Bentrokan terjadi di Pulau Rempang, Batam. Kejadian ini membuat polisi menembakkan gas air mata dan mobil water canon untuk memecah massa. Hampir ribuan anggota masyarakat adat Melayu di Kepulauan Riau mengadakan demonstrasi di hadapan kantor Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP Batam) di Kota Batam pada tanggal 11 September 2023. Massa sudah berkumpul sejak pagi hari, tidak hanya warga melayu Batam tetapi juga dari berbagai daerah lainnya. Massa langsung berkumpul di depan kantor BP Batam untuk melakukan orasi.
Unjuk rasa ini merupakan buntut dari rencana pengosongan lahan yang akan dijadikan kawasan Rempang Eco City. Pengosongan itu berujung kericuhan setelah massa melakukan aksi penolakan dengan memblokir jalan ke kawasan mereka. Pada akhir Agustus lalu pemerintah menetapkan proyek pembangunan Rempang Eco City sebagai proyek strategis nasional. Kawasan ini akan dibangun berbagai macam industri, pariwisata, hingga perumahan di bawah pengembang PT Makmur Elok Graha yang merupakan anak perusahaan PT Artha Graha milik pengusaha Tommy Winata.
PRESPEKTIF DARI DUA SUDUT KACAMATA
Warga menolak relokasi yang akan dilakukan pasca pengosongan kawasan itu. Warga adat sekitar menyebut mereka telah ada di sana sejak 1934. Warga Pulau Rempang tak ingin kampung halamannya dihilangkan meskipun diberi tempat relokasi. Salah satu warga Rempang mengatakan, bentrokan antara tim terpadu dan masyarakat terjadi pada Kamis (7/9/2023) sekitar pukul 10.00 WIB. Ia menyebutkan warga sengaja berjaga di Jembat3\an IV Barelang karena mendapatkan informasi pemasangan patok pada hari ini. Â
Adapun pemerintah memaksa untuk tetap melakukan pembangunan. Salah satu langkah awal adalah melakukan pematokan dan pengukuran lahan di Kampung Sembulang, Pulau Rempang. Kampung ini menjadi titik awal pembangunan pabrik kaca terbesar asal China bernama Xinyi Group. Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol Badan Pengusahaan (BP) Batam Ariastuty Sirait mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi tidak demikian. Menurutnya, masyarakat yang mengatasnamakan warga Rempang terlebih dulu melemparkan batu dan botol kaca ke arah personel keamanan yang akan memasuki wilayah Jembatan 4 Barelang. Bahkan, sejumlah oknum tak bertanggung jawab juga terus melemparkan batu meski petugas kepolisian telah menghimbau melalui pengeras suara agar barisan massa tidak gegabah dalam mengambil tindakan.
BEBERAPA TUNTUTAN DARI WARGA REMPANG
Menolak penggusuran Pulau Rempang Galang
-
Mendesak Polri dan TNI membubarkan posko yang didirikan di Rempang Galang
-
Menghentikan intimidasi kepada Orang Melayu.
Menuntut Presiden Jokowi untuk membatalkan penggusuran Kampung Tua Pulau Galang
SIAPA SAJA KORBAN DARI BENTROKAN YANG TERJADI PADA BEBERAPA HARI LALU (13/09/23)
Ketika aparat mulai merangsek masuk ke kampung, terjadi lemparan batu dari arah warga. Aparat membalasnya dengan menyiramkan air dan menembakkan gas air mata. Gas air mata dilaporkan masuk ke kawasan sekolah, yaitu SMP 33 Galang dan SD 24 Galang. Para guru dan murid di sekolah lari terbirit-birit ke luar sekolah, beberapa dari mereka lari ke atas bukit. Warga lainnya mengatakan ada 11 siswa yang dilarikan ke rumah sakit. Dalam keterangan terbaru kepolisian, seluruh civitas sekolah yang terdampak gas air mata sudah kembali ke rumah masing-masing.
Tanggapan pihak koalisi masyarakat sipil
Sejumlah organisasi masyarakat sipil menyebut bentrokan ini sebagai insiden terbaru di mana negara menggunakan aparat untuk mengintimidasi masyarakat demi menggolkan proyek strategis nasional.
Tanggapan pihak kepolisian
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Zahwani Pandra Arsyad mengatakan dalam wawancara dengan Kompas TV bahwa tindakan aparat gabungan di Rempang adalah upaya "penertiban" terhadap sebagian masyarakat yang menduduki di jembatan yang seharusnya menjadi tempat umum serta "membahayakan situasi Kamtibnas".
Tanggapan pihak BP Batam
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Parid Ridwanuddin mengatakan setidaknya enam warga telah ditangkap dan ditahan oleh polisi. BP Batam, dalam siaran pers pada hari Kamis, meminta agar warga tidak terprovokasi. Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, menyebut beberapa warga yang ditangkap pihak kepolisian sebagai "oknum provokator".
BERIKUT PERKEMBANGAN TERBARU DAN RESPON PEMERINTAH DARI KASUS INI
Imbas proyek strategis nasional, warga di Pulau Rempang rencananya akan direlokasi ke Dapur Tiga, Sijantung, Pulau Galang. Warga dijanjikan hunian baru serta biaya hidup selama relokasi. Perwakilan warga mengatakan mereka tidak menolak pembangunan, namun menolak relokasi. Komunitas adat di Rempang mengklaim telah berada di sana sejak tahun 1834. Mereka juga mengatakan telah mengajukan legalitas tanah kepada pemerintah namun tidak kunjung diberikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H