Keluarga aku memiliki tradisi melepas anak dari rumah begitu mengijak usia SMA. Sekolah aku ini langganan keluarga. Nenek, mama, dan kakakku dulu sekolah di sini. Sekolah yang memiliki asrama khusus putri sehingga memudahkan kami yang bukan warga Jakarta untuk belajar tanpa harus pulang pergi rumah di Bogor dan menjalankan tradisi mulai hidup mandiri.
13 Mei 1998, usiaku baru masuk 17 tahun 1 bulan dan duduk di tingkat akhir sekolah menengah atas ketika Jakarta dilanda kerusuhan.
Sore jam 4an, mendadak aku mendapat telepon dari mama. Suaranya terdengar panik sekali. "Dek! Mama baru sampai rumah dari Grogol. Jalanan minta ampun sepi dan tidak ada angkutan umum.
Entah apa yang terjadi waktu mama mau sampai di rumah tante, tiba-tiba ada seorang bapak tua mendekati mobil mama dan menyuruh cepat pulang karena nanti bisa tidak pulang kalau tidak segera pergi! Mama karena takut jadi menurut dan cepat putar balik untuk pulang. Sampai di rumah begitu buka TV, minta ampuuuun daerah kamu banyak pembakaran dan penjarahan!" Mama tanpa henti terus cerita. "Kamu jangan keluar asrama dan harus ikuti perintah suster! Jangan seenak sendiri!"
Cerita mama sama sekali tidak bisa dicerna otakku, tapi supaya tidak menambah panik mama, "Iya, ma. Aku mengerti," jawabku pendek.Â
Begitu menutup telepon aku segera ke ruang tamu untuk buka TV, tapi dikunci. Rasa penasaran karena kebingungan dengan keanehan yang serba mendadak ini menyelimuti sanubari.
Jam 7 malam mendadak suster kepala asrama membunyikan bel tanda semua penghuni harus berkumpul di ruang tamu. Â
Penghuni asrama semua perempuan. 30 siswi, 3 pengurus asrama, dan 1 suster kepala. Tapi tidak jauh dari asrama ini ada biara khusus biarawati dengan jumlah penghuni tidak pernah aku ketahui.Â
Selain asrama dan biara juga ada sekolah dari TK hingga SMA. Total luas tanah mungkin ada 1 hektar lebih.Â
Setelah semua kumpul, suster kepala dengan suara lantang berseru,"Bila asrama kita diserang, kita harus lari secepatnya ke istana negara! Hanya itu tempat yang paling aman," seru suster kepala asrama dengan wajah cemas dan ketakutan.