Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jadi Pemilih Cerdas Pilkada di Tengah Pandemi

12 Agustus 2020   10:57 Diperbarui: 12 Agustus 2020   12:46 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: lsisi.id

3. Media Suara

Maksud media suara disini adalah pemilih itu sendiri pun dari kandidat calon pejabat publik. Terkadang politik hitam (black campaign) itu ada di beberapa wilayah, semisal menjelek-jelekan citra lawan ataupun menggunakan uang politik (money politics) dalam upayanya menyogok pemilih agar memilih kandidat yang bersangkutan. 

Pemilih yang cerdas takan mudah tergiring opininya ketika memilih. Dalam konteks kandidat yang tersedia buruk semua di mata pemilih cerdas, dia akan cenderung menimbang kandidat mana yang keburukannya lebih sedikit. 

Terkait money politics, dia takan mengambil uang sogokan tersebut karena bagi pemilih cerdas, politik uang dan sembako bukan saja dilarang oleh UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, juga karena mereka menyadari bahwa harga diri dan masa depan bangsa serta masyarakatnya tidak ingin digadaikan hanya dengan sejumlah uang dan sembako. Namun mengakibatkan kerugian dan penderitaan jangka panjang di kemudian hari.

Terkadang "Politik" menjadi sebuah adagium sederhana yang berdampak besar bagi sebagian besar rakyat Indonesia. 

Dimulai dari pemahaman politik bagi masyarakat Indonesia yang cenderung negatif hingga pandangan politik yang syarat akan uang rakyat dan kemudahan kotor untuk memonopolinya. 

Pandangan umum tersebut tidak sepenuhnya salah, namun tak sepenuhnya benar pula. Cara mengetahui paling mudah mengapa pandangan buruk tentang politik selalu hadir dalam aras pikir masyarakat adalah karena gaya hidup dan perilaku politisi itu sendiri. 

Karena calon Dewan Perwakilan Daerah kabupaten/kota sampai calon Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dari bupati/walikota sampai Presiden dan Wakil Presiden, terkesan sangat latah dan kikuk menjelang tahun politik, karena mendadak berperingai ramah dan baik, tetapi mereka menjadi sangat sulit ditemui rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi ketika mereka sudah menjabat. 

Sudah, saat ini jangan lagi berbicara mengenai kualitas calon pejabat publik dengan berbagai gelar dan janji visi misi mereka, karena kita sudah paham betul apa yang akan terjadi nantinya. Mari kita bahas kualitas rakyat sebagai pemilih di negara ini yang akhirnya mau tidak mau menghasilkan pejabat publik bagi mereka sendiri juga.

Berdasarkan apa yang penulis lihat dan rasakan sendiri, pemilih di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam 3 kategori. 

Yang pertama, mereka yang memilih atas dasar kedekatan emosional dan politik dengan calon, biasanya merupakan anggota partai politik ataupun relawan dari sahabat-sahabat calon. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun