Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2020, berbeda dari Pilkada sebelumnya yaitu digelar di tengah pandemi COVID-19.Â
Pilkada yang digelar di 270 daerah di Indonesia, terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Pilkada secara harfiah merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur dan Bupati/Walikota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang yang mengatur tentang Dasar Hukum Penyelenggaraan Pilkada adalah sebagai berikut:
- Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Pemerintah Daerah.
- Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Penjelasan Pemerintahan Daerah.
- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 17 tentang Perubahan atas Peraturam Pemerintah nomor 6 tahun 2005tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.
- PP Pengganti UU Nomor: 3 tentang PERPPU NO 3 TAHUN 2005.
Peserta Pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.Â
Ketentuan ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga bisa berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.Â
Tujuan pilkada adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis. Selain itu, pilkada juga bertujuan untuk kuat dan memperoleh dukungan rakyat guna mewujudkan tujuan nasional yang tertera pada UUD 1945.
Dalam prosesnya, ada polemik pro dan kontra dalam penyelanggaraan Pilkada serentak tahun 2020, mengingat sistem Pilkada serentak di Indonesia ini masih riskan akan pengumpulan massa yang banyak dan tidak menutup kemungkinan menimbulkan kerumunan sehingga khawatirkan akan menjadi cluster penularan Covid-19 sehingga menimbulkan kontra di masyarakat.Â
Situasi tersebut pada akhirnya mendorong KPU untuk melakukan penundaan terhadap tahapan yang belum selesai dan belum dapat dilaksanakan, yang dituangkan keputusan KPU Nomor 179/PL.2-Kpt/01/KPU/III/2020 dimana ada 4 (empat) tahapan yang ditunda, yaitu tahapan pelantikan PPS, verifikasi syarat dukungan bakal calon kepala daerah perseorangan, pembentukan PPDP, dan pemutakhiran dan penyusunan DPT.
Jadi, kenapa Pemerintah dan KPU merasa ada urgensi menggelar Pilkada Serentak di tengah Pandemi, melihat Covid-19 yang sampai hari ini belum mereda. Bahkan masih sangat tinggi angka penularannya.Â
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Arief Budiman mengungkapkan, KPU bersama Pemerintah dan DPR telah memformulasikan empat peraturan KPU (PKPU) yaitu mengenai pencalonan, kegiatan kampanye, dana kampanye dan penerapan protokol kesehatan.Â
Salah satu peraturan yang telah diusulkan KPU kepada pemerintah dan DPR guna penerapan protokol kesehatan yakni setiap bakal pasangan calon harus melakukan tes swab. Â
Selain itu Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian bersama jajarannya di Kemendagri telah mengusulkan kepada DPR untuk menjadi aturan di KPU bersama Bawaslu dan DKPP sebagai penyelenggara Pemilu terkait kampanye virtual dan penggunaan alat peraga kampanye yang diperbolehkan memasang gambar pasangan calon di media alat pelindung diri (APD) seperti masker, hand sanitizer, dengan harapan penanganan dan pencegahan COVID-19 bisa menjadi isu utama sehingga sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat menjadi lebih massif karena para Paslon berlomba-lomba mengkampanyekan visi misi dan pengenalan dirinya melalui media APD.
Tentu saja aturan hanya aturan main, semua tergantung subjeknya yaitu para peserta Pilkada mulai dari Partai Politik, Paslon Kandidat, tim sukses dan pendukung. Karena itu, dibutuhkan kerja sama serta kesadaran dari masyarakat untuk berpartisipasi aktif di dalam suksesi Pilkada serentak 2020.
Karena dengan terlibat serta aktifnya masyarakat dalam memilih akan menghasilkan Pemimpin yang baru serta diharapkan mampu membawa perubahan khususnya dalam menangani pandemi Covid-19 di daerahnya.
Sehinga dengan adanya inovasi perubahan baru yang dihasilkan dari Pemimpin yang baru melalui Pilkada Serentak 2020.
Tulisan ini hadir sebagai langkah upaya edukasi akan pentingnya melakukan Pilkada serentak walaupun diadakan di tengah Pandemi Covid-19 karena Pilkada ditujukan sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Serta menunjukan demokrasi terletak di tangan rakyat. Sehingga rakyat dapat menentukan wakil rakyat yang akan mengatur jalannya pemerintahan.
Pilkada dijadikan sebagai sarana untuk membentuk perwakilan politik. Sehingga rakyat dapat memilih pemimpinnya yang bisa dan mewakili aspirasi serta kepentingan rakyat.Â
Sehingga semakin tinggi kualitas pemilu akan semakin baik juga kualitas pemimpinnya mengingat Pilkada merupakan sarana melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.Â
Pilkada diadakan untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pilkada, pemerintahan yang aspiratif dapat memperoleh kepercayaan rakyat untuk memimpin kembali. Atau sebaliknya, apabila rakyat tidak percaya maka pemerintahan akan berakhir dan diganti. Pilkada sebagai sarana pemimpin politik dalam memperoleh legitimasi.
Terakhir, kita semua tentu saja berharap dari Pilkada akan lahir pemimpin-pemimpin di daerah yang kuat dan tangguh serta memiliki komitmen penuh menangani COVID-19. Mengingat pandemi COVID-19 telah melumpuhkan perekonomian nasional dan daerah serta mengancam kesehatan juga keselamatan nyawa masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan pemimpin yang memenuhi kriteria di atas, memiliki visi dan jurus silat yang ampuh menangani COVID-19 dan dampak sosial ekonominya. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H