. Dalam sejarah kepemiluan negeri Ginseng tersebut, baru Pemilu 2020 tingkat partisipasi rakyatnya mencapai angka 60 persen lebih atau rekor tertinggi partisipasi warganya dalam Pemilu. Meningkat dibanding Pemilu sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun