Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apa yang Akan Yesus Lakukan di Era Media Sosial

25 Desember 2024   09:59 Diperbarui: 25 Desember 2024   09:59 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: borneostreet.id)

Jika Yesus hidup di era media sosial, kira-kira bagaimana Ia akan menyampaikan pesan cinta kasih dan kerendahan hati yang dulu mengguncang dunia? 

Mungkin kita tergoda membayangkan Yesus sebagai influencer dengan jutaan pengikut, mengunggah khotbah di TikTok, atau membagikan mukjizat lewat siaran langsung di Instagram. 

Namun, benarkah Ia akan menempuh jalan itu? Atau justru memilih pendekatan yang lebih halus, sederhana, namun tetap menggugah hati?

Media sosial telah menjadi arena baru dalam kehidupan manusia. Tempat di mana cinta kasih bisa viral, tetapi juga tempat kebencian tumbuh subur dengan algoritma sebagai pupuknya. 

Di tengah gemuruh unggahan, komentar pedas, dan konten pamer, nilai-nilai yang diajarkan Yesus seperti kerendahan hati, kasih kepada sesama, dan pengampunan sering kali terasa bagai bisikan kecil di ruang gema besar.

Mengapa Media Sosial?
Media sosial seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, ia membuka ruang tanpa batas untuk menyampaikan pesan cinta kasih ke seluruh dunia. Di sisi lain, ia juga menjadi tempat di mana ego manusia bersaing, membangun citra palsu, dan menyebarkan kebencian. 

Jika Yesus hadir di sini, kemungkinan besar Ia akan memandang media sosial sebagai alat, bukan tujuan. Ia tidak akan mencari validasi lewat "like" atau berlomba mendapatkan followers, melainkan menggunakan platform ini untuk mendekati mereka yang paling membutuhkan.

Kerendahan Hati dalam Era Pamer
Mari kita bayangkan, apakah Yesus akan memamerkan mukjizat-Nya di Instagram Stories? Atau membuat video "5 Tips Jadi Orang Sukses ala Yesus" di YouTube? Rasanya tidak. 

Kerendahan hati adalah inti dari ajaran-Nya. Di tengah budaya media sosial yang kerap mengutamakan pencitraan, mungkin Yesus justru akan memilih untuk tidak terlihat.

Bayangkan ini: Yesus membuat akun anonim tanpa foto profil. Ia mengomentari unggahan seseorang yang sedang berjuang dengan depresi, menawarkan dukungan dengan kata-kata sederhana namun tulus. Mungkin Ia tidak akan memposting konten yang viral, tetapi pesan-pesan-Nya akan menyebar lewat mereka yang merasa disentuh oleh kehadiran-Nya.

Apa yang Akan Ia "Like"?
Dalam dunia media sosial, apa yang kita "like" mencerminkan siapa kita. Jika Yesus berada di platform ini, apa yang kira-kira akan Ia sukai? Mungkin unggahan tentang komunitas yang membantu orang miskin, kampanye lingkungan, atau kisah individu yang mengampuni musuhnya. 

Namun Ia juga kemungkinan besar akan menggunakan tombol "like" sebagai pintu masuk untuk berdialog, mengingatkan bahwa perhatian sejati tidak hanya diberikan dengan klik, tetapi dengan tindakan nyata.

Mungkin Yesus akan membuat unggahan seperti ini:

"Tidak semua yang berseru 'Follow aku' akan ku-follow balik."

"Sebelum menghapus komentar orang lain, periksa dulu komentar dalam hatimu sendiri."

"Berhenti scroll, mulai peduli."

Satir seperti ini mungkin terdengar ringan, tetapi di tangan Yesus, pesan-pesan ini bisa menjadi cermin untuk mereka yang terlalu larut dalam dunia maya.

Kepedulian di Balik Layar
Media sosial sering kali melupakan mereka yang tidak terlihat. Di balik akun-akun sempurna, ada individu yang kesepian, terluka, atau merasa tidak cukup. Jika Yesus hadir, Ia akan melangkah ke tempat-tempat yang paling sunyi di dunia online, mencari mereka yang merasa hilang. Ia akan mendengarkan, bukan hanya berbicara.

Mungkin Ia akan menciptakan gerakan di mana orang-orang saling mendukung dengan tulus, tanpa agenda pribadi. Sebuah gerakan di mana komentar-komentar positif menjadi alat penyembuh, bukan senjata untuk menyerang.

Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Jika Yesus ada di media sosial, mungkin pelajaran terbesar yang bisa kita ambil adalah bahwa kehadiran lebih penting daripada eksistensi digital. Bukan tentang berapa banyak "likes" yang kita dapatkan, tetapi tentang berapa banyak hati yang kita sentuh.

Yesus di media sosial tidak akan menjadi bintang, tetapi Ia akan menjadi lilin kecil yang menerangi sudut-sudut tergelap dari dunia maya. Dan kita, yang sering terjebak dalam pencitraan dan persaingan, diajak untuk mengikuti teladan-Nya: menjadi suara yang sederhana, tetapi bermakna.

Seperti kata Yesus, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Di era media sosial, mungkin itu berarti berhenti menghakimi dari balik layar, mengulurkan tangan kepada mereka yang butuh dukungan, dan menggunakan teknologi untuk menyebarkan kebaikan, bukan kebencian.

Akhirnya, jika kita bertanya, "Apa yang akan Yesus lakukan di era media sosial?" Jawabannya mungkin sederhana: 

Ia akan mengingatkan kita bahwa meskipun dunia ini semakin maya, cinta kasih tetap nyata dan tak tergantikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun