Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Digitalisasi Keuangan Daerah, Optimalkan Pembangunan Bukan Hanya Sent tapi Delivered

23 Juli 2020   09:19 Diperbarui: 23 Juli 2020   09:55 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MoU Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, Kemendagri, Kemenkominfo, Kementerian Desa, dan BI untuk Elektronifikasi Transaksi Pemerintah (ETP) di daerah - Foto: Kemenkominfo

PRESIDEN Jokowi dalam Pidato Pelantikannya di Gedung MPR, tanggal 20 Oktober yang lalu meminta birokrasi mengubah orientasi kerjanya: dari yang hanya sekadar menunaikan prosesnya saja menjadi lebih mengutamakan HASIL.

Pekerjaan Pemerintah dianalogikan Presiden, serupa dengan proses pengiriman pesan di aplikasi percakapan WhatsApp. Dalam WhatsApp, akan ada tanda 'sent' bagi pesan yang telah terkirim.

Sementara, pesan Whatsapp yang telah diterima akan ada tanda 'delivered'. Dengan analogi tersebut, Presiden menilai tugas Pemerintah bukan hanya menjamin program-programnya tersampaikan kepada masyarakat atau 'sent'.

Aparat pemerintah harus menjamin program-program diterima masyarakat alias 'delivered'. Presiden tidak ingin birokrasi pekerjaannya hanya sending-sending saja. Ia meminta dan akan memaksa tugas birokrasi adalah making delivered.

Tugas Pemerintah yang utama menurut Presiden Jokowi adalah membuat masyarakat menikmati pelayanan, menikmati hasil pembangunan.

Jadi segala rutinitas program, belanja anggaran, belanja modal yang biasa dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sejatinya bisa dirasakan kebermanfaatannya bagi masyarakat.

Karena itu, tidak heran jika Presiden beberapa waktu lalu sampai marah besar ketika tahu anggaran di sejumlah Kementerian maupun Pemerintah Daerah masih sangat kecil realisasinya. Menurut Presiden, di masa krisis seperti ini, semua harus bekerja extra ordinary.

Kegemasan Presiden terhadap anak buahnya yang dianggap masih kurang memiliki sense of crisis dan sangat lamban dalam membelanjakan anggarannya adalah sebuah kewajaran, karena bagaimana pun dengan adanya perputaran uang yang dibelanjakan dari APBN dan APBD bisa memantik pertumbuhan ekonomi.

Dengan alokasi APBN dan APBD yang dilakukan secara serentak baik untuk menangani krisis kesehatan dengan membelanjakan sejumlah alat pelindung diri, peningkatan infrastruktur fasilitas kesehatan maupun sebagai upaya untuk memberikan jaring pengaman sosial kepada masyarakat terdampak Covid-19 akan membuat denyut nadi perekonomian masyarakat kembali berdetak.

Ancaman krisis ekonomi yang melanda dunia sudah dirasakan Indonesia. Karena itu, di tengah masa pandemi yang penuh ketidakpastian ini, segala jerih upaya yang bisa membuat perekonomian tidak anjlok harus terus dilakukan.

Menjawab tantangan Presiden kepada anak buahnya untuk bekerja lebih keras lagi, melakukan cara-cara yang extraordinary untuk menangani krisis kesehatan dan krisis ekonomi ini.

Menteri Dalam Negeri telah melakukan sejumlah aksi kerja nyata sejak Covid-19 mulai merebak di Indonesia awal Maret 2020 dengan langsung mengeluarkan sejumlah Aturan kepada Pemerintah Daerah seperti Peraturan Mendagri (Permendagri) dan sejumlah Surat Edaran Mendagri terkait realokasi dan refocussing APBD untuk penanganan Covid-19 hingga bantuan sosial dan jaring pengaman sosialnya.

Mendagri sesuai Tugas Pokok Fungsinya memang yang bertanggung jawab penuh terhadap pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengelola APBD dan APBN yang ditransfer ke daerah. 

Mantan Kapolri itu selalu mendorong Pemda untuk merealisasikan belanja daerah terkait penanganan Covid-19 dan juga terus mendesak Pemda untuk mencairkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang peruntukannya digunakan sebagai anggaran pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020.

Dalam sejumlah lawatan Kunjungan Kerjanya ke berbagai daerah untuk melakukan Rapat Koordinasi Kesiapan Pilkada 2020 dan memberikan arahan kepada Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di Daerah, Mendagri Muhammad Tito Karnavian selalu memonitoring dan mendesak Kepala Daerah untuk mencairkan NPHD kepada KPUD dan Bawaslu Daerah serta Aparat Keamanan untuk melindungi mereka para Petugas Pemilu bersama TNI-Polri dari potensi penyebaran Covid-19.

Mereka harus diproteksi dengan alat pelindung diri (APD) yang sesuai standar Protokol Kesehatan dari WHO. Karena bagaimana pun, para Petugas Penyelenggara Pemilu sejak tanggal 15 Juli hingga 13 Agustus 2020 akan melakukan tahapan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) data pemilih secara door to door. 

Karena itu, Petugas Penyelenggara Pemilu di daerah membutuhkan anggaran tambahan yang bersumber dari NPHD dan juga APBN yang ditransfer oleh Kementerian Keuangan.

Diketahui, KPU dan Bawaslu serta DKPP sudah ditransfer oleh Kementerian Keuangan anggaran tambahan sebanyak Rp 4,7 Triliun untuk Pilkada. Pada tahap pertama sudah ditransfer sebanyak Rp1,024 Triliun dan segera dalam waktu dekat akan ditransfer tahap kedua serta ketiga.

Kebutuhan tambahan anggaran sebanyak itu tentu saja untuk mewujudkan Pilkada 2020 yang aman dari Covid-19. Dari total 270 daerah yang akan menggelar Pilkada Serentak, akan ada penambahan TPS dan APD baik untuk Petugas Pemilu maupun masyarakat yang akan menyalurkan hak suaranya ke TPS.

Digitalisasi Keuangan Daerah

Besarnya harapan Presiden Jokowi agar realisasi belanja daerah bisa segera dilakukan dengan harapan terjadi perputaran uang yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi membuat Pemda harus secara jeli merealokasikan dan refocussing.

Mana-mana anggaran yang diperuntukkan untuk belanja modal maupun anggaran untuk penanganan Covid-19 dan juga pemulihan ekonominya dengan memberikan insentif kepada masyarakat menengah ke bawah yang terdampak Covid-19.

Seharusnya, dengan Pandemi ini bisa mendorong percepatan dan perluasan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah (ETP) secara menyeluruh untuk meningkatkan kualitas transaksi keuangannya.

Artinya, rencana Pemerintah bersama Bank Indonesia untuk mendorong tranformasi ekonomi kedepan, dimana BI sudah menyusun blue print sistem Pembayaran Indonesia di tahun 2025 nanti, dimana ke depan akan ada 3 area utama yang menjadi fokus digitalisasi, antara lain: Bansos, sistem Transportasi dan Transaksi Pemerintah Daerah.

Maka upaya Kementerian Dalam Negeri di bawah Komando Mendagri Muhammad Tito Karnavian melalui Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah untuk mempercepat masa transisi sebelum tahun 2025, dengan memanfaatkan momentum Pandemi yang telah membentuk new normal life: semua menghindari transaksi secara tunai, belanja atau makan langsung (bisa dipesan secara online), haruslah diapresiasi.

Merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri No 90 tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah dan Permendagri No 70 tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang salah satunya mengintegrasikan setiap transaksi Pemda.

Ditambah dengan Program ETP yang aman, efisien dan terjangkau untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana setiap transaksi yang meliputi transfer antar instansi Pemda, Pemda dengan swasta, hingga Pemda kepada masyarakat bisa termonitor secara akuntabel dan transparan.

Maka harapan Presiden agar realisasi APBN maupun APBD bukan saja sent namun delivered dan bermanfaat bagi masyarakat bisa terwujud dengan SIPD yang dikelola Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri.

Seperti yang dikatakan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto, digitalisasi transaksi keuangan daerah ini juga akan membantu pemerintah pusat mendapatkan tambahan pajak dari daerah.

Selain itu, dengan digitalisasi keuangan daerah melalui SIPD, bisa mengawasi belanja dan pendapatan daerah, sehingga akan mudah ditelusuri uang masuk - uang keluar, siapa yang menginput dan peruntukannya untuk apa saja.

Tentu saja harapannya ke depan dengan digitalisasi keuangan daerah, dapat dilihat secara jelas dan utuh seluruh proses keuangan daerah setiap Pemerintah Daerah se-Indonesia.

Selain itu, setiap laporan keuangan daerah baik Rancangan APBD maupun APBD yang setiap Kabupaten, Kota maupun Provinsi selalu melaporkan secara manual dengan berkas berbundel-bundel yang beratnya satu bundel saja bisa puluhan Kg tidak akan ada lagi, karena dengan SIPD, Pemda bisa melaporkan keuangannya secara digital.

Artinya, dengan SIPD, selain paperless atau mengurangi penggunaan kertas, yang tentu saja berdampak terhadap perbaikan lingkungan, SIPD juga berpotensi mencegah praktik korupsi di daerah. 

Jika selama ini belanja APBD dilakukan secara tunai dan pelaporannya hanya manual atau hanya dengan modal invoice fiktif sudah bisa menjadi laporan, bahkan penerimaan Pendapatan Daerah dari retribusi seperti pajak maupun parkir bisa secara transparan dan maksimal bisa masuk ke kas daerah. Tidak lagi bocor kemana-mana.

Sederhananya, SIPD membuat ruang-ruang gelap selama ini yang menjadi celah untuk korupsi dibuat terang benderang agar tidak ada lagi kebocoran anggaran di daerah karena kesempatannya untuk korupsi ditutup rapat dan diperkuat dengan sebuah aplikasi sistem pelaporan digital yang transparan dan akuntabel.

Istilah zaman now: jejak digital itu kejam. Karena kecanggihan teknologi yang serba digital, semua akan meninggalkan jejaknya. Meskipun data yang sudah terinput dihapus, sistem akan membacanya.

Karena itu, akan menjadi RESISTEN bagi Pemda yang belum siap secara infrastruktur perangkat digitalisasi maupun yang belum ada kesungguhan hati merevolusi mentalnya: hijrah dari cara pelaporan konvensional dan dari belanja-belanja APBD yang masih bertransaksi tunai.

Digitalisasi keuangan daerah ini juga akan dengan berat hati dijalani bagi Pemda yang belum siap bertransformasi dari kebiasaan memanipulasi SPPD fiktif, markup proyek, atau membiasakan membuat pelaporan keuangan dan perencanaan pembangunan melalui platform digital yang TRANSPARAN.

Oknum Pejabat di Pemda yang terbiasa korup akan canggung jika diharuskan bertransaksi secara NON TUNAI. Dengan digitalisasi keuangan daerah, tidak akan ada lagi yang berani MEMANIPULASI perjalanan dinas fiktif karena setiap satu Rupiah anggaran daerah akan termonitor dalam sistem bernama SIPD.

Oleh: Reza Fahlevi, S.IP -- Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun