Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ditjen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Akun Kompasiana Direktorat Jenderal Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Kabinet Astana Bimantara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perppu Cipta Kerja: jalan Pintas Oligarki yang Mencederai Demokrasi

2 Mei 2023   12:15 Diperbarui: 2 Mei 2023   12:33 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai; 

3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Berdasarkan tiga tolak ukur tersebut, PERPPU Cipta Kerja ini dianggap belum memenuhi syarat kekosongan hukum yang dijabarkan diatas. Kuasa hukum pemohon perkara No. 5/PUU-XXI/2023 perihal "Pengujian Formil dan Materiil PERPPU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terhadap UUD RI 1945" Victor Santoso menyampaikan bahwa selama ini sebetulnya tidak terjadi kekosongan hukum karena pemerintah sejatinya masih menggunakan UU No. 11 Tahun 2020 dalam proses penyelesaian masalah hukum yang bersifat mendesak dan masih menjadi ruang lingkup Undang-Undang Cipta Kerja.

Walaupun Undang-Undang tersebut masih perlu direvisi dan di evaluasi perihal substansinya agar sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat dan juga UU No. 13 Tahun 2022. Selain kekosongan hukum, Rivanlee Anandar selaku Wakil Koordinator II Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mengatakan bahwa tidak adanya desakan ataupun tekanan berupa tuntutan dari masyarakat luas untuk penerbitan PERPPU ini, malah ber kebalikannya, PERPPU ini justru menimbulkan gelobang penolakan dari aliansi masyarakat secara masif di berbagai daerah di Indonesia yang menandakan bahwa PERPPU ini tidak sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. 

Pertimbangan dari penerbitan PERPPU Cipta Kerja ini pun kerap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat bahkan dikalangan para akademisi. Seperti yang disebutkan pemerintah bahwasanya salah satu urgensi atau kegentingan yang mendorong lahirnya PERPPU no 2 Tahun 2022 ini merupakan ancaman dari gejolak dan ketidakpastian kondisi ekonomi global pasca konflik Rusia-Ukraina. 

Namun, statement ini menjadi kontradiktif dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yaitu Airlangga Hartarto yang memperlihatkan rasa optimistik bahwa pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia saat ini mampu menjadi perisai dan bekal pertahanan dalam menghadapi ancaman resesi global Tahun 2023. Pernyataan Airlangga Hartanto tersebut diperkuat oleh hasil proyeksi Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan yang menyatakan bahwa pada kuartal satu, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai sekurang-kurangnya lima persen yang diakibatkan oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia pada awal tahun ini. 

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira juga memberikan pandangannya terkait embel-embel urgensi dikeluarkannya PERPPU Cipta Kerja ini. Beliau menyatakan bahwa kehadiran PERPPU ini akan menciptakan ketidakpastian Hukum yang menimbulkan keraguan para investor karena regulasi yang berubah-ubah, terburu-buru dan tidak adanya kepastian regulasi jangka panjang. Belum ada jaminan bahwa investasi akan meningkat dengan penerbitan PERPPU tersebut. 

Sebab realitasnya jumlah investasi yang mangkrak masih tinggi padahal beberapa regulasi turunan dari PERPPU ini sudah berjalan. Selain itu, penerbitan PERPPU ini juga berdampak bagi berbagai sektor dalam kehidupan di Masyarakat. 

Pengenyampingan Dampak Lingkungan dari PERRPU Cipta Kerja 

Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau PERPPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai mengenyampingkan aspek Lingkungan Hidup dalam perumusannya.. Perppu ini dinilai dan diyakini hanya akan semakin meningkatkan eskalasi pelanggaran dan pencemaran yang dilakukan oleh pihak korporat dan perusahaan yang bergerak dalam bidang sumber daya alam yang tentu saja mengancam ketersediaan dan juga keamanan sumber daya yang dimiliki Indonesia selama ini. 

Sejalan dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang dinyatakan bermasalah dan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi, PERPPU ini juga mengatuh berbagai isu lingkungan yang mencakup sektor kehutanan, perkebunan dan juga agraria. Menilik jauh sebelum pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang menimbulkan arus demonstrasi yang besar pada tahun 2020, banyak akademisi dan juga pakar terkait lingkungan juga para aktivis yang mempertanyakan sejumlah ketentuan dalam draf Rancangan Undang-Undang tersebut yang menyambut ancaman akan kelestarian hutan dan lingkungan hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun