Mohon tunggu...
Kartika Mitha
Kartika Mitha Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahap Psikoseksual Freud

26 Maret 2017   22:15 Diperbarui: 26 Maret 2017   22:55 30539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya pembentukan karakter pribadi seseorang dapat ditelisik melalui pelbagai perspektif dalam psikologi, termasuk tahap perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud, seorang tokoh psikoanalisa. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pandangan Freud, saya akan menguraikan beberapa karakter pribadi saya saat ini. Menurut saya, saya merupakan tipe seorang yang perasa, peka terhadap perasaan orang lain, moody, berkomitmen, pendengar yang baik, multitasking, terkadang masih bergantung pada orangtua, memiliki kemampuan verbal (menata kalimat) yang kurang baik, perlu waktu untuk beradaptasi dengan orang baru, selalu ingin belajar untuk menjadi yang lebih baik.

Beberapa kepribadian tersebut, dapat dijelaskan melalui lima tahap perkembangan psikoseksual menurut Freud, sebagai berikut.

1. Fase Oral (usia 0-1 tahun)

Pada tahap ini, sumber kenikmatan yang dirasakan oleh anak berasal dari mulut. Anak memperoleh kepuasan tersebut dengan cara menghisap, mengunyah makanan, atau meminum asi. Jika tahap ini tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan rasa ketergantungan dan berpengaruh pada perkembangan verbal anak. Pada tahap ini mungkin bisa dikatakan kurang berjalan sempurna untuk diri saya. Pasalnya, proses penyapihan pada fase oral yang terjadi pada saya ialah saat saya berusia lebih dari satu tahun. Pada fase ini juga, saya sering memainkan lidah di atas dinding mulut. Pembentukan kepribadian yang timbul hingga saat ini adalah adanya rasa ketergantungan dan merasa sangat aman jika bersama ibu. Tetapi, jika saya berada pada posisi sendirian atau tanpa ibu, saya masih bisa mengatasinya secara mandiri. Selain itu, akibat lain dari fase ini adalah saya kurang bisa menata kemampuan verbal saya dengan baik.

2. Fase Anal (1-3 tahun)

Dalam tahap ini sumber kenikmatan anak terletak pada anus. Orangtua dapat menanamkan sikap disiplin pada anak melalui toilet training. Menurut saya, saya dapat melewati fase ini secara sempurna. Karena sejak saya kecil, orangtua sudah membiasakan diri jika saya merasa ingin buang air besar, maka sebaiknya memberitahukan kepada mereka. Dari situlah mereka mengajarkan kapan dan dimana tempat yang tepat untuk buang air besar. Pengaruhnya ialah meskipun saya tipe orang yang terkadang berantakan, namun saya masih bisa mengontrol perilaku tersebut. Saya juga berusaha untuk memperhatikan kebersihan. Misalnya saya membawa bungkus permen di dalam kelas. Maka saya akan menyimpan bungkus tersebut dan membuangnya jika saya melihat tempat sampah.

3. Fase Falik (3-6 tahun)

Kepuasan terletak pada autoerotik atau daerah kemaluan. Menurut Freud, pada fase ini anak cenderung mengidentifikasikan diri dengan orangtua yang sama jenis dan mencintai orangtuanya yang berbeda jenis kelamin. Peristiwa ini  disebut oedipus complex, yaitu anak laki-laki mencintai ibunya dan berusaha menghindari ayahnya. Begitu juga sebaliknya, pada anak perempuan yang disebut sebagai electra complex. Pada tahap ini saya merasa dekat dengan kedua orangtua, termasuk ayah. Hal tersebut dapat terlihat dari intensitas ayah mengajak bermain, misalnya bermain mobil-mobilan. Di sisi lain, bukan berarti saya ingin menghindari ibu. Justru pada masa tersebutlah ibu yang selalu berada di samping saya, dikarenakan ayah harus bekerja di luar kota sehingga jarang bertemu. Saat itu saya sempat berpikir “kenapa ayah bekerja jauh?”dan terbesit sedikit perasaan tidak rela. Mungkin inilah yang membentuk karakter pribadi saya sebagai seorang yang perasa.

Dari perilaku mengidentifikasikan diri dengan ibu, saya dapat memahami peran yang seharusnya dijalankan sebagai seorang perempuan adalah seperti itu. Misalnya melihat ibu yang berkerudung dan memakai bedak, maka secara berkelanjutan perilaku tersebut juga melekat pada diri saya hingga sekarang.

4. Fase Latent (5-12 tahun)

Tahap ini anak dialihkan pada pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Dalam pengejaran intelektual, orangtua saya mengarahkan saya untuk les privat sempoa. Selain itu, orangtua juga memberikan reward jika saya berhasil meraih peringkat 3 besar di sekolah. Proses tersebut terus berlaku pada diri saya hingga sekarang, yaitu memiliki tanggung jawab terhadap akademis meskipun tanpa memperoleh rewardlagi seperti dulu.

Dari segi interaksi sosial, saya memiliki beberapa teman dekat untuk bermain dan hal tersebut mempengaruhi kepribadian saya dalam membangun relasi bersama orang lain. Saya memang tidak selalu terbuka dengan semua orang dan mungkin terkesan hanya dekat dengan orang tertentu saja. Meski demikian, bukan berarti saya terlalu memilih dalam berteman, namun saya perlu sedikit waktu untuk beradaptasi dengan orang baru tersebut.

5. Fase Genital

Pada fase ini, terjadi kematangan alat reproduksi seseorang. Seseorang akan tertarik terhadap lawan jenisnya, serta ingin membangun hubungan yang lebih intim bersama orang lain. Saat memasuki awal tahap ini, saya tertarik dengan lawan jenis yang menurut saya pintar dalam bidang akademis, karena pada masa tersebut mayoritas anak-anak kurang begitu mempedulikan aktivitas sekolahnya. Namun, seiring berjalannya waktu, saya berada pada lingkungan dimana terdapat banyak laki-laki pintar, dan faktanya saya tidak tertarik dengan mereka. Setelah saya analisis, ternyata saya bukan tertarik karena intelektualnya, namun saya tertarik dengan seseorang yang ‘beda’ dengan orang lain.

Setelah berbicara mengenai fase psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud, saya tidak setuju dengan perkembangan psikoseksual pada fase falik, yaitu saat terjadinya oedipus complex atau electra complex.Karena seperti yang telah saya uraikan di atas, pada fase tersebut saya bukannya ingin menjauhi atau menganggap ibu sebagai saingan. Justru dalam masa tersebutlah saya merasa dekat dengan ibu yang selalu ada bersama saya. Selain itu, oedipus complex ini mungkin hanya terjadi pada beberapa orang, termasuk Freud dan pasiennya. Sehingga tidak dapat digeneralisasikan terhadap semua orang.

Menurut saya, seharusnya psikoanalisa ini tidak hanya berpacu pada pengalaman Freud atau pasiennya saja, tetapi juga perlu memperhatikan tahap perkembangan orang lain secara umum. Juga untuk orangtua, sebaiknya memberikan kasih sayang dan lebih menstimulasi anak agar tahap perkembangannya terpenuhi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun