Pentingnya pendidikan politik terutama saat bukan di tahun-tahun politik sangat beralasan.Â
Hal ini dikarenakan mayoritas pemilih di Indonesia cenderung membutuhkan kampanye yang demikian masif untuk benar-benar mengenali kandidat calon pejabat publik.Â
Di sisi lain, bangsa Indonesia membutuhkan pemilih-pemilih cerdas karena hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap maju atau tidaknya wilayah bahkan bangsa ini.Â
Penyelenggara pemilu/pilkada sampai rela mengadakan seminar pemilih cerdas untuk rakyat ditahun-tahun politik hanya untuk menjadikan masyarakat sebagai pemilih yang cerdas. Logika sederhananya berarti ada indikasi pemilih di Indonesia kebanyakan masih tergolong tidak cerdas. Lalu, apa sebetulnya kriteria pemilih cerdas itu?
Sebelum itu, penulis ingin menyampaikan bahwa bukan hanya sekadar asumsi ketika mengatakan mayoritas pemilih di Indonesia masih perlu masifnya kampanye dan seminar pencerdasan pemilih sebelum betul-betul mengenali kandidat politik yang didukungnya.Â
Hal ini sejalan dengan apa yang penulis temukan yang terjadi dibalik kesuksesan pilkada serentak 2018 yang memuat kegagalan ironis. Hal tersebut terjadi karena "suara signifikan yang masih didapatkan sembilan calon pemimpin daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Â
Bahkan, dua di antara mereka bisa memenangi pesta demokrasi itu" (Sumber: Media Indonesia, 2018). Ada 2 hal menarik yang mungkin dapat diambil dari peristiwa tersebut.Â
Pertama adalah pandainya kandidat calon politikus sehingga mampu menghipnotis dan meyakinkan masyarakat agar memilih mereka. Kedua adalah mungkin benar mayoritas pemilih atau masyarakat kita cenderung masih belum cerdas khususnya dalam kontestasi politik.
Mengingat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 yang perhelatannya akan terlaksana tidak lama lagi dan bisa jadi terlaksana masih ditengah masa pandemi Covid-19, tentu pilkada serentak tahun ini akan melahirkan tantangan baru.Â
Karena jika benar pilkada 2020 akan dilaksanakan ditengah pandemi, ini berarti dalam pelaksanaan kita harus siapkan berbagai solusi persoalan baru ditengah berbagai keterbatasan.Â
Belum lagi salah satu persoalan pilkada lain yang menyangkut kembali pada pertanyaan "seperti apa sebetulnya kriteria pemilih cerdas itu?".