Pada masa pemerintahan Orde Baru, masyarakat adat dianggap memiliki beragam pola pengelolaan hutan yang terbelakang dan dianggap dapat merusak hutan (Rachman, 2014). Pada saat itu, sebutan-sebutan seperti "peladang berpindah", "pembuka-pembakar hutan", "perambah hutan", "suku terasing", dan sebagainya disematkan oleh Pemerintah kepada komunitas masyarakat adat. Istilah ini juga tidak dapat dilepaskan dari perkembangan oleh wacana internasional terkait yang dikembangkan lembaga-lembaga internasional seperti Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Bank. Penyematan dan stigma pada masyarakat adat tersebut pada akhirnya menjadi justifikasi atas perampasan hutan adat dan diberikannya konsesi kepada perusahaan swasta. Seolah sudah biasa dinormalisasi, persoalan ini tampaknya tak akan banyak mendapat sorotan dari masyarakat luas.Â
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Said, Edward. (2003). Orientalism. New York: Vintage Books.Â
Artikel Jurnal
Rachman, Noer Fauzi. (2014). Masyarakat Hukum Adat Adalah Bukan Penyandang Hak, Bukan Subjek Hukum, dan Bukan Pemilik Wilayah Adatnya. Jurnal Transformasi Sosial, No. 33. Yogyakarta: Indonesian Society for Social Transformation (INSIST) Press.Â
VideoÂ
BBC Ideas. (2019). Orientalism and power: When will we stop stereotyping people? | A-Z of ISMs Episode 15 - BBC Ideas [Video]. https://www.youtube.com/watch?v=ZST6qnRR1mY.Â
Chattopadhyay, Sayan. (2017). Lecture 04 - Colonial Discourse Analysis: Edward Said [Video]. Postcolonial Literature. https://www.youtube.com/watch?v=IoSLD5C8RVQ.Â
Macat. (2017). Edward Said - An Introduction to Orientalism [Video]. https://www.youtube.com/watch?v=1aNwMpV6bVs.Â
Publikasi