Mohon tunggu...
Karyantri Dewi
Karyantri Dewi Mohon Tunggu... -

Relawan LSM, peminat isu-isu sosial, budaya, kesehatan dan kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gigi

15 Juli 2010   02:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:51 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu banyak kasus dimana pembedaan berdasarkan jender menyebabkan hilangnya kesempatan seseorang untuk berkarya di bidang tertentu. Sebagai contoh, meski dalam ranah domestik dapur dianggap sebagai teritori perempuan, profesi chef atau juru masak di hotel berbintang dan restoran ternama sampai saat ini masih dikuasai kaum laki-laki. Sifat emosional dan kelemahlembutan yang dianggap sebagai ciri perempuan melahirkan kesimpulan bahwa tugas chef yang mesti bergelut dengan peralatan masak yang berat, disertai tekanan untuk menghasilkan masakan dengan standar rasa tertentu secara konstan, tidak sesuai untuk perempuan. Di sisi lain, profesi yang menuntut perhatian dan kesabaran seperti perawat misalnya, dianggap tidak cocok dilakukan oleh laki-laki.

Konstruksi sosial juga menentukan standar tentang peran ayah dan ibu dalam pengasuhan anak. Saya ingat seorang pembicara dari badan PBB untuk kependudukan berkata dalam sebuah seminar, “Jika seorang ayah meminta izin untuk meninggalkan rapat karena ingin mendampingi anaknya bertanding, ia adalah ayah yang hebat. Tapi jika seorang ibu melakukan hal yang sama, ia mungkin dianggap sekedar mencari alasan untuk menghindari rapat itu, dan akan dicatat sebagai pegawai yang kurang produktif dibanding sejawatnya yang laki-laki. Kelak, asumsi-asumsi itu turut menentukan jenjang karir serta imbalan yang dianggap layak bagi yang bersangkutan.”

...“Ma, jalan ma!”
Suara si bungsu membangunkan saya dari lamunan. Hati-hati, saya menginjak pedal gas untuk meneruskan perjalanan. Tak jauh dari situ, motor manual yang dari tadi saya amati menepi. Pengendaranya merogoh sesuatu - agaknya handphone - dari saku jaketnya. Saat itulah saya melihat ujung kerudung si pngendara mnjuntai di bawah helm yang dikenakannya. “Hmm.. Ternyata seorang perempuan!”

Bibir saya masih membentuk garis senyum ketika saya menemukan stiker hitam dengan pesan serupa, kali ini menempel pada helm seorang pengendara skuter. Tulisannya berbunyi:
Hari gini ga punya gigi? OMPONG dong!!

Saya tertawa lebih keras. Tak dapat saya jelaskan mengapa, tapi pesan terakhir itu membuat saya lega. Apapun yang terjadi, hari itu tidaklah berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Karena itu, saya yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun