Belum pula es teh manis, minuman sachetan, dan boba. Sekiranya minuman tersebutlah yang memicu timbulnya penyakit turunan seperti penyakit jantung, diabetes, dan obesitas. Penyakit tersebut merupakan penyakit progresif dan sulit ditangani.
Ardiansyah (2017) dari Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa pertumbuhan produksi minuman ringan sejak tahun 2005 hingga tahun 2014 selalu mengalami peningkatan drastis dari 10 ribu juta liter menjadi 30 ribu juta liter per tahunnya.Â
Adapun Susenas (2014) menyebutkan bahwa total konsumsi minuman ringan berpemanis yang meliputi dari air teh kemasan; minuman ringan mengandung CO2; sari buah kemasan; dan minuman kesehatan berenergi, sejak tahun 2005 hingga tahun 2014 selalu meningkat dari 260 juta liter menjadi 760 juta liter.
Ardiansyah (2017) dari BPJS menyebutkan bahwa data tanggungan BPJS pada penyakit kencing manis dan gangguan metabolisme termasuk diabetes sejak tahun 2014 hingga tahun 2016 selalu terjadi kenaikan. Pada tahun 2014, tanggungan BPJS pada penyakit tersebut sebesar Rp430 miliar. Di tahun 2016, meningkat menjadi Rp568 miliar.
Konsumsi minuman berpemanis selalu meningkat seiring dengan peningkatan penderita obesitas dan diabetes. Walaupun konsumsi minuman berpemanis cukup berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.Â
Akan tetapi, pemerintah melihat bahwa terdapat eksternalitas negatif yang dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengintervensi konsumsi tersebut sesuai dengan pigouvian tax, yakni sebuah pemberian cukai ke dalam harga jual barang untuk melakukan perlindungan akibat eksternalitas negatif yang terjadi.
Bagaimana dengan Negara lain? Baik atau Buruk?
Melihat minuman berpemanis secara umum merupakan barang inelastis. Pengenaan tarif cukai sebesar Rp1.500 per liter pada teh kemasan dan minuman berpemanis lainnya sebesar Rp2.500 per liter diharapkan dapat merubah perilaku masyarakat dalam mengurangi konsumsi minuman berpemanis.Â
Harapannya dapat mengurangi tanggungan BPJS agar dapat dialokasikan menutup defisit yang lain, serta berkurangnya penderita penyakit diabetes agar terciptanya masyarakat Indonesia yang lebih sehat.Â
Kita tidak ingin sekitar 23,1% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit jantung, kanker, diabetes, dan pernapasan terus meningkat. Jauh dibanding negara tetangga kita seperti Singapura (10,5%); Thailand (16,2); dan Malaysia (19,6%).