Saya pernah mencoba mengikuti tren, menulis artikel yang, secara strategi, seharusnya menghasilkan engagement tinggi. Hasilnya?
Rasa puas yang kosong. Seperti memasak hidangan mewah tanpa mencicipinya sendiri.Â
Anda tahu apa yang lebih memuaskan daripada melihat angka di layar? Mengetahui bahwa ada orang, meskipun hanya satu, yang merasa tulisan saya memberi arti lebih dari sekadar hiburan ringan.
Siapa yang Saya Bantu dengan Menulis?
Sebenarnya, jawaban pertama dan utama adalah: saya membantu diri sendiri.
Menulis adalah terapi. Ketika pikiran saya kacau atau emosi saya meluap, menulis menjadi penenang yang tak tergantikan.
Dalam proses ini, saya menemukan banyak jawaban yang sebelumnya tak saya sadari.
Namun, ada juga kepuasan tersendiri ketika pembaca menghubungi saya dan berkata, "Tulisanmu membuatku merasa tidak sendirian."
Kalimat sederhana itu adalah pengingat bahwa meskipun saya menulis untuk diri sendiri, dampaknya bisa menjangkau orang lain.
Kita sering lupa bahwa tulisan bukan hanya milik kita setelah ia dibaca orang lain.
Seperti lagu yang memiliki makna berbeda bagi setiap pendengarnya, tulisan adalah cermin. Ia merefleksikan apa yang pembaca butuhkan, bukan hanya apa yang ingin penulis katakan.