Wise word, "The right man on the right place," Â bermakna kurang lebih menempatkan orang pada tempatnya atau memberi jabatan sesuai dengan kemampuan seseorang, saya pikir sangat cocok dengan tiga kisah teman saya berikut ini.
Kisah pertama
Teman saya sebut saja namanya Santi, kehilangan semangat saat ia dipindahkan ke divisi lain yang menurutnya tidak tepat untuk dirinya, tetapi karena alasan kurangnya sumberdaya dia tetap dipindahkan ruang itu yang kemudian disesalinya. Hanya karena dia seorang bawahan tidak dapat membantah ketika perintah pindah ditujukan kepadanya.
Seperti yang sudah diduga, Santi tidak merasa nyaman dengan tugas barunya. Hal ini diperparah oleh atasannya yang tidak percaya dengan kemampuannya. Bukan mengajarkan apa yang belum dipahaminya, sebaliknya melihat Santi sebagai seorang karyawan yang payah. Apa saja yang dikerjakan Santi semuanya salah, tidak ada yang beres. Tidak tahan dengan perlakuan pimpinannya, Santi minta dipindahkan dari divisi yang mengerikan itu.
Beruntungnya setelah drama deraian air mata, esok hari dia langsung angkat kaki ke divisi lain. Saat ini adalah tahun kelima bagi Santi merasa berada di tempat yang tepat. Orang-orang melihat dia seorang karyawan yang bersemangat. Mengerjakan sesuatu dengan cepat dan tepat. Mengonsep dan membuat surat nyaris tanpa tipo. Masuk dan pulang kerja tepat waktu. Hampir tidak pernah izin tidak masuk kecuali sakit. Tidak ada yang menyangka bahwa tadinya ia dicap sebagai karyawan yang  susah paham dan tidak memiliki semangat kerja, saat ini menjelma menjadi karyawan yang keren, loyal dan berdedikasi.
Kisah Kedua
Teman saya, sebut saja namanya Hayati. Hayati bekerja di dua tempat. Satu sebagai laboran dan satu lagi sebagai dosen yang sudah memiliki NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional) tetapi belum menjadi dosen tetap. Sudah seharusnya Hayati harus memilih. Saat statusnya tercium oleh pihak kampus yang mempekerjakannya, dia tidak diperpanjang lagi kontraknya sebagai laboran. Hayati sempat menyalahkan beberapa temannya yang menurutnya membocorkan rahasinya telah menerima NIDN. Hayati sedih dan kecewa dengan keadaan yang menimpanya. Ia menyadari bahwa tidak ada orang yang mendukungnya.
Namun, apa yang terjadi kemudian, setahun berjalan, Â Hayati fokus pada tugasnya memberi ilmu kepada mahasiswanya, ia menekuni profesinya sebagai dosen. Ia menjelma menjadi dosen yang smart, tidak ada mahasiswa yang tidak menyenanginya, selain cantik, ia juga sangat pintar. Tidak lama ia diangkat menjadi ketua jurusan, dan dua tahun berikutnya, ia menjabat sebagai dekan di fakultasnya. Hayati pernah sedih dan kecewa karena harus diputuskan kontraknya, akhirnya betapa dia merasa Allah sangat baik kepadanya
Kisah Ketiga
Teman saya lain lagi, lagi-lagi karena ketahuan double job. Satu sisi dia petugas administrasi tetapi memiliki usaha lain yaitu bisnis catering. Sulit baginya untuk menggantung hidup dari hanya berbisnis catering, dia tetap ingin mendapat gaji bulanan. Apalagi saat bencana covid 19 melanda seluruh dunia dua tahun lalu. Namun, sudah di duga dia tidak diperpanjang kontraknya. Saat itu dia sangat sedih, karena merasa usaha yang digelutinya selama ini tidak mengganggu kerjanya. Apa salahnya saya punya bisnis. Namun, baru-baru ini dia datang ke kantornya dulu bukan untuk mengisi lowongan kerja, tetapi dia datang dengan gagah sebagai mitra. Usaha cateringnya berjalan lancar. Seandainya dia tidak diberhentikan, mungkin dia tidak fokus menjalankan usahanya dan masih menjadi karyawan.