Berdasarkan UU no. 30 tahun 2002, Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) menyatakan bahwa KPK memiliki wewenang untuk melakukan rekuitmen maupun memberhentikan penyelidik dan penyidik KPK. Namun rupanya dalam revisi ini, DPR tidak mengizinkan KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik nya secara mandiri. Melainkan, penyelidik dan penyidik KPK harus diangkat dan dilantik oleh pihak kejaksaan ataupun kepolisian. Berdasarkan Pasal 43 RUU KPK yang berbunyi (1) Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyelidik yang diperbantukan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi. (2) Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atas usulan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
DPR juga mengubah Pasal 45 yang sebelumnya menyatakan bahwa KPK berhak untuk mengangkat dan memberhentikan penyidik secara independen, menjadi Pasal 45 RUU KPK berbunyi (1)Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyidik yang diperbantukan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atas usulan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kejaksaan Republik Indonesia.
Dua peraturan baru mengenai perekrutan penyelidik dan penyidik KPK membuat lembaga tersebut tidak lagi memiliki kewenangan untuk merekrut penyidik independen. Rupanya, DPR telah memberikan ruang yang begitu besar bagi Kepolisian untuk “menguasai” KPK. Ke depannya, penindakan tindak pidana korupsi di bidang penegakan hukum akan menghadapi banyak kendala. Faktanya, ketergantungan KPK terhadap kedua lembaga institusi hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) hanya akan memberikan dampak buruk terhadap kinerja KPK
Kesimpulan
Berdasarkan poin-poin di atas, pengajuan revisi UU KPK dinilai hanya akan melemahkan KPK. Hal ini kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi yang dibawa oleh Presiden Joko Widodo, yang tercermin dari Nawacita Poin keempat yaitu bertekad untuk menolak negara yang lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
Terdapat beberapa dampak yang dikhawatirkan terjadi apabila revisi undang-undang KPK ini tetap dilaksanakan, seperti:
1. KPK menjadi mandul dalam mengungkap kasus korupsi yang semakin canggih dan terselubung.
2. Penanganan kasus korupsi pada KPK akan berlangsung lama dan berlarut-larut karena dikerjakan dalam dua institusi/lembaga yang berbeda.
3. Independensi KPK terancam
4. Pembentukan Dewan Pengawas yang hanya akan memberikan dampak tumpang tindih pengawasan dan dualisme kekuasaan, karena sudah ada komite etik KPK dan pengawas internal yang mengawasi kerja KPK
Pada akhirnya, revisi untuk kontekstualisasi UU KPK dengan perkembangan jaman jelas diperlukan. Namun, revisi terhadap UU KPK haruslah seperangkat peraturan yang dapat menguatkan posisi KPK dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Bukan memperlemah lembaga anti rasuah ini dan melindungi para pelaku korupsi. Jadi, UU KPK hendak direvisi untuk diperlemah? Nanti dulu...