Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jadi Pemilih Cerdas Pilkada di Tengah Pandemi

12 Agustus 2020   10:57 Diperbarui: 12 Agustus 2020   12:46 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua pemilih yang tergiring isu politik yang merebak dilingkungan mereka baik di rumah, masyarakat, sekolah/kampus, dan media sosial/televisi, pemilih seperti ini lahir akibat dari "peperangan" calon secara psikologis yang akhirnya melahirkan cebong dan kampret. 

Dan terakhir adalah apa yang dinamakan swing voter, atau pemilih yang tidak mau terlalu pusing memikirkan calon yang tidak mereka kenal, pemilih seperti ini akan berdampak positif pada calon yang sudah populer atau biasanya dari kalangan public figure atau artis yang terjun ke politik karena wajah mereka sudah tak asing bagi rakyat.

Sebagai pemilih cerdas jika kita berada dalam kategori yang pertama yaitu yang memiliki kedekatan emosional dengan calon, maka kita harus mengetahui posisi kita, karena sebagai aparat (TNI/Polri), anggota pers/media, ASN seperti pegawai kelurahan/kecamatan, Mahasiswa, dan berbagai profesi lain yang menyangkut intansi netral, maka kita pun harus bersikap netral secara intansi artinya dengan membebaskan pilihan pribadi masing-masing tetapi tidak membawa instansi. 

Selanjutnya jika kita berada dalam kategori yang kedua yang hasil pilihan kita terbentuk dari isu yang merebak, jangan membuat kecebongan/kekampretan kita merasa yang paling Nasionalis ataupun merasa yang paling Agamis dan malah berakhir dengan menimbulkan perpecahan umat dan bangsa, bersikaplah dewasa baik sebagai cebong/kampret. 

Terakhir semoga kita bukan yang termasuk kedalam golongan swing voter yang tidak peduli siapa yang akan dipilihnya, dan memilih hanya atas dasar pertimbangan terkenal/tidak. Karena artis sekalipun yang terkenal bisa jadi ada yang memang memiliki niatan ikhlas masuk ke politik dan ada juga yang menjadi alat partai politik untuk mendulang suara.

Sebagai akademisi, melihat fenomena pemilih di Indonesia yang menerapkan demokrasi one man one vote, penulis sangat terdorong untuk menegaskan bahwa "penerapan sistem politik yang baik adalah yang mengedepankan kualitas dari pemilih yang cerdas dan mengedepankan integritas calon yang akan dipilih". 

Artinya, dua hal ini harus diperhatikan dengan serius dan berkesinambungan, karena jika kualitas calon yang akan dipilih baik tetapi pemilihnya tidak cerdas maka hasilnya akan buruk, begitu pula sebaliknya.

Para pemilih cerdas juga harus memilih pemimpin daerah yang kredibel, berkualitas dan bisa menangani Covid-19 serta dampak sosial ekonominya.

Di tengah situasi pandemi, jelas sudah bahwa berbagai keterbatasan akan hadir dalam situasi pilkada serentak. 

Selain mempersiapkan pemilih yang cerdas, mematuhi protokol kesehatan adalah yang paling utama. Karena akan sia-sia ketika pemilih yang cerdas akhirnya harus tidak memilih akibat penyakit menular yang sedang mewabah di Indonesia hari ini. 

Semoga tulisan ini membawa manfaat yang besar khususnya dalam upaya meningkatkan partisipasi pemilih di Indonesia, lebih jauh lagi pemilih yang memiliki integritas alias cerdas dan tetap menjaga kesehatan ditengah pandemi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun