Beberapa tahun kemudian saya diberi oleh seorang teman sekeping CD yang berisi perdebatan antara Kang Jalal dan KH Moettawaqil (kedua MUI Jabar saat itu) tentang QS. 2.62 (dan juga, dengan redaksi yang persis sama, QS. 5.69). KH Moettawaqil (termasuk Sayeed Quthub yang menjadi tafsir pegangan saya) bersikukuh pada pendiriannya bahwa kalimat yang digunakan dalam ayat ini ialah kalimat dengan kata kerja masa lalu sehingga keberlakuan ayat ini HANYALAH SEBELUM ISLAM diturunkan oleh Allah SWT. Saya tidak tertarik pada hujjah yang diberikan oleh Kang Jalal sehingga saya tidak dapat membuat hujjah Kang Jalal itu menjadi pegangan.
Keadaan ini terus berlangsung hingga, berkat keberadan Internet buatan kapir, saya bisa melanglang buana ke seluruh “perpustakaan” dunia dan alhamdulillah, saya dapat satu buku kuning yang berisi asbabun nuzul ayat-ayat Qur’an. Alhamdulillah rabbil alamin, pertanyaan saya dan Achmad Wahib rupanya telah pernah ditanyakan langsung oleh salah seorang sahabat yang bernama Salman al-Farisi.
Suatu ketika, Salman dalam perjalan menuju tempat Nabi. Di tengah perjalanan ini Salman melihat seorang rahib Yahudi sembahyang secara khusuk. Tatkala Salman bersua dengan Nabi, Salman bertanya kepada Nabi bahwa masih masuk nerakakah seorang Yahudi yang sembahyangnya begitu khusuk yang baru saja dilihatnya itu? Nabi menjawab, “Ya,” dan seketika jawaban Nabi ini ditimpali dengan turunnya ayat al-Baqarah 62 ini:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in, barang siapa yang beriman di antara mereka itu kepada Allah dan hari yang kemudian, serta beramal saleh, maka untuk mereka itu pahala di sisi Tuhannya; dan tak ada ketakutan atas mereka dan tiada mereka berdukacita.”
(Ayat dengan bunyi yang persis sama diturunkan lagi dalam QS. 5.69. Mengapa ayat ini sampai muncul dua kali belum pernah saya kaji.)
Alhamdulillahi rabbil alamin, telah hilang hal yang mengganjal di hati selama puluhan tahun itu. Saat itu merupakan suatu kenikmatan yang luar biasa atas ketakmau-taklidan terhadap pemuka agama, siapa pun, dengan nama setinggi langit berapa pun. Betapa tidak, Salman saja telah lega, tentu saja pun demikian (mudah-mudahan Achmad Wahib pun sudah mengetahuinya di alam sana . . . ).
II. Administrator SMS AHOK dan FACEBOOK AHOK
(a) SMS AHOK
Saya pernah beberapa kali memberikan saran melalui sms Ahok, dan belum dalam hitungan menit sudah ada (mungkin jawaban noreply yang otomatis) sms ucapan terima kasih. Akan tetapi , TIDAK DEMIKIAN HALNYA LAGI setelah kejadian Kampung Pulo. Saat itu melalui sms saya menyarankan agar ke depan, setiap kali satpol PP melalukan relokasi atau penggusuran, mobil-mobil satpol PP harus dipasang spandung yang berisikan hadis yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad asws (alayhi as-shalawatu wa as-salamu) akan membelah perut seseorang yang berani memasang badan untuk menghalangi pembangunan tali air (fasum, saat ini). Sms, masuk, hingga kini balasan tidak pernah muncul. Demikian juga baru-baru ini. Saya mengirim sms untuk meminta nomor atau email yang bisa menghubungi kantor tim pengacara Ahok, tidak juga berbalas hingga kini.
(2) FACEBOOK AHOK
Karena tidak mendapat jawaban, saya tidak BOLEH tidak kemudian mencari alat yang bisa menghubungi Ahok, dan alhamdulillah, dapat. Segera saya unggah tulisan-tulisan saya yang dimuat di Kompasiana sebanyak tiga tulisan: semua langsung muncul. Sayangnya, beberapa hari kemudian, setiap unggahan saya akan diiukiti oleh jendela yang berisi pemberitahuan bahwa tulisan saya harus ditelaah dulu, dan nyatanya tulisan tidak muncul sampai sekarang.