Diskon merupakan potongan harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli. Kalau dilihat dari skim murabahah berdasarkan fatwa DSN-MUI Nomor: 04/DSN-MIU/IV/2000 tentang pembiayaan murabahah, yang mengharuskan bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri kepada supplier, maka bank bertindak sebagai pembeli pertama. Ketika supplier memberikan diskon kepada pembeli, maka yang berhak mendapatkan diskon adalah bank selaku pembeli pertama. Mengenai peruntukkan diskon untuk nasabah adalah tergantung dari bank yang bersangkutan, apakah bank selaku supplier kedua akan memberikan diskon juga kepada nasabah selaku pembeli kedua atau tidak. Itu menjadi wewenang dari pihak bank selaku pemilik barang yang sempurna (al-milk at-tam).
Seharusnya ketika dalam pertimbangan fatwa DSN-MUI Nomor: 16/ DSN-MIU/ IV/ 2000 tentang diskon dalam murabahah, juga telah mempertimbangkan fatwa sebelumnya yaitu fatwa tentang murabahah ini, maka peruntukan diskon dari supplier adalah kepada bank selaku pembeli pertama, bukan diperuntukkan kepada nasabah selaku pembeli kedua. Hal inilah yang agak kurang sesuai dari fatwa tentang diskon dalam murabahah dan fatwa tentang murabahah.
Akan tetapi penulis menduga lahirnya fatwa DSN-MUI Nomor: 16/ DSN-MIU/ IV/ 2000 tentang diskon dalam murabahah ini dipengaruhi oleh praktik pembiayaan murabahah yang tidak sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang murabahah. Konsep murabahah yang dilakukan oleh bank syariah di Indonesia sangat berbeda dengan akad murabahah yang dilakukan oleh bank syariah yang ada di negara lain. Akad murabahah yang berbasis ba’i yang ada di negara lain merupakan murabahah dimana terdapat barang yang dimiliki oleh pembeli pertama yang akan bertindak sebagai penjual kedua. Ini peranan yang dilakukan oleh bank syariah di negara lain yang tidak dilakukan pada perbankan syariah di Indonesia.
Praktik pembiayaan murabahah yang dilakukan di Indonesia, diberikan contoh bila seorang nasabah ingin membeli mobil, maka nasabah tersebut akan mempergunakan konsep tamwil bil murabahah untuk mendapatkan mobil tersebut. Agar akad tersebut dapat terlaksana maka nasabah datang ke suatu bank syariah dan mengajukan pembiayaan berbasis murabahah. Di sini yang berlaku adalah pembiayaan dengan konsep tamwil bil murabahah. Dengan adanya konsep tamwil bil murabahah maka pembeli akhir menandatangani kontrak dengan bank syariah untuk mewakili dirinya dalam melakukan pembelian mobil. Tentunya setelah nasabah mengetahui jenis mobil yang akan dibelinya. Di sini bank syariah akan menerbitkan akad wakalah ( Perwakilan ) yang menyatakan bahwa bank syariah menyetujui untuk mewakili nasabah dalam melakukan pembelian mobil terhadap nasabah. Bank syariah dengan akad ini dianggap telah memiliki barang yang akan dijualnya lagi kepada nasabah pembiayaan murabahah selaku pembeli akhir dengan akad tamwil bil murabahah. Dengan akad ini maka kepemilikan bank syariah terhadap barang tersebut hanya sebentar. Hal inilah yang mendasari peruntukkan diskon dalam murabahah menjadi hak nasabah. Karena dalam praktiknya nasabahlah yang melakukan pembelian barang kepada supplier, dan bukan menggunakan skim murabahah yang telah diatur oleh fatwa DSN-MUI tentang murabahah. Wallahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H