Mohon tunggu...
Kasmir  Nema
Kasmir Nema Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Keberagaman adalah anugerah.

Merawat perbedaan adalah panggilan kemanusiaan setiap insan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencari Culprit Pandemi Covid-19

23 April 2020   07:07 Diperbarui: 23 April 2020   07:18 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alih-alih menjawab kritik rakyat dengan memperbaiki sistem, bekerja lebih efektif, justru mereka mengalihkan perhatian rakyat dengan mengkambinghitamkan pihak tertentu. Upaya menangkal kritik bisa juga dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan populis di tengah pandemi Covid-19, yang merupakan salah satu model dari Politik Kambing Hitam.

Media Amerika Serikat menurunkan berita tentang Donald Trump yang gencar memainkan Politik Kambing Hitam di tengah wabah Covid 19. 

Hal ini diungkap di dalam pemberitaan The New York Times. Berawal dari pemberitaan hasil poll yang menunjukan bahwa mayoritas rakyat Amerika Serikat tidak puas bahkan kecewa dengan langkah yang diambil Trump menangani Covid 19 di negaranya. Mereka pada umumnya berpendapat bahwa ia mensimplifikasi dampak yang ditimbulkan oleh virus ini, terutama pada pada fase awal penyebarannya. Akibatnya sangat fatal. Banyak rakyat Amerika yang menjadi korban yang berujung pada kematian yang tidak perlu.

Trump sangat cerdik membela diri di tengah beringasnya gelombang amukan rakyat Amerika Serikat, seperti yang disebutkan di atas. Untuk menunjukan keseriusannya menangani Covid-19 dan menyenangkan hati rakyat, ia mengkambinghitamkan WHO sebagai penyebab utama dari penyebaran tak terbendung Covid-19 ke seluruh dunia, termasuk Amerika sendiri.  Ia menuduh cukup serius bahwa WHO tidak mengantisipasi dan kurang profesional dalam mengatasi pandemi Covid-19 karena membiarkan penyebaran pada fase awal virus tanpa pengaturan yang jelas. 

Trump, sebagaimana dilansir The New York Times, 14 April 2020, bahkan menunjuk WHO sebagai institusi yang harus bertanggung jawab atas wabah ini. Ia mengklaim bahwa WHO mengetahui banyak keberadaan virus ini tetapi tidak melakukan suatu aksi preventif untuk melawannya. 

Bahkan Trump secara terang benderang mengatakan bahwa WHO telah berkonspirasi dengan Tiongkok, menyembunyikan atau tidak transparan sedari awal tentang penyebaran Covid-19.

Bukan hanya pemimpin Amerika yang bermain Politik Kambing Hitam. Pemerintah Indonesia juga kerap kali melakukan hal serupa. Masih terngiang dalam memori rakyat Indonesia, hingar bingar tarik ulur kewenangan antara pusat dan daerah dalam menangani Covid-19 beberapa waktu yang lalu. 

Pemerintah daerah bergeming ingin bergerak super cepat menangani Covid-19 dan menetapkan status darurat kebencanaan tetapi terkendala oleh kewenangan yang dimiliki. Pemerintah pusat dikambinghitamkan karena dianggap terlalu prosedural, kaku dan lambat dalam bereaksi. Sementara korban Covid-19 semakin nyata dan meningkat.

Salah satu model dari politik kambing hitam adalah trik untuk mengalihkan perhatian publik. Di tengah amburadulnya sistem penanganan Covid-19 dan data yang tidak terintegrasi, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) justru membuat suatu kebijakan heboh 'membebaskan' ribuan napi. Pemerintah berdalih bahwa pembebasan itu adalah upaya menyelamatkan narapidana dari ancaman wabah Covid-19. 

Kebijakan kontroversial ini sontak menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Energi publik dihabiskan untuk berdebat ketidak urgennya keputusan tersebut. Satu hal yang pasti, pemerintah sukses mengecohkan perhatian publik yang saat itu masih gencar mengkritik pemerintah yang dinilai lamban mengatasi wabah Covid-19.

Yang teranyar adalah tanggapan pemerintah terhadap kritik Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang data kematian Pasien Dalam pengawasan (PDP). IDI menilai bahwa data kematian pasien ODP harus dihitung sebagai data kematian virus Covid-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun