Pengertian Etika
Secara etimologis, etika berasal dari bahasa yunani, yaitu kata ethikos atau ethos yang berarti adat, kebiasaan, dan praktik. Adapun secara terminologis, etika berarti teori tentang tingkah laku manusia, dipandang dari baik dan buruknya sejauh dapat ditentukan akal.Â
Filsafat etika membahas tentang nilai-nilai tindakan moral manusia atau nilai dalam penentuan tindakan manusia. Misalnya, apakah mencuri adalah tindakan buruk atau baik? Apakah pembunuhan merupakan tindakan baik atau buruk? Pertanyaan-pertanyan tersebut tersebut termasuk lingkup pembahasan filsafat etika.
Macam-Macam Etika
Jika diklasifikasi, etika dibagi menjadi tiga bidang utama:
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif adalah bidang etika yang berusaha menguraikan pengalaman dan kesadaran dalam melihat fenomena moral secara dekriptif dan ilmiah. misalnya, bagaimana fenomena moral spiritual berkembang dalam suatu masyarakat. oleh karena itu, etika deskriptif sangat erat hubungannya dengan sosiologi.Â
Etika deskriptif dibagi menjadi dua cabang:
- Sejarah moral: Menganalisis tujuan-tujuan, moral-moral yang pernah berlaku dalam waktu atau tempat tertentu.Â
- Fenomenologi moral:Â Berusaha mengungkap makna dari suatu moral tanpa menetapkan patokan moral yang harus dijalankan manusia.
Etika normatif  membahas patokan-patokan moral yang harus menjadi pedoman tindakan manusia. oleh karena itu, etika ini membahas aspek baik dan buruk atau benar dan salahnya tindakan moral.Â
Berdasarkan nilai yang dianutnya, etika normatif terbagi menjadi dua:
a. Etika Teleologis
Etika teleologis menilai moralitas suatu tindakan dari hasil akhirnya. Etika ini bersifat utilitarian (menilai tindakan moral berdasarkan manfaatnya) dan tidak memprioritaskan moralitas sebagai kewajiban mutlak.Â
Menurut etika ini, suatu tindakan dianggap baik jika hasil akhirnya baik, dan dianggap buruk jika hasil akhirnya buruk. Misalnya, perbuatan korupsi adalah tindakan yang buruk sejauh hasil dari tindakan tersebut menyebabkan kerugian, tetapi dalam perspektif tertentu, bisa saja dianggap baik jika menghasilkan kebaikan.
Namun, prinsip ini memiliki kelemahan. Dengan prinsipnya aliran teleologis kurang menekankan ukuran verifikasi hasil akhir dari tindakan moral. Misalnya, jika seseorang mencuri makanan karena keluarganya kelaparan, apakah tindakan tersebut bisa dianggap baik? Dengan pendekatan seperti ini, etika teleologis dapat terjebak dalam relativisme kaum Sofis.
b. Etika Deontologis
Etika deontologis adalah kebalikan dari etika teleologis. Etika ini memandang moralitas secara intrinsik, yaitu suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu sendiri merupakan suatu kebaikan.
Filsuf Jerman, Immanuel kant, mengembangkan konsep ini dengan gagasan imperatif mutlak, yaitu bahwa moralitas bersifat universal dan objektif. Misalnya, sopan santun dianggap sebagai tindakan moral yang baik bukan karena hasil akhirnya menguntungkan, tetapi karena tindakan tersebut adalah kebaikan itu sendiri.
3. Metaetika
Metaetika muncul pada abad ke-20 dan berfokus menganalisis makna dari istilah-istilah normatif yang diungkapkan melalui pernyataan-pernyataan etis. Istilah-istilah etis yang sering menjadi objek pembahasan metaetika meliputi: baik, buruk, benar, salah, terpuji, adil, dan sebagainya.Â
Beberapa teori dalam metaetika antara lain:
- Naturalisme: Menganggap bahwa pertimbangan moral dapat diteliti secara ilmiah dan dapat disamakan dengan istilah deskriptif lainnya.
- Kognitivisme: Berpendapat bahwa pertimbangan moral bisa benar atau salah, serta dapat dijadikan subjek ilmu pengetahuan.
- Intuisionisme: memandang bahwa pengetahuan manusia tentang nilai-nilai diperoleh dari intuisi. Teori ini tidak memberikan batasan-batasan non normatif terhadap istilah normatif etis seperti baik dan buruk. Menurut pandangan ini pengetahuan manusia mengenai istilah normatif jelas dengan sendirinya, karena manusia dapat merasakan hal tersebut dengan intuisinya. Oleh karenanya, intuisi manusia dianggap dapat mengetahui esensi-esensi normatif.
- Subjektivisme: Menyatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan moral sebenarnya mengungkapkan fakta-fakta subjektif terkait tindakan manusia. Pertimbangan moral dianggap tidak mungkin mengungkapkan fakta-fakta objektif. Misalnya, jika manusia mengatakan bahwa suatu tindakan itu baik, hal itu karna ia menyetujui bahwa tindakan tersebut baik (subjektif). Sebaliknya, suatu tindakan dikatakan buruk karena ia tidak menyetujui tindakan itu. Dengan demikian, pertimbangan-pertimbangan moral sebenarnya hanya masalah kesetujuan dan ketidaksetujuan individu.
- Emotifisme:Berpandangan bahwa istilah normatif seperti baik dan buruk hanya merupakan ekspresi emosional seseorang terhadap suatu tindakan. Dengan demikian, istilah-istilah normatif tidak berbeda dengan ungkapan atau seruan emosional lainnya.
- Imperatifisme: Menyatakan bahwa pernyataan moral hanyalah bentuk lain dari perintah atau larangan, misalnya, "berbohong adalah tindakan buruk" sebenarnya berarti "jangan berbohong".
- Skeptisisme: Beranggapan bahwa tidak ada kebenaran moral yang bersifat absolut dan moralitas hanyalah hasil konstruksi sosial serta preferensi individu.
Kesimpulan
Filsafat etika merupakan cabang filsafat yang membahas nilai dan prinsip moral yang mendasari tindakan manusia. Dengan memahami macam-macam etika—deskriptif, normatif, dan metaetika—kita dapat memahami berbagai perspektif dalam menilai suatu tindakan. Setiap teori etika memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing, yang menunjukkan kompleksitas dalam memahami moralitas manusia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI