Calon suami kak Milah bernama Matteo berasal dari Swiss, pengusaha coklat yang sudah turun menurun. Mereka bertemu saat kak Milah dikirim perusahaan untuk memperbaiki sistim program mesin otomatis pengolahan biji kakao yang dibeli perusahaan Matteo.
Perbaikan sistim program mesin otomatis memakan waktu sekitar sebulan tetapi karena ada penambahan mesin baru, kak Milah diminta perusahaan untuk tinggal selama 3 bulan.
Kak Milah selama itu tinggal di paviliun yang ada di taman belakang rumah keluarga Matteo karena lokasi pabrik sangat jauh dari perkotaan.Â
Pesta pernikahan mereka diadakan di Swiss dan Semarang. Tetapi, kak Milah bersikeras supaya aku datang ke pesta di Swiss bersama orang tua dia.
"Bintang, tolong beri tahu nomor rekening kamu. Kakak, mau transfer uang untuk biaya perjalanan nanti," bunyi surat elektronik dari kak Milah.
Semua dokumen pendukung untuk pengurusan visa langsung dikirim kak Milah.
2 tahun yang lalu kak Milah cerita, Matteo yang menjadi direktur pabrik coklat setelah seminggu bekerja bersama kak Milah memperbaiki sistim program mesin mengajak pergi liburan akhir pekan ke pegunungan Mont Tendre yang berjarak 1,5 jam dengan mobil dari pabrik.
Waktu itu musim panas. Matteo setelah makan siang secara terang-terangan mengatakan jatuh cinta dengan kak Milah. Kak Milah yang tidak ada perasaan dengan lantang mengatakan jujur.
Matteo adalah anak tertua dari 4 bersaudara. Beda usia 4 tahun lebih tua dengan kak Milah. Usianya saat itu 31 tahun.Â
"Aku mau menikahimu," kata Matteo.
Kak Milah yang memiliki trauma masalah percintaan dengan tegas menolak.Â
"Aku tahu ini terlalu mendadak karena kita hanya kenal seminggu. Tapi, entah kenapa aku sudah jatuh cinta sejak pandangan pertama," lanjutnya.
Matteo meminta kak Milah untuk berteman dahulu.Â
Saat libur musim dingin, Matteo datang mengunjungi kak Milah di Berlin dengan membawa mobil untuk mengajaknya jalan keliling Eropa.
Matteo saat di Paris cerita bahwa 3 tahun yang lalu memiliki kekasih bernama Elisa berkebangsaan Perancis teman kuliah di universitas Sorbonne.
"Kita pacaran 8 tahun. Elisa di awal kita pacaran pernah hamil anakku tapi, digugurkan dia saat usia kandungan 9 minggu karena dia tidak suka anak kecil," katanya.Â
Matteo walau masih muda mau bertanggung jawab dan sangat menginginkan anak itu hidup. Walau dia kecewa sekali dengan tindakan sepihak Elisa tetapi, tidak memutuskan Elisa dan terus berhubungan hingga Elisa menetapkan syarat mau menikah tanpa anak. Matteo memilih putus selamanya.
Kak Milah tersentak sangat kaget mendengar kisah itu dan spontan membalas cerita tentang dirinya dan Aryo. Dalam sekejap perasaan kak Milah berubah jadi cinta ke Matteo yang memiliki masa lalu yang sama.Â
Orang tua kak Milah menginap di rumahku sehari sebelum kami berangkat ke Jerman.
"Bude, Pakde... Sebaiknya tidak usah bawa makanan ini ke sana. Aku takut nanti tidak termakan," kataku dengan mengeluarkan kotak berisi rendang dan teri kacang.Â
Bude dan pakde membawa oleh-oleh berupa hiasan dinding berbentuk bunga terbuat dari perak untuk calon besan.Â
Kami bertiga naik pesawat jam 14:25 dari bandara Soekarno Hatta lalu transit 4 jam di bandara Changi lalu lanjut ke bandara Frankfurt. Pesawat kami mendarat keesokan hari jam 2 siang waktu setempat.Â
Kak Milah yang sudah berhenti kerja memutuskan kontrak apartemen di Berlin dan sekarang tinggal di hotel dekat bandara. Nanti kami berempat menginap semalam di hotel itu lalu besok lanjut naik kereta ke Swiss.Â
"Bintang!" panggilnya dengan melambaikan tangan di samping kanan pintu keluar.Â
Kak Milah bergegas cium punggung tangan lalu peluk dan cium kedua orang tua. Setelah itu memeluk dan cium aku. Bude dan pakde luar biasa kelelahan duduk lama di pesawat.
"Milah, ibu mau rebahan," kata bude. "Iya, bapak juga," lanjut pakde.
Hotel kami berjarak 20 menit naik bis. Aku dan kak Milah tidur sekamar.
"Bude, silakan mandi dulu di kamarku," kataku ke bude setelah kami sampai hotel. Bude menerima tawaranku dengan bahagia.
Sewaktu bude mandi, aku mengeluarkan amplop sisa uang pemberian kak Milah. "Ini sisa uang masih banyak," kataku.
Kak Milah menolak dan menyuruhku untuk simpan buat keperluan selama di Eropa.
Kami berempat makan malam di restoran Turki yang berada dekat hotel. Sewaktu menunggu pesanan datang, kak Milah mendadak bertanya padaku.
"Bintang, apa masih ingat kejadian waktu kamu tidur dalam mesjid saat kita jalan-jalan ke kebun binatang?"
Aku mengangguk dan menjawab, "Masih. Memang kenapa?"
"Waktu itu kamu tidur luar biasa nyenyak. Kakak sehabis shalat sangat iri melihat wajah sedang tidurmu yang terlihat sangat damai seakan melupakan kejadian kemarin saat ditampar dan diludahi Aryo..." suara kak Milah terdengar bergetar.
Bude mengelus lembut punggungnya.
"Saat itu aku tersadarkan sudah lama tidak membaca Alquran dan jadi ingin membacanya. Tidak disangka begitu membuka dan baca Alquran, kakak lupa waktu sampai terdengar bunyi adzan. Kakak bergegas menutup Alquran dan seketika hati terasa plong lega," lanjutnya dengan menangis.
Aku masih ingat betul wajah cerah kak Milah saat aku bangun. Ternyata penyebabnya karena dia selesai shalat kembali mengaji setelah tahunan ditinggalkan.
Keesokan pagi kami berangkat ke Swiss setelah sarapan. Begitu sampai di stasiun, Matteo dengan wajah cerah memeluk dan mencium kami berempat bergantian.
Lusa adalah hari pernikahan mereka. Pernikahan diadakan di taman rumah orang tua Matteo yang sangat luas. Kak Milah terlihat sangat cantik dalam balutan kebaya brokat putih buatan ibunya.Â
"Bintang, buket bunga ini untuk kamu supaya cepat menyusul," kata kak Milah.
Tiga hari kemudian, aku pulang dengan membawa coklat sekoper untuk dibagi ke kelas Anak Maju, orang kantor dan Bulan yang sedang hamil muda.
-bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H