Kita seringkali berpikir bahwa keterlibatan kita dalam berbangsa dan bernegara sudah cukup tajam.Â
Padahal banyak sekali itikad kita secara pribadi yang tidak mencerminkan hal tersebut. Misalnya dalam menyuarakan pendapat.Â
Salah satu wujud dalam menyuarakan pendapat adalah berpartisipasi dalam pemilu. Wujud protespun bisa dilakukan dengan cara menyumbangkan suara dalam pemilu.Â
Artinya jika pilihan kita sesuai dengan mufakat, maka pelanggaran-pelanggaran akan terminimalisir. Protespun tidak akan terjadi.Â
Kemufakatan disini hanya bisa dilaksanakan jika semua berpartisipasi dalam pemilu. Yang jadi pertanyaan adalah, apakah pemikiran kita bisa seperti itu?
Jangankan di masyarakat luas, kita hanya bicara di aspek akademisi pun masih terasa minim.Â
Misalnya, dalam dunia perguruan tinggi, dosen jarang sekali menghimbau mahasiswanya akan pentingnya menggunakan hak pilih.Â
Dilansir Kompas.com, pada Pemilu 2019, penduduk Indonesia yang menggunakan hak pilihnya berada di angka 81%.Â
Hal tersebut berarti ada sekitar 19% atau 42 juta penduduk tidak menggunakan hak pilihnya.Â
Meskipun ada peningkatan yang signifikan dari pemilu 2014, bisa dibayangkan jika 90% penduduk indonesia yang sudah berhak menggunakan hak pilih berpartisipasi dalam Pemilu, maka akan lebih obyektif pula proses pemilihan umum.Â
Ironis juga jika para akademisi baik tenaga pengajar maupun mahasiswa yang notabene menjadi tolok ukur pendidikan global termasuk dalam angka 19% tersebut di atas.