Mohon tunggu...
Ika Kartika Sari
Ika Kartika Sari Mohon Tunggu... Lainnya - A Mom

Business Antusiasm, A Mom

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Formal Vs Non-Formal

4 November 2020   07:43 Diperbarui: 4 November 2020   07:46 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah yang sudah menonton serial Quenn's of Gambit di Netflix? Spoiler sedikit yah, Film ini sangat inspiratif sekali, menceritakan bagaimana seorang anak 9 tahun yatim piatu disuatu panti asuhan di desa terpencil,belajar cara bercatur dengan petugas kebersihan sehingga berhasil menjadi pecatur dunia termuda, terbaik yang mampu mengalahkan master master catur dunia. 

Belajar dari seorang petugas kebersihan, berbekal sebuah buku trik bercatur ala modern bisa sukses mendunia. Elizabeth Harmon sangat haus dengan ilmu bercatur, dia mencari buku-buku referensi dimana saja, bahkan membeli walaupun tidak punya uang. Kuncinya ia sangat haus akan ilmu, ingin terus belajar trik bercatur. 

Sementara pendidikan formal seperti sekolah ditinggalkannya demi meraih karir bercatur yang diimpikannya. Hidup memang pilihan, tidak semua orang mampu dan ingin merasakan indahnya pendidikan formal di bangku sekolah. 

Banyak ternyata pengusaha kaya dan orang-orang hebat harus putus sekolah karena tidak mampu melanjutkan pendidikan formal di sekolah, ini bukan melulu masalah keberuntungan tapi riilnya adalah kerja keras yang berbuah manis. 

Namun lagi-lagi mereka tetap haus ilmu, belajar dan terus belajar, bisa dari buku atau sumber-sumber ilmu yang lainnya. Pertanyaan besar bagi saya, seberapa pentingnya pendidikan formal? Bagaimana juga dengan pendidikan non formal?

Sejak pandemi, seluruh pelajar pendidikan formal di sekolah harus dirumahkan, belajar dari rumah, belajat lewat zoom meeting dan youtube, serta berbagai aplikasi lainnya. wisuda pun sekarang dilakukan lewat zoom, sungguh memang luar biasa teknologi sangat membantu dimasa pandemi ini. 

Berarti singkat kata belajar dan sukses tidak harus melewati jenjang formal toh? banyak jalur informal dan non-formal yang bisa membentuk karakter sukses, asal mau berusaha dan bekerja keras. 

Apakah seseorang yang tidak mampu secara finansial untuk mengikuti jenjang pendidikan formal harus gagal dalam berkarir?tentu tidak menurut saya, karena pendidikan tidak hanya didapat melalui jenjang sekolah formal, pendidikan bisa didapat dimana saja, dirumah, dilingkungan, serta banyak lagi sumber pendidikan lainnya. 

Yang terpenting kemauan dan kerja keras untuk menjadi sukses, banyak yang sudah meraih gelar doktor pun masih menunggu gaji, bukan menggaji sebaliknya yang cuma tamat pendidikan SMA mampu menggaji  karyawannya yang lulusan sarjana. It's all about study hard, work hard and be success.

Manusia adalah makluk berilmu

Kita terlahir sebagai makhluk berilmu, bagaimana tidak sejak zaman purba dulu saja banyak sekali ilmu-ilmu dalam bercocok tanam serta konstruksi yang tidak disangka sudah diterapkan nenek moyang kita padahal tidak ada teknologi. 

Asal mau belajar dari apa saja dan mana saja kita pasti bisa sukses menuju harapan kita, kerja keras serta tak kenal lelah merupakan akar dari terwujudnya impian kita. 

Mark Zuckenberg tidak mungkin sesukses sekarang kalau saja sehari-harinya hanya menonton tv atau main games, pasti akan banyak keringat dan air mata untuk mencapainya. 

Masalah utama di Indonesia bukan hanya sekedar sulitnya anak-anak tak mampu mengikuti pendidikan formal, tapi juga masalah buta huruf. Kemiskinan dan buta huruf semakin mengubur impian para generasi penerus bangsa untuk bisa maju. 

Berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional yang dikumpulkan BPS mengenai persentase buta huruf penduduk indonesia menurut kelompok umur, umur produktif 15 tahun ke atas , pada tahun 2019 sebesar 4,10 persen dari total penduduk indonesia adalah buta huruf . 

Ini adalah momok yang besar bagi dunia pendidikan kita, disatu sisi pendidikan formal semakin mahal sementara disisi lain masih banyaknya buta huruf di Indonesia. 

Dilihat dari Angka Partisipasi kasar (APK) menurut jenjang pendidikan perguruan tinggi masih dibawah 30% pada tahun 2019, masih belum banyak yang mampu mengenyam bangku perguruan tinggi.

Kenyataannya, banyak perusahaan-perusahaan membuka lowongan pekerjaan justru untuk lulusan sarjana, lalu bagaimana dengan lulusan dibawah SMA kebawah? 

Butuh Asuhan Total pemerintah

Indeks pembangunan manusia Indonesia tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 0,74 persen dibandingkan tahun 2018, IPM indonesia adalah 71,92 berdasarkan perhitungan IPM yang dihitung Badan pusat Statistik. Kenaikan angka IPM tersebut menggambarkan bahwa manusia di Indonesia mengalami kemajuan dari segi pendapatan, kesehatan dan pendidikan .  

Kita lihat dari pendidikan yah, Anak-anak yang pada tahun 2019 berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 12,95 tahun (hampir setara dengan masa pendidikan untuk menamatkan jenjang Diploma I). Ini lebih lama 0,04 tahun dibandingkan dengan yang berumur sama pada tahun 2018. 

Dengan kata lain sarana dan prasarana pendidikan kita sudah mumpuni namun hingga jenjang diploma, tapi apakah itu diploma itu cukup?. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Brunei dan Singapura, indonesia masih tertinggal jauh. 

Brunei contohnya, IPM Brunei adalah 82,4 persen, jauh sekali jika dibandingkan dengan Indonesia, kemungkinan jumlah penduduk Brunei yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan Indonesia menjadi salah satu faktor lebih mudahnya menjangkau akses pendidikan menurut saya.

 Untuk itu agar terciptanya kesejahteraan dalam pendidikan, pemegang kebijakan yaitu pemerintahlah yang bisa mengubah keterlambatan potret pendidikan kita. Belajarlah dari negara-negara yang tetangga yang sukses memajukan pendidikan. 

Kunci utamanya adalah kemauan dan kerja keras untuk mengubah pendidikan menjadi hal yang mudah untuk diakses semua orang tanpa terkecuali. Berdasarkan Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 berbunyi: Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945 berbunyi: Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya pendidik. 

Guru adalah "Keyman"

Beberapa negara maju dengan IPM tinggi di Eropa, sangat memperhatikan kualitas tenaga pendidik. Guru diberikan Gaji diatas rata-rata UMR, serta berbagai fasilitas untuk meng-upgrade kemampuan dan kualitas guru ataupun tenaga pendidik. 

Beda tentu dengan keadaan di negara kita, masih banyak guru yang tidak sejahtera, bahkan dipelosok sana ada guru honor yang bergaji sangat kecil dengan fasilitas seadanya. 

Di Indonesia, Guru atau tenaga pendidik sebenarnya adalah "keyman" dalam kemajuan pendidikan, karena merekalah akar dari pendidikan. Apa sih itu guru ? 

Kalau dalam filsafat jawa guru itu digugu lan ditiru. Guru itu menjadi panutan. Guru itu menjadi tuntunan. Guru adalah profesi yang sangat luar biasa mulianya. Mereka yang mendedikasikan hidupnya untuk mendidik tunas-tunas penerus bangsa. Menjadikan kita sebagai orang yang tercerdaskan. Sehingga kita tak perlu merasakan pahitnya kebodohan. 

Bahkan pernah tersematkan sebuah semboyan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa karena dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, mereka tetap mengabdikan hidupnya untuk mendidik dengan ketulusan hati. Jadi pendidikan formal, maupun non formal tetap membutuhkan guru/ tenaga pendidik yang berkualitas. 

Mengapa Steve jobs bisa sukses walau tanpa pendidikan formal? karena ada guru/ tenaga pendidik yang memberikan pembelajaran yang berkualitas, ada sarana dan prasarana untuk belajar, intinya gampang mengakses ilmu walau tidak dibangku sekolah. 

Efeknya luar biasa, jika semua orang merasakan kemudahan ini, kebodohan bisa sirna sejalan kemiskinan pun kian berkurang. Belajar membuat orang setidaknya mengetahui bagaimana cara menanam yang baik, bagaimana cara berdagang yang tepat sehingga kehidupan masyarakat kita menjadi lebih cerah menuju kesejahteraan, tak wajib harus menjadi milyuner, setidaknya bisa menafkahi keluarga saja itu sudah baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun