Pilkada yang merupakan perlombaan politik, sulit rasanya untuk tidak melibatkan pengumpulan massa baik dalam skala kecil maupun besar.
Hal tersebut diakibatkan oleh tingginya hasrat untuk memenangkan perlombaan sehingga akan berpotensi menerabas aturan dan protokoler kesehatan yang ada.
Saat ini, tahapan pilkada sudah menyelesaikan tahapan pendaftaran bakal calon ke KPU setempat. Setelah proses tes kesehatan dan verifikasi berkas persyaratan, tentu tahap selanjutnya akan memasuki tahap kampanye yang dimulai tanggal 26 september hingga tanggal 5 Desember mendatang.
Di sini kemudian menjadi tantangan besar bagi calon, tim sukses, penyelenggara, pengawas dan masyarakat pada umumnya untuk saling berkomitmen menjaga penegakan protokoler kesehatan.
Tantangan untuk tetap teguh pada jalur protokoler kesehatan harus menjadi prioritas utama seluruh pihak. Keselamatan warga harus ditempatkan diatas segalanya.
Pemerintah dan aparat hukum sudah seharusnya untuk segera menyiapkan instrumen peraturan berkaitan dangan penegakan protokoler kesehatan dan menindaklanjuti secara cepat dalam proses pilkada serentak kali ini.
Aturan yang mengatur tentang pelanggaran protokoler kesehatan harus diletakkan pada porsi pelanggaran pilkada berat. Hal tersebut dikarenakan efek keselamatan warga yang menjadi pertaruhan.
Gagasan untuk memberikan sanksi terhadap peserta Pilkada yang melanggar protokoler kesehatan sudah semestinya untuk dikaji dan ditindaklanjuti secara cepat.
Penulis merasa masuk akal jika ada sanksi berat berupa diskualifikasi calon ketika melanggar protokoler kesehatan dalam batas tertentu.
Aturan dan Sanksi pada pilkada di masa Pandemi saat ini, dibutuhkan sebagai wujud kesadaran bersama untuk saling menjaga keselamatan dari rundungan Covid-19.
Pemerintah dan aparat hukum yang berwenang tentu kita harapkan dapat melahirkan satu bentuk aturan yang benar-benar dilandasi pada keselamatan warga.