Mohon tunggu...
Fiqya AinatulLatifa
Fiqya AinatulLatifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Semarang

Suka membaca dan tertarik dengan dunia menulis. Suka diajak main dan jalan-jalan tapi kalau seharian di rumah aja juga betah. Sedikit unik karena suka siomay bumbu kacang tapi dikasih kuah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi Membesuk Orang Sakit, Bentuk Kerukunan Warga Desa Tamanrejo

8 Agustus 2022   16:53 Diperbarui: 10 Agustus 2022   09:01 2494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasien. (sumber: Shutterstock/Pordee Aomboon via kompas.com)

Biasanya jika ada warga dari salah satu desa yang sakit, orang-orang di daerah tersebut biasanya langsung berbondong-bondong untuk pergi menjenguk. Berbeda dengan di daerah perkotaan, budaya tersebut sudah mulai tergerus dan sudah tidak banyak lagi dilakukan.

Membesuk orang sakit ini sebagai implementasi hablum minan nas dengan mendoakan keselamatan saudara kita dalam keadaan apapun. Masyarakat desa percaya bahwa keberkahan dan keselamatan akan membersamainya di dunia dan akhirat. 

Selain sudah diterangkan dalam al Qur'an sebagai bentuk hablumminanas, menjenguk orang sakit juga sebagai bentuk ibadah ghairu mahdhah yang dianjurkan bagi umat muslim. Seperti yang telah dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW ketika salah satu sahabat sedang sakit.

Dalam hasil studi Althaf Husein Muzakky tentang tradisi tilik pada masyarakat Jawa dalam sorotan living hadis, mengungkapkan bahwa kunjungan terhadap orang sakit dan dirawat di rumah sakit dilakukan secara bersama-sama oleh para tetangga terhadap warga mereka yang jatuh sakit. 

Sesampainya di lokasi rumah sakit para tetangga dan orang yang ikut tilik lara kemudian bersama-sama memberikan dukungan moral agar cepat sembuh atau hanya sekadar datang saling mendoakan.

Lalu, dengan bacaan surat al-Ftiah secara serentak mengharap kesembuhan orang yang sakit tersebut, atau berkunjung hanya berbincang tipis sambil memberikan uang untuk membantu meringankan biaya rumah sakit.

Sama halnya yang diceritakan dalam film "tilik" arahan sutradara Wahyu Agung Prasetyo dalam naungan rumah produksi Ravacana Films, budaya Tilik yang dilakukan ibu-ibu -masyarakat pedesaan di Jawa- sebagai bentuk toleransi serta rasa kebersamaan antar warga melalui sikap teposliro (tenggang rasa). 

Dalam film tersebut diceritakan, walaupun warga yang akan dijenguk tidak bisa ditemui namun ibu-ibu yang lain tidak kecewa. 

Mereka tetap senang karena bisa turut serta saja sudah cukup, naik kendaraan apa saja tidak masalah, yang terpenting dapat sampai di lokasi dan mengetahui bahwa kabar yang akan dijenguk baik-baik saja.

Hal yang demikian itu akan sering kita temui di desa Tamanrejo ini. Saat ada warga yang sakit, para tetangga dan warga sekitar akan berduyung-duyung pada sore hari untuk menjenguk tetangga yang baru pulang dari rumah sakit. 

Dengan iuran sukarela, warga akan mengajak tetangga bergantian menjenguk tetangganya yang sakit. Kabar tetangga yang sakit ini akan menyebar dari mulut ke mulut ataupun melalui kentongan yang dipukul berkali-kali sebagai penanda ada yang sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun