Mohon tunggu...
dinda arifha
dinda arifha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Digital Creator

Semoga tulisanku bermanfaat untuk mu, untuk ku, dan untuk kita semua.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fiqh Perempuan Bab Haid (2)

11 Desember 2021   12:00 Diperbarui: 25 Desember 2021   10:15 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://es.mobile9.com/gallery/asf/a56YkuGzOfpR/kitab-risalatul-mahid/

Di artikel sebelumnya telah di bahas mengenai pengertian haid, macam-macam darah haid, sifat darah haid, dan juga apa saja yang dilarang ketika haid. Kali ini pembahasan mengenai haid akan di lanjutkan.

  1. Haid Wanita Hamil

Umumnya wanita yang sedang hamil akan berhenti haid (menstruasi), sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad       Rahimahullah "wanita dapat mengetahui adanya kehamilan dengan berhenti haid".  Apabila wanita hamil mengeluarkan darah sesaat sebelum melahirkan (2/3 hari) dengan di sertai rasa sakit, maka darah itu adalah darah nifas, namun jika terjadi jauh sebelum kelahiran atau mendekati kelahiran tapi tidak disertai rasa sakit maka itu bukanlah darah nifas. Menurut pendapat yang benar darah tadi adalah darah haid apabila terjadi pada wanita menurut waktu haidnya. Pada prinsipnya, darah yang keluar dari rahim wanita adalah darah haid selama tidak ada sebab yang menolaknya sebagai darah haid.

Inilah pendapat Imam Malik dan As Syafi'i, juga menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Disebutkan dalam kitab Al Ikhtiyar (hlm. 90) dan dinyatakan oleh Al Baihaqi menurut salah satu riwayat sebagai pendapat dari Imam Ahmad.

         2. Maju/Mundur Waktu Datangnya Masa Haid

Misalnya, ada seorang wanita yang haid pada akhir bulan, tiba-tiba haid datang lagi pada awal bulan, atau biasanya haid awal bulan lalu tiba-tiba haid datang pada akhir bulan.

Para ulama berbeda pendapat mengenai hal diatas. Namun pendapat yang benar, bahwa seorang wanita jika mendapatkan darah (haid) maka dia dalam keadaan haid dan jika tidak mendapatkannya berarti dia dalam keadaan suci. Meskipun masa haidnya melebihi atau kurang dari kebiasaannya. 

Pendapat tersebut merupakan Madzhab Imam Asy Syafi'i dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, pengarang kitab Al Mughni pun ikut menguatkan pendapat ini dan membelanya. Ia berkata "andai adat kebiasaan menjadi dasar pertimbangan, menurut yang disebutkan dalam madzhab, niscaya dijelaskan Nabi SAW kepada umatnya dan tidak akan ditunda-tunda lagi penjelasannya, karena tidak mungkin beliau menunda-nunda penjelasan pada saat dibutuhkan. Istri-istri beliau dan kaum wanita membutuhkan penjelasan itu pada setiap saat. Maka beliau tidak akan mengabaikan hal itu. Namun ternyata tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi pernah menyebutkan tentang adat kebiasaan ini atau menjelaskannya kecuali yang berkenaan dengan wanita yang istihadhoh saja.

3. Darah berwarna Kuning Keruh

Yakni seorang wanita mendapatkan darahnya berwarna kuning seperti nanah atau keruh antara kekuning-kuningan dan kehitam-hitaman. Jika hal ini terjadi pada saat haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Namun jika terjadi sesudah masa suci, maka itu bukanlah darah haid. Berdasarkan riwayat yang disampaikan oleh Ummu 'Athiyah Radhiyalluhu 'Anha:    كُنالانعِدٌالصفرَه وَالكُدْرة بَعدالطهْرشَيْثا

"kami tidak menganggap sesuatu apapun (haid) darah yang berwarna kuning atau keruh sesudah masa suci"

Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad shahih. Diriwayatkan pula oleh Al Bukhari tanpa kalimat "sesudah masa suci", tetapi beliau sebutkan dalam Bab darah warna kuning atau keruh di luar masa haid dan dalam fathul baari di jelaskan "itu merupakan isyarat Al Bukhari untuk memadukan antara hadits Aisyah yang menyatakan "sebelum kamu melihat lendir putih" dan hadits Ummu 'Athiyah yang disebutkan dalam bab ini, bahwa maksud hadits Aisyah adalah saat wanita mendapatkan darah berwarna kuning atau keruh pada masa haid. Adapun diluar masa haid, maka menurut apa yang disampaikan Ummu 'Athiyah

Hadits Aisyah yang dimaksud yakni hadits yang disebutkan oleh Al Bukhari, bahwa kaum wanita pernah mengirimkan kepadanya sehelai kain berisi kapas (yang digunakan untuk mengetahui apakah masih ada sisa noda haid) yang masih terdapat padanya darah berwarna kuning, maka Aisyah berkata "janganlah tergesa-gesa sebelum kamu melihat lendir putih" maksudnya adalah cairan putih yang keluar dari rahim pada saat habis masa haid.

4. Terjadinya Pengeringan Darah

maksudnya adalah, apabila wanita tidak mendapatkan selain merasa lembab atau basah (pada kemaluannya).

Jika hal ini terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid sebelum masa suci, maka dihukum sebagai haid. Akan tetapi ika terjadi setelah masa suci, maka tidak termasuk haid. Sebab, keadaan seperti ini paling tidak dihukumi sama dengan keadaan darah berwarna kuning atau keruh.

5. Darah Haid Keluar Secara Terputus-putus

yakni sehari keluar darah dan sehari tidak keluar. Dalam hal ini terjadi 2 kondisi:

  • Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu, maka darah itu adalah istihadhoh.
  • Jika kondisi ini tidak terjadi pada seorang wanita tetapi kadang kala saja datang dan dia mempunyai saat suci yang tepat. Maka para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kondisi ketika tidak keluar darah. Apakah hal ini merupakan masa suci atau masuk kedalam hukum haid?

Madzhab Imam Asy Syafi'i, menurut salah satu pendapatnya yang paling shahih, bahwa hal ini termasuk dalam hukum haid. Pendapat ini pun menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan pengarang kitab Al Faiq, juga merupakan madzhab Imam Abu Hanifah, sebab, dalam kondisi ini tidak didapatkan lendir putih, kalau dijadikan sebagai keadaan suci berarti yang sebeumnya adalah haid yang sesudahnya pun haid, dan tidak seorang pun yang menyatakan demikian, karena jika demikian niscaya masa iddah dengan perhitungan Quru' (haid atau suci) akan berakhir dalam masa 5 hari saja. Begitu pula jika dijadiikan sebagai keadaan suci, niscaya akan merepotkan dan menyulitkan, karena harus mandi dan lain sebagainya setiap 2 hari, padahal syariat itu tidaklah menyulitkan.

Adapun yang masyhur menurut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal, jika darah yang keluar berarti darah haid dan jika berhenti berarti suci, kecuali apabila jumlah masanya melampaui jumlah maksimal masa haid, maka darah yang melampaui itu adalah darah istihadhoh.

Dalam kitab Al Mughni dikatakan bahwa "jika berhentinya darah kurang dari sehari maka seyogyanya tidak dianggap sebagai keadaan suci." Berdasarkan riwayat yang kami sebutkan berkenaan dengan nifas, bahwa berhentinya darah yang kurang dari sehari tak perlu diperhatikan. Dan inilah yang shahih Insyaallah. Sebab, dalam keadaan keluarnya darah yang terputus-putus (sekali keluar, sekali tidak) bila diwajibkan mandi bagi wanita pada setiap saat berhenti keluarnya darah tentu hal itu menyulitkan. 

Dan atas dasar ini, berhentinya darah yang kurang dari sehari bukan merupakan keadaan suci, kecuali jika si wanita mendapatkan bukti yang menunjukan bahwa ia suci. Misalnya, berhentinya darah tersebut pada akhir masa kebiasaannya atau ia melihat lendir putih.

Wallahu a'lam...

Itulah tadi beberapa pejelasan mengenai haid yang terkadang masih banyak para muslimah di bingungkan oleh persoalan tersebut. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekiranya terdapat salah penulisan bisa mencantumkan kritik dan saran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun