Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FEB UNAIR
KASTRAT BEM FEB UNAIR Mohon Tunggu... Administrasi - departemen kastrat

Kajian dan opini suatu isu oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB UNAIR

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sederet Kontroversi di Lembaga Anti Rasuah

26 Juli 2023   18:59 Diperbarui: 26 Juli 2023   19:14 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Latar Belakang

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menjadi sorotan publik belakangan ini, lantaran adanya tindak pelanggaran yang terjadi di lingkungan lembaga anti korupsi tersebut. Adapun pelanggaran yang terjadi adalah dugaan pungutan liar (pungli) di rutan KPK, pelecehan terhadap istri tahanan yang dilakukan oleh pegawai rutan, serta penyelewengan uang perjalanan dinas.

Munculnya kasus tersebut menimbulkan rasa keprihatinan luar biasa dalam kehidupan bangsa Indonesia lantaran dalam beberapa dekade terakhir, korupsi marak terjadi di lembaga-lembaga pemerintahan. Lembaga yang berdiri pada tahun 2003 dibentuk sebagai respon atas ketidakefektifan kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi yang semakin marak dikalangan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan adanya lembaga anti korupsi tersebut, diharapkan dapat mendorong penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik.

Lembaga Survei Indonesia mencatat bahwa kepercayaan publik terhadap KPK terus mengalami penurunan. Dalam rilis terbarunya, survei tersebut memperlihatkan bahwa kepercayaan publik terhadap KPK turun empat persen, dan menjadikan KPK sebagai satu-satunya lembaga penegak hukum yang mengalami tren penurunan kepercayaan.

Absennya KPK dari pergerakan aktif pemberantasan tindak pidana korupsi mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antirasuah tersebut. Rilisan terbaru Lembaga Survei Indonesia menyatakan persentase kepercayaan publik terhadap KPK menurun sebanyak empat persen---yang semula berada pada angka 68 persen, menjadi 64 persen---pada bulan April 2023 kemarin. Hasil survei ini juga menjadikan KPK sebagai satu-satunya lembaga penegak hukum yang mengalami penurunan tren kepercayaan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa situasi yang terjadi di KPK belakangan ini menjadikan masyarakat turun rasa kepercayaan. Hal tersebut diawali oleh seleksi pimpinan KPK yang buruk membuat pimpinan KPK terpilih sarat kontroversi. Dilanjut dengan proses penyusunan Undang-Undang KPK yang kontroversial, jumlah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang merosot tajam, buruknya kualitas penanganan dan sering terjadi kebocoran informasi di tubuh KPK.

Kemana lagi masyarakat harus percaya?

Komisi Pemberantasan Korupsi, selayaknya titel yang sudah hampir dua puluh tahun dipegang, sepantasnya berperan dalam pergerakan aktif penghapusan dan pemberantasan korupsi di Republik Indonesia. KPK memiliki tugas dan peran melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; supervise; penyelidikan, penyidikan dan penuntutan; melakukan tindakan pencegahan; dan melakukan pemantauan (monitoring) penyelenggaraan pemerintahan Negara. Sementara itu kewenangan yang dimiliki oleh KPK adalah mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; meletakkan sistem pelaporan; meminta informasi kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait; melaksanakan dengar pendapat dengan instansi yang berwenang; meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Akan tetapi, rasa-rasanya belakangan ini KPK lupa dengan peran dan tugas yang semestinya dipikul. Kini, alih-alih sibuk melakukan tugas-tugasnya, internal KPK justru gaduh sendiri dengan permasalahannya---mulai dari perseteruan antara ketua KPK dengan direktur penyelidikan yang dicopot jabatannya hingga kebocoran data hasil penyelidikan.

Imbas dari absennya KPK juga dirasakan pada penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang menurun dari tahun 2021. IPK Indonesia turun sebanyak empat poin pada tahun 2022, yang digadang-gadang sebagai penurunan paling drastis sejak tahun 1995. Skor IPK Indonesia sendiri pun berada pada angka 34---masih sangat jauh dari skor yang dinilai ideal (skor 0 mengindikasikan sangat korup, skor 100 mengindikasikan sangat bersih).

Sumber: Katadata
Sumber: Katadata

Usut punya usut, tren menurun indeks kepercayaan publik terhadap KPK ini terjadi semenjak revisi UU KPK---sempat ramai di tahun 2020 sebagai peristiwa dikebirinya KPK---dan sejak saat itu KPK belum bisa merebut pamornya kembali. Hari demi hari berlalu, bukannya prestasi yang didapatkan, segudang kontroversi yang berkaitan dengan KPK datang silih berganti. Segudang kontroversi yang berbuntut pada kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan.

Mengikuti berbagai rangkaian peristiwa yang membuntuti KPK belakangan, lembaga antirasuah ini juga dituding "kongkalikong" dengan para ambisius politik untuk membantu melancarkan kepentingan-kepentingannya. Aturan mengenai pembentukan dewan pengawas KPK yang disebutkan dalam revisi UU KPK menjadi pemantik pertama yang menggiring narasi hingga saat ini bahwa KPK merupakan alat politik. 

Dalam Pasal 69A ayat (1) UU KPK hasil revisi disebutkan bahwa ketua dan anggota dewan pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia. Di sisi lain, ada Pasal 37E yang intinya menyebutkan bahwa dalam mengangkat ketua dan anggota dewas, Presiden Republik Indonesia membentuk panitia seleksi terdiri atas unsur pemerintah pusat dan unsur masyarakat. Adapun salah satu tugas dewas adalah terkait pemberian izin atau tidaknya penyadapan, penggeledahan, dan atau penyitaan.

Sempat terjadi banyak perdebatan terkait tugas yang dimiliki dewas karena dinilai akan memperlambat kinerja KPK itu sendiri. Selain itu,  terbentuknya dewas menandakan adanya relasi kekuasaan antara presiden dan dewas itu sendiri. Hal ini mengingat anggota dewas yang dipilih presiden nantinya secara tidak langsung akan memiliki tanggung jawab kepada yang memilihnya.

Bantahan terhadap berbagai tudingan tersebut tentu saja sudah beberapa kali dilontarkan oleh pihak KPK. Akan tetapi, melihat berbagai keributan yang kini sedang terjadi di sekitar KPK, rasa-rasanya tudingan itu tak sepenuhnya salah.

Marwah KPK dipertanyakan!!  

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dengan pendekatan biasa atau konvensional terbukti tidak berhasil karena menghadapi banyak tantangan, Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penegakan hukum yang ekstraordinary untuk memberantas korupsi dengan kewenangan yang luas dan istimewa. Tidak lagi cukup hanya mengandalkan kejaksaan dan kepolisian sebagai penegak hukum konvensional. Kondisi tersebut menjadi pemicu pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai badan dengan kewenangan luas dalam upaya pemberantasan korupsi. 

Kebijakan otonomi daerah juga berdampak pada penyebaran korupsi secara luas dan merata dari tingkat pusat hingga ke pelosok daerah. Praktek korupsi di Indonesia dapat terlihat dari laporan-laporan yang masuk ke KPK. Laporan tahunan KPK pada tahun 2010 mencatat bahwa sejak tahun 2004 hingga Desember 2010, KPK telah menerima 45.301 laporan dari masyarakat yang berasal dari 33 provinsi bahkan dari luar negeri. Namun, tidak semua laporan dapat ditindaklanjuti. [ Sumber: Lampiran Laporan Tahunan 2010 Komisi Pemberantasan Korupsi] 

Fakta ini mengindikasikan bahwa tugas dan wewenang KPK dalam koordinasi dan supervisi merupakan salah satu aspek kewenangan strategis yang diberikan kepada mereka. Selain itu, tugas dan wewenang koordinasi serta supervisi ini sesuai dengan peran KPK sebagai mekanisme pemicu (trigger mechanism) bagi badan atau institusi lain dalam meningkatkan efisiensi dalam pemberantasan korupsi.  Sebagai koordinator, tentunya koordinasi dan supervisi menjadi tugas yang menjadi perhatian utama. Untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugasnya, KPK juga diberi wewenang untuk melakukan penindakan tanpa harus mencabutnya dari institusi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. 

KPK mulai beroperasi pada Februari 2004 dengan fokus pada penyelidikan, penuntutan, dan pencegahan tindak pidana korupsi. Sejak awal beroperasi, KPK telah menunjukkan tindakan tegas dalam menangani kasus-kasus korupsi tingkat tinggi dan mengeksekusi beberapa pejabat publik yang terlibat dalam tindak korupsi. Seiring berjalannya waktu, KPK mendapatkan dukungan untuk meningkatkan kewenangan dalam pemberantasan korupsi, termasuk hak untuk melakukan operasi penyamaran dan penyadapan dengan izin pengadilan.

KPK telah berhasil mengungkap dan menuntut berbagai kasus korupsi yang menonjol, termasuk kasus-kasus yang melibatkan pejabat tinggi, politisi, dan tokoh bisnis seperti:

  • Korupsi proyek base transceiver station (BTS) 4G yang melibatkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, 

  • Korupsi FPJP Bank Century, negara juga mengalami kerugian hingga Rp 6,742 triliun terkait kebijakan penetapan Bank Century sebagai bank yang bisa berdampak sistemik.

  • Korupsi Pelindo II,Kasus ini menyeret nama mantan Dirut PT Pelindo RJ Lino.

  • Korupsi pengadaan E-KTP, mencatatkan kerugian negara yang besar, yakni mencapai Rp 2,3 triliun.

  • Mega Proyek Hambalang 

Meskipun mendapatkan dukungan dari banyak kalangan, KPK juga menghadapi tantangan dan kontroversi, termasuk upaya-upaya pelemahan dari pihak-pihak yang tertarik dengan status quo korupsi. KPK menghadapi konflik internal di antara anggota staf atau petugasnya sendiri yang dapat mengganggu efisiensi dan integritas operasionalnya.

Sebagai lembaga yang berperan dalam memberantas korupsi, KPK pun tidak kebal dari potensi terjadinya kasus korupsi di dalamnya. Beberapa kalangan meragukan citra dan persepsi KPK karena beberapa kasus yang kontroversial atau adanya tuduhan politisasi dalam penanganan kasus tertentu. Salah satu kasus yang mencuat adalah kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan pimpinan KPK, yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Mereka dituduh terlibat dalam kasus dugaan suap dan pemalsuan surat yang terkait dengan sebuah kasus hukum. Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut pejabat di KPK, lembaga yang bertugas memberantas korupsi. 

Seiring berjalannya waktu dan berbagai peristiwa yang terjadi, kehormatan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pernah dipertanyakan dari kasus, tuduhan, dan kontroversi yang melibatkan pejabat atau oknum di dalam lembaga ini, terkadang menimbulkan keraguan terhadap integritas dan independensinya. KPK perlu menjaga independensinya, transparansi, dan akuntabilitas dalam penanganan kasus yang sedang berjalan agar bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat. 

Pemburu tikus yang disusupi tikus

"Pemburu tikus jadi kandang tikus KPK" merujuk pada situasi di mana KPK yang sebelumnya berperan sebagai pemburu atau penegak hukum untuk menangkap pelaku korupsi, akhirnya terlibat atau terlibat dalam kasus korupsi sendiri, dan oleh karena itu, lembaga yang semestinya menjadi tempat penegakan hukum menjadi terinfeksi oleh praktik-praktik korupsi.

Sungguh mengejutkan dan sangat mengganggu. Sulit untuk berdebat dengan logika rasional mana pun ketika tugas Komisi Pemberantasan Korupsi adalah mengungkap pelanggaran dan pungutan liar yang dilakukan oleh pegawainya. Jangan sampai masyarakat menjadi apatis dan tidak mempercayai Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memberantas korupsi. Terlalu banyak yang dipertaruhkan KPK jika tidak dikelola dengan baik. 

Rekomendasi Kebijakan

Rentetan kasus yang terjadi di institusi KPK haruslah menjadi evaluasi bagi KPK, terlebih kasus tersebut dapat mencemarkan nama baik KPK. Dewan Pengawas KPK haruslah segera melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk memproses secara hukum adanya pungli, suap, dan pelecehan seksual di KPK. Ketua dan beserta jajaran KPK haruslah bisa untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap KPK dengan menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.

Penulis : Muhammad Ghufron Ariawan | Salsa Sabrina M. F. | Ciptaning ayu | Farhan Nugroho

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun