Manusia senantiasa membutuhkan pohon dalam lingkungannya. Sekalipun itu di suatu bangunan infrastruktur beton, seperti di jalan tol, pohon tetap diupayakan keberadaannya di sana. Maka tak heran di berbagai belahan dunia manapun, nama tumbuhan atau pohon kerap diabadikan sebagai nama jalan, tak terkecuali di Indonesia.
Dahulu, Jakarta adalah wilayah yang banyak ditumbuhi beraneka ragam pepohonan. Tetapi karena gempuran modernisasi dan pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi, hampir semua kawasan di ibu kota ini beralih fungsi untuk kepentingan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Kepentingan tersebut meliputi tempat tinggal (hunian perumahan, apartemen atau rusun), sentra bisnis seperti ruko, pertokoan dan mall, perkantoran serta gendung-gedung pemerintahan. Seluruh kepentingan ini banyak yang membabat lahan hijau.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mencatat jumlah Ruang terbuka Hijau (RTH) di Provinsi DKI Jakarta saat ini baru mencapai 14,94% atau 9.896,8 hektar dari total luas wilayah Jakarta. Jumlah tersebut masih jauh dari target yang telah ditetapkan oleh Perda nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana tata Ruang dan Wilayah (RTRW) sebanyak 30% RTH hingga tahun 2030.
Nama lima kawasan di Jakarta berikut ini, mungkin sudah familiar bagi kita. Tetapi ada hal-hal di balik sejarah kawasan tersebut, yang akan membuat kita merindukan romantisme hijaunya “Batavia” tempo dulu.
Menteng, Jakarta Pusat (Baccaurea racemosa)
Sebelum menjadi perumahan elit seperti sekarang, daerah Menteng dahulu kala merupakan hutan yang banyak pohon buah-buahan, terutama banyak pohon buah menteng, sehingga orang menyebut wilayah tersebut dengan nama kampung menteng.
Setelah tanah itu dibeli oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1912, daerah tersebut dialihfungsikan sebagai lokasi perumahan pegawai pemerintah Hindia Belanda, dan daerah itu tetap disebut menteng. Pembangunan tersebut secara perlahan menggusur pepohonan yang ada.
Saat ini kita ketahui bahwa nama pohon menteng diabadikan sebagai nama kecamatan di wilayah administrasi Jakarta Pusat yang menjadi tempat tinggal keluarga pahlawan nasional, pejabat tinggi pemerintah, pengusaha dan orang kaya. Tetapi sekarang pohonnya sendiri sudah langka, hampir tidak ditemukan di kawasan tersebut.
Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara (Ceiba pentandra)
Nama Kapuk Muara sendiri adalah gabungan dari kata kapuk dan muara. Pohon kapuk randu (Ceiba pentandra) pada masa lalu biasa digunakan untuk mengisi kasur dan bantal supaya empuk sebagai alas tidur, tentu sebelum ditemukannya material sintetis seperti sekarang.
Pada beberapa abad yang silam di daerah Kapuk Muara terdapat banyak pepohonan kapuk randu tumbuh di sekitar muara sungai/kali yang menjorok ke laut. Tetapi seiring perkembangannya, dan juga ditambah pertumbuhan penduduk, daerah Kapuk Muara justru kini dipenuhi hutan mangrove, bukan lagi pohon kapuk randu. Penanaman hutan mangrove sebagai upaya konservasi lingkungan khususnya tanah di bibir pantai agar tidak mengalami abrasi akibat gempuran ombak Laut Jawa.
Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur (Ziziphus mauritiana)
Pada masa kolonial Belanda, di lokasi itu orang-orang etnis Tionghoa menanam pohon bidara. Itu terjadi sebelum peristiwa pemberontakan kaum Tionghoa terhadap pemerintahan Belanda di Batavia di tahun 1740. Masyarakat setempat menyebut peristiwa pemberontakan itu dengan istilah “tragedi China berdarah”. Banyak juga yang meyakini bahwa nama bidara diambil dari kata “berdarah” dalam tragedi tersebut.
Kini kawasan Bidaracina bertransformasi dengan kehadiran beragam etnis yang menetap dari generasi ke generasi. Lalu pohon yang diabadikan namanya itu, jangan harap bisa melihat satu pun di sana.
Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat (Schleichera oleosa)
Menurut catatan sejarah, dahulu kawasan Duri Kosambi merupakan daerah kering dan banyak perkebunan yang dikelola penduduk setempat. Masyarakat menanam beraneka jenis pepohonan, dari pohon buah-buahan hingga sayur-sayuran, dan yang paling banyak tumbuh adalah pohon buah-buahan, salah satunya adalah pohon kosambi.
Pohon kosambi berduri-duri pada batang dan daunnya, sehingga konon dari situlah asal usul nama Duri Kosambi dipakai oleh masyarakat yang sejak awal mendiami kawasan tersebut. Namun seiring dengan perkembangan kota Jakarta, kini sudah tidak ada lagi pohon kosambi, bahkan tidak ditemukan bekas-bekasnya.
Saat ini secara administratif, Duri Kosambi merupakan nama perkampungan dan kelurahan di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Wilayanya padat penduduk karena banyak perumahan warga dan gedung perkantoran.
Daerah tersebut memang bukan kawasan elit, tetapi letaknya cukup stategis karena tidak jauh dari pusat perbelanjaan seperti Mal Puri Indah, dan juga sering dilalui warga yang hendak ke Cengkareng atau menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Gandaria, Cilandak, Jakarta Selatan (Bouea macrophylla)
Seperti catatan sejarah daerah yang mengambil nama pohon lainnya, dulunya di kawasan yang berada di wilayah administrasi Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan ini banyak ditumbuhi pohon gandaria.
Seiring perkembangan, Gandaria menjadi lokasi yang cukup padat penduduknya. Di kawasan Gandaria saat ini banyak dibangun fasilitas untuk kepentingan bisnis, meliputi perkantoran, pertokoan, bahkan pusat perbelanjaan modern yang begitu kesohor, salah satunya adalah Mall Gandaria City.
Tanpa perlu berteori tentang manfaat pohon, cukup berdiri di samping pohon ketika terik matahari menyengat tubuh kita, saat itulah kesejukan kita rasakan. Itulah mengapa kita begitu akrab dengan adagium “di bawah pohon rindang” alias DPR, yang senantiasa merujuk pada pembicaraan penuh kesejukan dengan kolega.
Tentunya masih banyak nama pohon lainnya yang terabadikan di banyak jalan di ibu kota, mungkin jumlahnya sekitar puluhan pohon. Jika ada lain kesempatan, saya ingin menuliskan tentang varietas pohon lebih banyak lagi.
Selamat memperingati Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI), yang puncaknya jatuh pada tanggal 28 November ini, serta dan Bulan Menanam Nasional (BMN) pada Desember 2016 yang akan datang.
Mari jadikan wilayah tempat kita tinggal hijau kembali dengan sebuah pohon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H