Bagaikan bangsa yang mempunyai khazanah kebudayaan serta tradisi yang sangat kaya, Indonesia menaruh banyak perihal buat diteliti, dipelajari, serta dibesarkan.
Salah satu perihal yang dapat ditelaah merupakan bangunan- bangunan candi besar yang berada, di pulau Jawa. Kita mempunyai candi besar semacam Borobudur serta Prambanan, yang dapat dikatakan jadi simbol puncak peradaban arsitektur pada masanya.
Dalam pembahasan ini, kita didedahkan bermacam cerminan dari hasil studi terhadap candi- candi di Indonesia yang ditinjau dari disiplin arsitektur. Dari situ, ditemui perihal menarik serta luar biasa, paling utama mengenai tradisi arsitektur candi di Indonesia yang mempengaruhi serta jadi referensi desain candi serta kuil di Asia Tenggara.
Pakar menjelaskan, sepanjang riset pada peninggalan bangunan masa dahulu di Indonesia cenderung bertabiat antropologis serta arkeologis. Dampaknya, watak transformatifnya kurang, sebab bertabiat statis. Pembahasan  ini meninjau bangunan candi bersumber pada kajian arsitektur, sehingga membolehkan terdapatnya gagasan yang lebih transformatif, spesialnya yang berkaitan dengan daerah Asia Tenggara, sehingga bisa menampilkan eksistensi candi di Indonesia dalam konteks yang lebih luas.
Riset ini memakai pendekatan arsitektural lewat kajian representasi, tipomorfologi arsitektur, transformasi, percampuran, serta bisa berhubungan dengan uraian analogi- analogi yang bertumpu pada nilai- nilai lokal. Mula- mula, dipaparkan tentang gimana arsitektur candi di Jawa, paling utama candi Prambanan, Borobudur, setelah itu menguak relasinya dengan candi di masa transisi di Kamboja, semacam candi Bakong.
Dari sini, ditemui dominasi unsur- unsur candi masa Klasik Tengah Jawa pada candi- candi masa transisi di Kamboja. Penyusun mempelajari 62 faktor candi yang terdapat di Jawa serta menciptakan 19 di antara lain terdapat pada faktor candi di Kamboja.
Ulasan beranjak pada pengaruh arsitektur candi di Jawa pada puncak percandian di Kamboja. Dalam hal ini, tata massa dan denah, ataupun denah bangunan utama serta bangunan penunjang antara candi Borobudur serta Prambanan dengan Angkor Wat yang dapat dikatakan jadi simbol puncak arsitektur candi di Kamboja. Ditemui terdapatnya faktor penyusunan tata massa yang sama, tetapi dibesarkan dengan wujud yang berbeda. Angkor Wat nampak memakai faktor( elektisisme) jenis Candi Borobudur serta Candi Prambanan pada tata massa, denah, serta wujud. Pengaruh Candi Prambanan lebih kokoh, tetapi olahan ornamen hadapi pengembangan lebih lanjut.
Para ahli  berkesimpulan Angkor Watt memanglah termotivasi dari arsitektur Candi Prambanan serta Borobudur. Candi- candi di Kamboja pada masa transisi termotivasi kokoh oleh candi- candi di Jawa, mengingat perbandingan waktu tidak sangat jauh.
Terdapat gejala pengaruh candi Jawa masa Klasik Tengah yang persisten digunakan bagaikan sumber inspirasi pada perancangan serta pembuatan candi di masa pratransisi hingga Bayon di Kamboja. Perihal ini menunjukkan candi di Jawa telah mempunyai keunggulan arsitektur.
Dipaparkan Candi Induk Prambanan, walaupun berbeda tingginya sedikit dengan Angkor, dibentuk tidak dengan kaki yang besar, tetapi dengan wujud yang besar dari dasar ke atas. Ketinggiannya setara dengan gabungan kaki Angkor yang berundak serta candi utamanya. Perihal ini menampilkan teknologi high rise building candi di Jawa lebih unggul serta maju.
Di samping itu, teknologi pertukangan Jawa Klasik Tengah pula nampak lebih maju sebab mampu mencerna material yang lebih pejal serta metode pengangkutan yang lebih apik. Material candi di Jawa( andesit) lebih keras daripada material batu( sandstone) di Kamboja( hektometer 243).
Desain arsitektur di masa abad ke- 9 di Jawa bisa dikatakan sangat ultimate dalam pertumbuhan candi di Indonesia. Desain Borobudur misalnya, menggambarkan terdapatnya inovasi berpikir yang mencampurkan tradisi lokal serta global. Tradisi lokal dari pemakaian kembali punden berundak, khas bangunan purba di Indonesia.
Sebaliknya dari ukuran gigantik, Borobudur memakai teknologi konstruksi tidak biasa. Di samping aspek teknologi, aspek pengadaan, pemindahan material, serta pengolahannya menggambarkan tingkatan kesusahan tertentu.
Inovasi lebih lanjut terdapat pada candi Prambanan. Bila Borobudur bangunan masif tidak berongga, Prambanan memiliki rongga serta ruangan. Bangunan berongga memanglah terdapat pada candi- candi di Dieng serta Gedong Songo, tetapi dengan 4 ruang serta ukuran besar dan ketinggian setara Borobudur, ini belum terdapat presedennya.
Prambanan merupakan bangunan besar awal di Indonesia, apalagi di Asia Tenggara. Konstruksinya perlu transformasi teknologi, spesialnya dari candi kecil ke candi- candi besar. Sebaliknya di era itu, pasti belum terdapat perlengkapan semacam crane buat membangun bangunan setinggi 47 m. Prambanan dibentuk abad ke- 12,berarti 2 abad lebih dini dari Angkor Wat. Penemuan ini diharapkan bisa menggugah penghargaan terhadap rasa serta perilaku nasionalisme, lewat tradisi Indonesia dalam perihal arsitektur, baik secara umum untuk para sejarawan, arkeolog, serta sebagainya, ataupun untuk para arsitek serta akademisi- akademisi arsitektur Indonesia.
Karena, pengaruh global saat ini sudah banyak mempengaruhi kita dengan style arsitektur asing. Sementara itu, pada masa kemudian, Indonesia sempat jadi pusat peradaban arsitektur yang kokoh serta jadi referensi di Asia Tenggara.
Para ahli, lewat temuannya menimpa kuatnya eksistensi candi Jawa di Asia Tenggara yang teruji menginspirasi hingga Kamboja, berharap bisa digunakan bagaikan refleksi untuk arsitektur serta arsitek Indonesia dikala ini dalam berkreasi. Arsitek Indonesia mesti sanggup meningkatkan kemampuan lokal ke- Indonesia- an serta mengimplementasikannya pada bangunan modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H