Mohon tunggu...
Khoiro Aulit Taufiqo
Khoiro Aulit Taufiqo Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Diskon Murabahah, Untuk Siapa?

26 Juni 2015   11:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:43 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Murabahah merupakan produk unggulan pada lembaga keuangan syariah. Ini terbukti dari semua jenis akad yang ada dalam lembaga keuangan syariah, kurang lebih hingga 80% akad yang digunakan menggunakan skim murabahah. Hal tersebut menunjukkan bahwa skim murabahah sangat diminati para nasabah ketika melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan syariah.

Dominasi pembiayaan murabahah dapat dilihat dari hampir seluruh perbankan syariah yang ada di Indonesia. Dominasi pembiayaan murabahah di perbankan syariah Indonesia karena memiliki banyak kesamaan dengan pola pembiayaan kredit sehingga lebih mudah diterima oleh masyarakat. Pembiayaan tersebut pada dasarnya merupakan transaksi jual beli yang kemudian menjadi transaksi pembiayaan yang diterapkan pada perbankan syariah.

Untuk melaksanakan murabahah yang kaffah tidaklah mudah, diperlukan tingkat ketaqwaan dari para pelaku transaksi jual beli murabahah, baik dari pihak penjual ataupun dari pihak pembeli. Karena itu dalam melakukan transaksi jual beli murabahah sangat dituntut mengutamakan aspek syariah sehingga praktik murabahah tersebut dapat dilaksanakan secara kaffah.

Untuk itu, dominasi pembiayaan murabahah pada perbankan syariah disikapi dengan dikeluarkannya berbagai aturan, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional, sehingga murabahah yang dilakukan oleh bank syariah sesuai dengan prinsip syariah, sehingga akan meninbulkan kenyamanan kepada para nasabah pemakai jasa perbankan syariah khususnya akad murabahah.

Pada dasarnya murabahah adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Dalam hal ini yang menjadi unsur utama jual beli murabahah itu adalah adanya kesepakatan terhadap keuntungan. Keuntungan itu ditetapkan dan disepakati dengan memperhatikan modal si penjual. Keterbukaan dan kejujuran menjadi syarat utama terjadinya murabahah yang sesungguhnya, karena murabahah adalah salah satu bentuk jual beli yang bersifat amanah, sehingga yang menjadi karakteristik dari murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

Keterbukaan dan kejujuran itu juga meliputi harga barang asli (dari supplier), dan segala informasi tentang spesifikasi barang, kondisi barang, hingga kecacatan barang harus disampaikan kepada nasabah, termasuk ketika dalam proses jual beli antara bank dengan pihak supplier (penyedia barang), pihak bank mendapatkan potongan harga (diskon) ataupun cash back. Nasabah berhak mengetahui segala informasi tentang pembelian barang tersebut, karena hal ini akan menyangkut berapa besaran harga yang akan dibebankan kepada nasabah ketika berakad. Hal ini diatur dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 04/DSN-MIU/IV/2000 tentang pembiayaan murabahah.

Kemudian dalam kaitannya dengan pemberian diskon, telah diatur dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 16/ DSN-MIU/ IV/ 2000 tentang diskon dalam murabahah. Poin ketiga dalam fatwa tersebut menyebutkan bahwa ketika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah hak nasabah. Jadi menurut ketentuan fatwa tersebut yang berhak atas diskon dalam pembiayaan murabahah adalah nasabah.

Akan tetapi apabila kita cermati, antara fatwa tentang murabahah dan fatwa tentang diskon dalam murabahah ini kurang begitu sinkron. Pasalnya, dalam ketentuan umum fatwa tentang murabahah, disitu dikatakan “Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.” Kemudian dalam pasal selanjutnya disebutkan, “Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan).” Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa bank (sebagai pembeli pertama) harus membeli barang dari supplier, kemudian bank akan menjual barang tersebut kepada pemesan yang dalam hal ini adalah nasabah (sebagai pembeli kedua).

Kemudian menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang diskon dalam murabahah, yang menyebutkan bahwa Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat potongan harga diskon dari produsen atau supplier, menurut fatwa tersebut, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu, diskon adalah hak nasabah.

Jika melihat pengertian diskon itu sendiri, menurut teori ekonomi Diskon adalah potongan harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli dalam membeli sejumlah barang / jasa. Diskon merupakan langkah suatu perusahaan memberikan potongan harga terhadap produk-produk yang dijual. Jadi pada intinya adalah diskon tersebut diberikan penjual kepada pembeli dengan maksud dan tujuan tertentu.

Setelah melihat esensi dari ketiga uraian diatas, dapat dicermati bahwa ketidak sesuaian itu disebabkan karena pemahaman dari pemaknaan diskon itu sendiri. Kalau dilihat dari pengertian diskon, maka fatwa DSN-MUI tentang diskon dalam murabahah itu tidak sesuai dengan isi dari pada fatwa DSN-MUI tentang murabahah yang menjadi landasan syariah pembiayaan murabahah di Indonesia.

Diskon merupakan potongan harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli. Kalau dilihat dari skim murabahah berdasarkan fatwa DSN-MUI Nomor: 04/DSN-MIU/IV/2000 tentang pembiayaan murabahah, yang mengharuskan bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri kepada supplier, maka bank bertindak sebagai pembeli pertama. Ketika supplier memberikan diskon kepada pembeli, maka yang berhak mendapatkan diskon adalah bank selaku pembeli pertama. Mengenai peruntukkan diskon untuk nasabah adalah tergantung dari bank yang bersangkutan, apakah bank selaku supplier kedua akan memberikan diskon juga kepada nasabah selaku pembeli kedua atau tidak. Itu menjadi wewenang dari pihak bank selaku pemilik barang yang sempurna (al-milk at-tam).

Seharusnya ketika dalam pertimbangan fatwa DSN-MUI Nomor: 16/ DSN-MIU/ IV/ 2000 tentang diskon dalam murabahah, juga telah mempertimbangkan fatwa sebelumnya yaitu fatwa tentang murabahah ini, maka peruntukan diskon dari supplier adalah kepada bank selaku pembeli pertama, bukan diperuntukkan kepada nasabah selaku pembeli kedua. Hal inilah yang agak kurang sesuai dari fatwa tentang diskon dalam murabahah dan fatwa tentang murabahah.

Akan tetapi penulis menduga lahirnya fatwa DSN-MUI Nomor: 16/ DSN-MIU/ IV/ 2000 tentang diskon dalam murabahah ini dipengaruhi oleh praktik pembiayaan murabahah yang tidak sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang murabahah. Konsep murabahah yang dilakukan oleh bank syariah di Indonesia sangat berbeda dengan akad murabahah yang dilakukan oleh bank syariah yang ada di negara lain. Akad murabahah yang berbasis ba’i yang ada di negara lain merupakan murabahah dimana terdapat barang yang dimiliki oleh pembeli pertama yang akan bertindak sebagai penjual kedua. Ini peranan yang dilakukan oleh bank syariah di negara lain yang tidak dilakukan pada perbankan syariah di Indonesia.

Praktik pembiayaan murabahah yang dilakukan di Indonesia, diberikan contoh bila seorang nasabah ingin membeli mobil, maka nasabah tersebut akan mempergunakan konsep tamwil bil murabahah untuk mendapatkan mobil tersebut. Agar akad tersebut dapat terlaksana maka nasabah datang ke suatu bank syariah dan mengajukan pembiayaan berbasis murabahah. Di sini yang berlaku adalah pembiayaan dengan konsep tamwil bil murabahah. Dengan adanya konsep tamwil bil murabahah maka pembeli akhir menandatangani kontrak dengan bank syariah untuk mewakili dirinya dalam melakukan pembelian mobil. Tentunya setelah nasabah mengetahui jenis mobil yang akan dibelinya. Di sini bank syariah akan menerbitkan akad wakalah ( Perwakilan ) yang menyatakan bahwa bank syariah menyetujui untuk mewakili nasabah dalam melakukan pembelian mobil terhadap nasabah. Bank syariah dengan akad ini dianggap telah memiliki barang yang akan dijualnya lagi kepada nasabah pembiayaan murabahah selaku pembeli akhir dengan akad tamwil bil murabahah. Dengan akad ini maka kepemilikan bank syariah terhadap barang tersebut hanya sebentar. Hal inilah yang mendasari peruntukkan diskon dalam murabahah menjadi hak nasabah. Karena dalam praktiknya nasabahlah yang melakukan pembelian barang kepada supplier, dan bukan menggunakan skim murabahah yang telah diatur oleh fatwa DSN-MUI tentang murabahah. Wallahu a’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun