Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Cegah Korupsi di Daerah dengan Transaksi Non-Tunai

17 Februari 2020   12:03 Diperbarui: 17 Februari 2020   12:15 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus kerugian negara/ daerah biasanya berasal dari kekurangan volume pekerjaan dan kelebihan pembayaran pada belanja modal. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengelolaan keuangan negara dan daerah khususnya pada belanja modal terdapat ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sehingga menimbulkan kerugian negara/ daerah.

Dengan semangat transparansi melalui transaksi non tunai dan gerakan memberantas korupsi yang diinisiasi Mendagri dengan menggandeng kerjasama lintas kementerian, Bank Indonesia dan Lembaga Negara lain diharapkan bisa meminimalisir kebocoran anggaran.

Begitulah Mendagri Tito mencoba mendudukkan kembali masalah yang ada dan mengubah semua sesuai fungsinya. Kebijakan ini memang tidak populer bagi pejabat di pemda yang selama ini mencari keuntungan dari lemahnya sistem pengelolaan keuangan daerah. Semoga dengan kebijakan tersebut, bisa meminimalisir kepala daerah atau jajarannya terjerat kasus korupsi karena menyelewengkan anggaran daerah.

Kita mafhum, sejak Reformasi bergulir yang melahirkan kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah, menjadikan daerah berwenang penuh untuk mengelola anggarannya sendiri. Ada pun beberapa anggaran yang dikucurkan dari pusat ke pemerintah daerah seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dsb, ditampung di rekening kas umum daerah. Dan untuk mencairkan itu kerap terjadi praktik pemerasan alias setor 'jatah preman".

Sudah menjadi rahasia umum dan bukan lagi hal yang tabu jika mendengar istilah "fee 10 persen kepala daerah" atas setiap pelaksanaan proyek di daerah. Dalam kasus Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, yang ditangkap KPK karena kasus suap proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun 2017 dengan nilai proyek Rp 5,26 miliar, meminta jatah sekitar 10 persen dari nilai proyek. Sehingga Eddy menerima jatah Rp 500 juta.

Mengutip Kompas.com, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, Wali Kota Batu mendapat fee 10 persen atau Rp 500 juta dari nilai proyek tersebut.

Hal itu yang menjadi jamak dan ada kemiripan pola penyuapan kepada kepala daerah yang ditangkap melalui OTT KPK. Setiap proyek pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa dipotong 10 persen untuk memberikan suap.

Praktik suap seperti itu akan terjadi jika transaksi belanja daerah selalu dilakukan tunai. Pengadaan barang dan jasa kerap dibayar tunai oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kepada penyedia barang dan jasa dengan bukti kuitansi yang rentan dimanipulasi.

Terobosan penting yang dilakukan Mendagri Tito ini pastinya bikin banyak orang yang berkepentingan dengan proyek pemda kejang-kejang. Bayangkan, para garong di daerah yang selama ini menikmati hasil suapan dari APBD sekarang ladangnya juga hilang. Bingung dan geramlah mereka.

Saya yakin tidak mudah bagi Mendagri mengubah sistem pengawasan pengelolaan APBD yang selama ini digerogotin oknum pejabat Daerah. Mantan Kapolri itu sedang membuka jalan bagi pencegahan kebocoran anggaran di daerah. Tito jelas menambah lagi daftar musuhnya. Dan mereka pasti akan terus mencari celah kesalahan Mendagri untuk dibunuh karakternya.

Yang jelas, kita semua mendukung pemerintah untuk bersih-bersih total dari segala potensi kerugian uang negara. Di BUMN kita bersyukur ada Menteri BUMN Erick Thohir yang sedang menyapu bersih benalu di tubuh BUMN yang selalu merugi dan selalu menjadi sapi perahan oknum pejabat kerah putih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun