Mohon tunggu...
MArifin Pelawi
MArifin Pelawi Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa S3

Seorang pembelajar tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengapa Filosofi Neoliberal Berbahaya bagi Pendidikan?

10 Desember 2020   11:30 Diperbarui: 10 Desember 2020   11:47 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di sisi lain Setdehs adalah anak seorang pemulung jalanan. Yunadi pergi ke sekolah elit dimana fasilitas tersedia untuk aktifitas belajar yang membuat anak mudah untuk memperoleh pengetahuan serta mengembangkan kreatifitas. Guru yang berkualitas dengan training yang lengkap dan tidak pernah absen mengajar serta fokus mengajar karena gajinya cukup buat hidup cukup tanpa perlu cari tambahan. Orang tua Yunadi juga bisa membantu dan tempat bertanya untuk tahu cara yang belajar yang benar dan memilihkan bidang studi yang cocok untuk mendapatkan pekerjaan yang mampu memfalisitasi Yunadi untuk pergi ke luar negeri dan menghabiskan miliaran rupiah sekali jalan.

Di sisi lain Setdehs hanya seorang anak tertua dari 8 bersaudara dari keluarga pemulung. Yang karena adiknya terkena diare jadi tidak bisa tidur semalaman jadi ketika gurunya (yang tumben ada) bertanya di kelas, Setdehs yang ketiduran tentu saja kena setrap. 

Atau karena orang tuanya yang hampir tidak pernah di rumah maka Setdehs yang harus bekerja keras jadi perawat rumah sekaligus pengawas para adiknya sehingga sering tidak sempat buat PR. Besar kemungkinan Setdehs disebut sebagai manusia gagal dan tersisih untuk menikmati pendidikan berkelanjutan sampai Universitas dan bukan karena tidak bekerja keras. Namun lingkungan menuntutnya untuk memiliki motivasi dan bekerja keras pada hal yang tidak tepat bagi kualifikasi akademik.

Keadaan hidup yang berbeda walau mereka dua manusia yang sama akan menciptakan manusia yang berbeda. Yunadi adalah seorang anak yang akan sukses di masa depan dan berhak kuliah di Universitas negeri elit yang walau biayanya mahal tapi tetap aja sebagian besar biayanya dari negara. 

Setdesh hanya akan menjadi anak yang dianggap malas dan bodoh yang kerjanya hanya dapat hukuman karenanya dan tidak berhak untuk dibiayai oleh negara karena tidak memiliki kemampuan untuk sukses. Kesuksesan di dalam dunia dengan basis meritocracy bukan hanya ditentukan oleh kerja keras dan potensi seseorang namun juga oleh dimana dan dilahirkan oleh siapa. Meritocracy adalah sistem artifisisal yang tidak bisa menentukan seseorang memiliki kemampuan karena potensi yang dimilikinya atau karena dia beruntung lahir di keluarga yang tepat.

Pada ilustrasi di atas dan banyak hasil penelitian dari ilmuan pendidikan di temukan kerja keras dan motivasi itu sendiri tidak dari diri individu. Lingkungan dan orang tua yang memberikan pengaruh lebih besar. Peer pressure pada di mana seorang anak berada mempengaruhi motivasi akademiknya begitu pula keadaan keluarga akan sangat mempengaruhi pada bidang apa dia bekerja keras. Pada sisi lain pemerintah dengan pengaruh neoliberal sangat terpengaruh oleh siapa yang memiliki kekuatan politik lebih besar. 

Masyarakat miskin yang tidak memiliki kekuatan politik lebih sering disingkirkan dalam pembagian kue dana pembangunan. Maka bisa ditemukan bahwa dengan penggunaan meritocracy tidak memberikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Efisiensi dalam peningkatan kualitas manusia juga akan lebih rendah karena sangat mengenyampingkan banyak anak berbakat dari kalangan masyarakat miskin yang terpendam karena tidak adanya tes yang adil namun seleksi berdasarkan merit yang sangat terpengaruh hasilnya dari di mana seorang anak itu lahir.

Fungsi Pendidikan berdasarkan filosofi Neoliberal atau Pancasila 

Pada filosofi neoliberal, pendidikan bekerja sebagai pemberi 'sertifikat' meritocracy, neoliberal mengubah kelas menjadi sesuatu yang lain: perlombaan. Ketika pendidikan merupakan perlombaan, maka hal yang negatif jika ada gangguan untuk membuat seseorang yang memiliki potensi memecahkan rekor untuk terus mendapatkan sumber daya berlebih. 

Tujuan perlombaan adalah untuk mengejar kesempurnaan. Karena dalam perlombaan, masalah intinya adalah untuk menyortir orang untuk melihat siapa yang bisa mengejar kesempurnaan atau paling cepat. Oleh karena itu, pendidikan dengan basis neoliberal akan ingin fakta tentang peringkat yang menunjukkan telah memenangkan perlombaan; pendidikan itu tentang menunjukkan keunggulan. Neoliberal ingin pendidikan menunjukan keunggulan demi meraih kesempurnaan dalam alokasi sumber daya.

Pada sisi lain sebagai negara Pancasila kita ingin pendidikan itu mencerdaskan anak bangsa. Mencerdaskan dalam arti membuat seorang manusia yang sempurna akal budinya. Seseorang yang memiliki karakter baik bukan seseorang yang memiliki akal tanpa budi pekerti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun