Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ditjen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Akun Kompasiana Direktorat Jenderal Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Kabinet Astana Bimantara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

ERP dan Cipta Kerja: Embrio Masalah Baru di Jakarta

28 Februari 2023   21:25 Diperbarui: 28 Februari 2023   21:29 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.databoks.katadata.co.id

Banyak hal yang menjadi kontroversi di masyarakat terkait permasalahan ini diantaranya adalah terkait Pasal 81 UU Ciptaker ini yang awalnya adalah Pasal 88 UU Ketenagakerjaan terkait upah pekerja. Pasal ini menghilangkan beberapa kebijakan yang sejatinya hal tersebut merupakan hak para pekerja seperti upah pesangon, upah akibat mengambil hak waktu istirahat, dan juga upah mengenai perhitungan pajak penghasilan. Selain itu, pada pasal 81 No. 29 Undang-undang Cipta Kerja yang sebelumnya diatur dalam pasal 91 Undang-undang Ketenagakerjaan menghapus sanksi bagi pengusaha yang tidak memberikan hak berupa upah sesuai ketentuan kepada para pekerja yang tentunya menimbulkan gelombang protes dari masyarakat khususnya kaum buruh sebagai pihak yang terdampak.

Akibat berbagai kontroversi yang hadir di masyarakat ini akhirnya mengundang berbagai pihak untuk memperjuangkan hak-hak para pekerja yang dihilangkan lewat gugatan yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi. Bukan hanya pekerja gugatan ini bersumber dari berbagai pihak, seperti serikat buruh, mahasiswa, hingga akademisi. Terdapat total  sembilan gugatan yang disampaikan ke MK, namun hanya satu gugatan yang diterima oleh pihak Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Berdasarkan putusan tersebut terdapat 7 pihak yang melakukan gugatan yaitu Bangkid Pamungkas, Ali Sujito, Muchtar Said, Hakimi Irawan, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Adat Alam Minangkabau, dan Migrant Care. Majelis hakim menyatakan bahwa UU Cipta Kerja dinilai cacat secara formil, akibatnya dianggap inkonstitusional bersyarat. Berdasarkan mkri.id, Ketua MK Anwar Usman menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja tidak sejalan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup. Selain itu, MK menilai bahwa pembentukan Undang-Undang ini tidak sesuai dengan UUD 1945. Alhasil MK memberikan jangka waktu selama 2 tahun untuk pihak pembuat Undang-Undang agar melakukan revisi dan apabila selama waktu yang telah ditentukan pihak pembuat Undang-Undang belum melakukan perbaikan maka Undang-Undang Cipta Kerja dinyatakan sebagai Undang-Undang yang Inkonstitusional secara permanen.

Kemudian pada tanggal 30 Desember 2022 pemerintah menerbitkan PERPPU Cipta Kerja yang menurut Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai bagian dari upaya pemerintah menyikapi tekanan ekonomi global. Ancaman yang akan datang berupa krisi pangan, energi, keuangan, hingga perubahan iklim dirasa menjadi alasan yang tepat untuk diterbitkannya PERPPU ini. Alasan lainnya adalah pemerintah harus mengembalikan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara hingga di bawah 3% di tahun 2022 dan PERPPU ini diharapkan dapat mengisi kepastian hukum. Dalam putusannya MK mengamanatkan kepada pihak pembentuk undang-undang untuk memperbaiki proses pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja dan membuka seluas-luasnya ruang partisipasi publik. Berlawanan dengan amanat tersebut, Pemerintah justru menerbitkan PERPPU yang menunjukan bentuk otoritarianisme dari pemerintahan yang berkuasa sekarang. 

Terbitnya PERPPU ini tentu bertolak belakang dengan kebijakan ERP yang akan memonetisasi jalanan arteri di Jakarta yang kerap digunakan para pekerja untuk mobilitas ke tempat mereka bekerja. Pengeluaran yang semakin banyak namun pemasukan yang semakin minim akan memberatkan para pekerja terutama pekerja dengan upah menengah kebawah. Tentu saja hal ini mengundang penolakan dari pihak serikat buruh. Penolakan tersebut datang dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia atau Aspek Indonesia yang merasa kebijakan ERP ini akan memberatkan golongan pekerja. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ERP ini akan mengurangi pendapatan buruh terutama mereka yang menjadi kurir atau pengemudi ojek daring. Meskipun pemerintah telah mengatakan bahwa pengemudi ojek daring akan terbebas dari ERP, harus tetap diperhatikan bahwa hal tersebut bisa saja menimbulkan kecemburuan sosial dari golongan pekerja lainnya yang memiliki kebutuhan yang sama terkait penggunaan jalanan di Jakarta, karena pada dasarnya jalanan tersebut adalah hak mereka selaku masyarakat yang membayar pajak. Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat mengatakan apabila pemerintah belum bisa memberikan lapangan pekerjaan dengan luas yang ditandai oleh banyaknya pemutusan kerja di berbagai perusahaan, seharusnya pemerintah tidak memberatkan rakyat khususnya golongan pekerja yang rentan dengan menerapkan kebijakan ERP ini.

Subsidi Kendaraan Listrik, Selamatkan Iklim Tambah Kemacetan

Penerapan kebijakan ERP bukan hanya digunakan untuk menyelamatkan Jakarta dari kemacetan yang sangat mengganggu mobilitas warganya, tapi juga untuk menyelamatkan udara Jakarta agar jakarta tetap layak huni. Diantara upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengurangi produksi gas co² di Jakarta dengan mengurangi jumlah kendaraan berbahan bakar fosil di jakarta dan menggantinya dengan kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.

Pemerintah sedang menyiapkan insentif untuk kendaraan listrik. Dilaporkan, mobil listrik akan mendapatkan subsidi sebesar Rp 80 juta, mobil hybrid Rp 40 juta, motor listrik Rp 8 juta dan motor konversi Rp 5 juta. Usaha ini dilakukan agar menarik minat masyarakat untuk mengganti kendaraan yang sebelumnya menggunakan bahan bakar fosil menjadi kendaraan dengan tenaga listrik agar output yang dikeluarkan tidak menyakiti udara di Jakarta dengan asap yang mengundang lebih banyak polusi.

Pengamat Transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan bahwa kebijakan insentif yang diberikan Pemerintah kepada masyarakat ini perlu dikaji lebih mendalam karena hal ini bisa saja menghasilkan lebih banyak kemacetan hingga kecelakaan lalu lintas. Insentif yang diberikan mungkin saja dapat mengurangi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil, akan tetapi hal tersebut akan menambah jumlah kendaraan di Jakarta yang hanya akan memperburuk kemacetan yang telah ada di Jakarta.

Hal ini bertolak belakang dengan ide dari rencana ERP yang direncanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Insentif yang diberikan Pemerintah bisa saja menjadi penghambat tujuan ERP dan hanya akan menambah masalah baru. Kemacetan yang semakin parah ini juga di amini oleh luas jalan di Jakarta yang terbatas dan apabila semakin banyak kendaraan ditambah lagi apabila  ERP benar-benar direalisasikan hanya membuat tingkat kemacetan meningkat bukan hanya di jalanan utama, namun juga di jalan alternatif sehingga pemerintah perlu mengkaji kebijakan insentif ini agar tidak menimbulkan blunder bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan menyulitkan seluruh masyarakat DKI Jakarta terutama dalam hal mobilitas.

Mengingat kondisi layanan transportasi umum makin menurun dan kondisi geografis yang menyulitkan penyaluran BBM, maka lebih bijak insentif kendaraan listrik diprioritas untuk membenahi transportasi umum, mobilitas di daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) dan daerah kepulauan. Angka inflasi dapat ditekan dengan makin banyak warga menggunakan transportasi umum di perkotaan dan hal ini juga mendorong jumlah kendaraan pribadi di Jakarta yang berdampak pada mengurangnya kemacetan di Jakarta dan juga mengamankan kondisi udara di Jakarta sehingga Jakarta tetap menjadi kota yang layak huni dan ramah bagi daerah sekitarnya.

Menilik Dampak Penerapan Kebijakan ERP Bagi Masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun