Kabut asap ini tidak boleh dianggap remeh karena selama peristiwa kebakaran hutan berlangsung, tercatat terdapat 24 orang tewas, 600 ribu orang menderita ISPA, dan sekitar 60 juta orang terpapar asap. Akibatnya, menurut catatan resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pemerintah diharuskan untuk mengeluarkan biaya sebesar Rp2,1 triliun guna mengganti rugi dampak yang terjadi pada sektor kesehatan (The Asia Foundation, 2015).
Dengan adanya kesengajaan pelaku dan banyaknya dampak yang disebabkan, Mungkin suatu saat pengadilan di Indonesia dapat menerapkan proses legal standing atau seseorang/sekelompok orang dapat melakukan gugatan atas dasar kepentingan umum mengingat telah diakuinya keadilan lingkungan antar generasi.Â
Sayangnya, hak gugat yang bertujuan untuk pemulihan lingkungan ini belum diakui di dalam hukum positif di Indonesia. Indonesia dapat mencontoh Filipina yang telah memutus bahwa hak atas lingkungan yang baik merupakan actionable right yang dimiliki baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Lalu, hak gugat juga dimiliki oleh generasi sekarang apabila sekiranya lingkungan di masa yang akan datang akan lebih buruk dari masa yang sekarang (Manguiat, 2003).
Melihat status quo kondisi kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia terutama di Kalimantan, seharusnya negara terkhususnya lembaga HAM seperti Komnas HAM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bijaknya menelaah kembali instrumen hukum lingkungan dan instrumen HAM. Beberapa diantaranya termasuk penelaahan terhadap diakuinya tidak legal standing di dalam hukum positif di Indonesia UU Pengadilan HAM yang tidak memasukan ekosida kejahatan lingkungan hidup.Â
Padahal, ekosida juga dapat menimbulkan kerusakan yang luar biasa hebat sama halnya seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Menurut UU Pengadilan HAM, Genosida dapat dikategorikan sebagai salah satu pelanggaran HAM berat karena dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, maupun agama.Â
Cukup jelas bahwa hal tersebut akan mengakibatkan dampak yang luar biasa karena jutaan nyawa manusia akan menjadi korban dari kejahatan genosida ini. Selain itu, kejahatan terhadap kemanusiaan dianggap sebagai pelanggaran HAM berat menurut UU Pengadilan HAM karena mengakibatkan serangan yang meluas dan sistematis kepada penduduk sipil.Â
Bila diperhatikan, kejahatan ekosida ini sama halnya dengan kejahatan genosida maupun kejahatan terhadap kemanusiaan karena berdampak parah kepada lingkungan maupun manusia bahkan ke generasi yang berikutnya. Jika kesadaran akan lingkungan hidup tidak dimulai dari sekarang, jika para perusak bumi tidak ditindaklanjuti secara tegas, maka secara perlahan bumi akan kehilangan esensinya untuk memberi kehidupan kepada manusia dan makhluk hidup yang lainnya.Â
Faktanya, esensi kehidupan manusia sebenarnya ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 9 yang mengatur tentang hak untuk hidup dalam ayat (1), (2), dan (3) UU HAM. Sehingga, menelaah kembali instrumen hukum lingkungan dan instrumen HAM rasanya menjadi penting untuk dilakukan, termasuk tafsir hukum yang progresif untuk menyelamatkan bumi untuk generasi hari ini dan akan datang.
Oleh: Fadilla Miftahul Jannah | Ilmu Hukum 2019 | Staf Departemen Kajian Strategis BEM UI 2020
Referensi
Buku
Beder, S. (2006). Environmental Principles and Policies: An Interdisciplinary Introduction. New York: Earthscan.