Putri kecil saya---Dara kemarin mengalami hari yang berat. Sepulang dari sekolah dia mendapatkan kamarnya sudah kosong. Kakaknya sudah memindahkan semua pakaiannya ke rumahnya yang baru.Â
Dara sedih karena merasa ditinggalkan. Sampai malam hari dia masih terisak menyesali mengapa selama ini tidak bersikap baik-baik kepada kakaknya. Dara menyalahkan dirinya sendiri, dialah penyebab kakaknya pergi. Padahal tidak demikian adanya. Kakaknya memutuskan pindah karena pilihannya sendiri.
Apa yang dialami Dara mengingatkan saya saat bapak kandung saya meninggal dunia.
Waktu itu, pagi hari sehabis salat Subuh saya sedang beberes memasukkan beberapa pakaian ke dalam ransel. Saya sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke Medan memenuhi panggilan interview kerja di sebuah lembaga non provit bergerak di bidang konservasi sumberdaya alam.
Tiba-tiba ponsel saya berbunyi, abang ipar saya dengan tenang mengabarkan bahwa bapak saya telah meninggal dunia. Innalillahi wainna ilaihi raji'un. Sempat tercenung mencerna apa yang baru saja saya dengar. Dunia seakan berhenti, air mata mengalir tanpa komando, tidak terisak saat itu. Namun, hati dan jiwa saya berguncang. Saya belum siap kehilangan sosok yang sangat berarti dalam hidup saya.
Saya merasakan sulit bernapas, dada terasa sesak. Separuh jiwaku terbang. Ini benar-benar terjadi.
Kembali ke satu hari yang lalu. Saya menemani bapak 4 hari 4 malam di rumah sakit daerah di kampung saya. Hari keempat saya mendapat kabar bahwa saya dipanggil untuk wawancara. Saat itu kondisi bapak sudah jauh lebih baikan. Infus yang terpasang di lengannya sudah dilepas oleh perawat. Pun demikian dengan oksigen yang membantu pernapasan. Bapak sudah bisa bernapas dengan baik.
Hari itu bapak sudah bisa ke kamar sendiri, tanpa di bantu. Beberapa jam sebelum saya berangkat, bapak minta mandi, minta disiapkan pakaian yang bersih. Saya memenuhi kebutuhan bapak. Sehabis mandi bapak kembali ke ranjang rumah sakit. Kamipun bercerita dengan berbagai topik.
Cerita bapak tidak jauh dari apa yang bapak inginkan dalam hidup. Bapak sering berkata, "Jangan sedih jika kita kekurangan harta, yang penting hati kita harus tetap merasa kaya. Syukur atas segala yang telah Allah berikan.
 Bapak adalah seorang pensiunan guru. Sebagian masa pengabdiannya di sekolah madrasah menjadi kepala sekolah dan guru bahasa Arab. Sebagai seorang guru tentu banyak petuah yang ingin disampaikan kepada murid-muridnya. Tak terkecuali kami anak-anak bapak.
Di sela obrolan kami teriring tawa kerap menyelingi. Sambil makan jeruk dan buah pir. Terasa sekali hawa kedekatan anak perempuan dengan cinta pertamanya. Saya tidak menyadari bahwa ini adalah senda gurau kami untuk terakhir kali.Â
Betapa saat itu adalah waktu yang berharga di antara kami berdua. Saya merasakan bahwa cinta bapak sangat besar kepada saya. Demikian juga kepada saudara-saudara saya. FYI, kami adalah 8 bersaudara. Saya kembar 3b, demikian bapak menuliskannya di rapor SD.
Setelah asar saya pamit kepada bapak dan mak, karena harus berangkat ke Banda Aceh, ada yang perlu saya ambil di kost-an sebelum nanti berangkat ke Medan. Malamnya saya istirahat dengan sangat nyaman, hati saya tenang karena bapak sudah jauh lebih baikan setelah saya tinggalkan sore harinya. Berharap sehari setelahnya bapak sudah bisa pulang ke rumah
Ternyata Allah berkata lain, Bapak dijemput malaikat dalam keadaan sehat, bapak sudah tidak sakit lagi. Saya sedih tidak dapat mengiringi detik-detik ajal menjemput bapak. Alhamdulillah Mak menemani beliau hingga akhir. Qadarullah, tentu Allah punya caranya sendiri.
Kepergian, bapak tidak hanya menyisakan kesedihan, sekaligus menguatkan kenangan-kenangan yang tidak terlupa kala kami kecil. Bapak selalu ada untuk kami. Beliau ayah dan juga guru kami. Walau profesinya seorang guru, tetapi kami sama sekali tidak merasa digurui olehnya. Bapak sangat santun dalam mendidik kami.
Bapak memiliki rasa humor yang tinggi. Orang-orang mengenalnya sebagai sosok yang memiliki selera humor tinggi. Ada saja bahan kelakarnya yang membuat siapa pun yang berada di dekatnya terhibur. Namun, jangan salah bapak tidak selamanya bersikap lembut kepada anak-anaknya dan juga rekan-rekannya.Â
Saat ada yang harus dibereskan terkait dengan kedisiplinan yang kami anggap remeh, bapak akan bersikap tegas. Dengan wajah memerah, bapak akan menindak langsung siapa yang tidak mau ikut aturan. Bapak akan terlihat menyeramkan, membuat kami anak-anaknya segan pada sosok Bapak.
Satu hal yang membuat dada sesak dan airmata tidak bisa berhenti adalah saat saya menemukan kotak pandora di laci meja kerja bapak di rumah. Saya menemukan surat cinta saya untuk bapak saat kuliah dulu.
Ternyata bapak menyimpan surat-surat saya beserta amplopnya yang rata-rata berwarna merah muda. Di awal-awal kuliah pindah dari kampung ke kota, saya mengalami home sick seperti yang lainnya. Merindukan suasana rumah.Â
Kangen Bapak dan Mak, saat itulah saya seringkali menulis surat kepada bapak. Surat-surat itu saya kirim melalui kantor pos yang berada di kawasan kampus. Saya mengirimkannya ke alamat sekolah bapak. Beliau tidak pernah membalas. Namun, setelah menerima surat-surat dari saya, bapak langsung menelpon ke asrama---tempat saya tinggal. Dulu tidak ada ponsel apalagi ponsel pintar.
Selain surat-surat cinta, saya juga menemukan KHS (kartu hasil studi) saat kuliah. Saat mengambil KHS, Prodi kami mewajibkan membawa amplop yang sudah dibubuhkan prangko, lengkap dengan alamat orangtua. Bapak menyimpan semua kartu-kartu hasil belajar saya.
Bapak tidak pernah marah, saat nilai-nilai saya anjlok kala itu. Saya sadar sepenuhnya apa yang saya lakukan. Kegiatan saya selaku mahasiswa seharus mengikuti kuliah dan berada di kampus, tetapi saya memilih ikut demo bersama kawan-kawan aktivis. FYI teman-teman saya adalah mahasiswa angkatan 98.Â
Masa awal krisis moneter yang menyebabkan gelombang reformasi, dan masa orde baru hancur. Presiden Soeharto harus lengser karena tuntutan rakyat Indonesia yang dikomando oleh mahasiswa di seluruh tanah air. Tak terkecuali Aceh yang saat itu masih menyandang status daerah operasi militer (DOM).
Dalam surat-surat ini saya juga bercerita kepada bapak, apa yang kami lakukan. Bapak selalu mengingatkan kami, saya dan kembaran saya, untuk berhati-hati dan jaga diri.Â
Bapak sangat paham bahwa dua gadis kembarnya adalah perempuan muda yang rentan saat berada di antara kaum laki-laki.
Musibah yang paling berat adalah kematian. Hari ini saya terkenang kembali bagaimana rasanya kehilangan. Kehilangan orangtua, ayah atau ibu, saudara kandung, kakak, adik.Â
Dan ini bukanlah perkara mudah. Apalagi keadaan ini dihadapi oleh anak yang berusia 11 tahun seperti Dara yang merasa ditinggal kakaknya. Sang kakak harus tinggal terpisah karena perkara ingin mendapatkan kebebasan tanpa kungkungan aturan di rumah.
Apa yang kemudian menenangkan Dara adalah, bahwa semua tidak ada yang abadi, semua akan berubah.Â
Semua Qadarullah---atas kehendah Allah. Ini bisa menjadi ujian atau pun cobaan. Allah ingin membuat kita lebih kuat tanpa keberadaan orang yang kita sayang. Memang kita tidak akan bertemu lagi dengan orang kita sayang di dunia. Namun, yakinlah bahwa nanti kita akan kembali berjumpa dengan mereka di surga, Insyaallah.
Insyaallah Dara kuat, nanti juga akan sering-sering bertemu kakaknya. Kakak Dara juga sayang sama Dara. Cinta Dara banyak-banyak!
Terima kasih sudah membaca ini. Semoga ada manfaatnya. Love your life.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H