Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ditjen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Akun Kompasiana Direktorat Jenderal Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Kabinet Astana Bimantara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat: Operasi Tunda Pemilu dan Pembangkangan terhadap Konstitusi

26 Maret 2023   20:56 Diperbarui: 26 Maret 2023   21:23 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         Pada hakikatnya, kewenangan pemilu merupakan wewenang dari KPU, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Berdasarkan Pasal 431, menegaskan bahwa penundaan pemilu hanya dapat terjadi apabila memang terjadi gangguan yang dapat mengancam keamanan serta bencana alam. Sedangkan, jika kita kaitkan syarat tersebut dengan pengeluaran putusan penundaan pada hari ini, sangatlah tidak relevan. Hal ini disebabkan bahwa Indonesia sedang tidak mengalami suatu hal yang sebagaimana sudah menjadi ketentuan dapat dilakukannya penundaan. 

     Pada Pasal 22E Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas menyatakan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 (lima) tahun sekali. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyetujui penundaan Pemilu dengan menyatakan bahwa "Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari". Hal tersebut merupakan putusan yang telah melanggar konstitusi, sebab dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 telah dijelaskan bahwa pemilihan umum dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali. 

           Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seharusnya memahami hal-hal tersebut. Putusan ini juga merupakan wujud cacat hukum serta implementasi dari penyelewengan kewenangan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Firmansyah, 2023). Sejak awal pengajuan gugatan yang dilakukan oleh Partai Prima, seharusnya Majelis Hakim menolak gugatan tersebut sebab dalam Pasal 471 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu telah diatur bahwa sengketa proses pemilu diselesaikan melalui Bawaslu dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, bukan melalui Pengadilan Negeri. Namun pada faktanya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima gugatan tersebut dan menghukum tergugat yang dalam hal ini merupakan KPU untuk melakukan penundaan Pemilu.


POLITICAL INTEREST PARTAI PRIMA TERKAIT GUGATAN DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT

Suasana politik di Indonesia memanas pasca Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan dari Partai Adil dan Makmur terkait ketidakadilan dalam proses verifikasi peserta Pemilu 2024 dalam gugatan perlawan melawan hukum yang telah dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum. Dalam proses seleksi dalam menjadi bagian dari peserta pesta demokrasi di indonesia perlu melewati serangkaian proses seleksi guna menjamin bahwa setiap partai politik yang mengikuti segala proses pemilu 2024 adalah partai yang memiliki kredibilitas dari segi hukum dan juga politik. 

Dalam ekosistem politik di Indonesia, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seluruh partai politik apabila ingin menjadi calon peserta pesta demokrasi di Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Berdasarkan Pasal 173 UU No 7/2017 tentang syarat-syarat agar partai politik dapat menjadi bagian dari peserta pemilu diantaranya adalah:

  1. Berstatus badan hukum sesuai dengan undang-undang memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;

  2. Memiliki kepengurusan di 75 persen, jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;

  3. Memiliki kepengurusan di 50 persen (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;

  4. Menyertakan paling sedikit 30 persen (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;

  5. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    8. 8
    9. 9
    10. 10
    11. 11
    12. 12
    13. 13
    14. 14
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Hukum Selengkapnya
    Lihat Hukum Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun