Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Lawan Politik Identitas dengan Sosialisasi Cegah Covid-19 sebagai Isu Utama Pilkada

19 September 2020   19:14 Diperbarui: 19 September 2020   19:21 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Pixabay.com/Gellinger

Oleh sebab itu, yang dibutuhkan dan menjadi dasar dalam pertarungan politik demokrasi adalah reason dan bukannya given.

Berangkat dari pemaparan tersebut, maka yang seharusnya terjadi pada kontestasi politik dalam sistem politik yang demokratis, termasuk di dalam Pilkada langsung, yakni penalaran seperti politik programatik. 

Tentu saja, politik programatik dalam kontestasi Pilkada amat diperlukan bagi keberlangsungan konsolidasi demokrasi itu sendiri.

Sebagai catatan tambahan, sebagaimana pendapat Rostow yang dkutip oleh Larry Diamond (2002), bahwa konsolidasi demokrasi sendiri dibutuhkan agar norma, prosedur dan harapan demokrasi begitu diinternalisasi sehingga para aktor secara rutin, secara naluriah menyesuaikan diri dengan aturan main (baik tertulis dan tidak tertulis), sehingga kita dapat terus berkeyakinan bahwa demokrasi selalu merupakan jenis sistem politik terbaik.

Meningkatkan Mutu Kualitas Demokrasi

Sebagaimana pemaparan di atas, bahwa politik identitas dapat menghambat keberlangsungan konsolidasi demokrasi. 

Hal tersebut, tentu saja berkaitan dengan bahaya dari politik identitas itu sendiri, yang dapat menghasilkan suatu turbulensi politik. Politik identitas hanya akan mengundang wacana-wacana sentimentil dalam ruang publik, dan karena itu, akan menjauhkan dari pertarungan wacana politik yang lebih substantif. 

Maraknya isu-isu politik identitas, akan melanggengkan fenomena kedangkalan ruang publik, dan itu perlu kita hindari.

Oleh sebab itu, saya pun menyepakati pendapat Budi Hardiman dalam buku Demokrasi dan Sentimentalitas (2018), bahwa demokratisasi bisa dikatakan sukses, salah satunya, manakala demokratisasi tersebut diikuti pula dengan tumbuhnya penalaran publik. 

Karena bagaimanapun juga, saya berpandangan bahwa ruang publik politis di dalam sebuah negara demokrasi, membutuhkan pembebasan dari narasi-narasi yang penuh dengan wacana sentimentil.

Baiknya, kita kembali menengok Pilkada DKI dan belajar dari pengalaman tersebut. Maraknya politik identitas hanya menimbulkan pertarungan politik yang tidak sehat, mengundang politik kebencian, dan menyebabkan terjadinya polarisasi di dalam masyarakat yang cukup mengkhawatirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun